Liputan6.com, Siantar - Salah satu yang unik dari Sumatera Utara, khususnya daerah Siantar, adalah ojek sepeda motor. Namun, di tempat ini, motor yang dipakai dilengkapi dengan sespan yang relatif besar, sehingga bisa memuat lebih banyak orang.
Di Siantar, ada ojek terkenal yang dikenal dengan sebutan Becak Siantar. Satu kekhasan moda transportasi ini adalah ia menggunakan sepeda motor merek BSA atau Birmingham Small Arm, motor besar tua bermesin 350 cc hingga 500 cc.
Saking khasnya, satu unit motor ini disimpan di Museum T.B. Silalahi Center, yang terletak Desa Pagar Batu, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, sebagaimana yang terlihat pada foto.
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Ada cerita tersendiri mengapa motor ini bisa sampai menjadi moda transportasi khas. Dalam keterangan yang menyertai motor yang dipajang itu, disebutkan bahwa pada 1950-an banyak rongsokan BSA yang tak terpakai di berbagai sudut kota.
"Penduduk Siantar mulai berpikir memanfaatkannya sebagai mesin penarik becak. Awalnya sekitar 20 hingga 30 orang, beberapa di antaranya adalah veteran pejuang kemerdekaan," tulis keterangan tersebut, dikutip Selasa (25/10/2016).
Mulai saat itulah motor ini jadi becak. Saat ini, jumlah BSA dikatakan mencapai 400 unit. Saking banyak dan unitnya, nama BSA diplesetkan menjadi Becak Siantar Asli. Meski memang ada ojek sejenis yang tidak pakai motor BSA. Kendaraan tersebut dikenal dengan nama Bentor alias Becak Motor.
Â
Rata-rata usia BSA yang dipakai mencapai 60 tahunan. Awalnya, motor ini dibuat untuk kendaraan perang, terutama untuk keperluan militer Inggris dan tentara sekutu melawan Jerman dalam masa Perang Dunia II.
BSA sendiri masuk ke Indonesia pada masa revolusi fisik, yaitu setelah kemerdekaan hingga 1949. BSA menyebar ke setiap daerah bekas jajahan belanda, termasuk Siantar. Motor ini dibawa langsung oleh pemerintah Belanda untuk pasukannya.
Namun, saat tentara sekutu pulang karena perjanjian damai, mereka tak mengikut sertakan kendaraannya itu. BSA pun ditinggalkan begitu saja sampai kemudian orang lokal melihat potensi dari timbunan rongsokan itu.