Respons Keras Gaikindo Soal Tudingan Mobil Penyebab Polusi Udara

Beberapa hari terakhir, polusi udara di Jakarta berada dalam angka terburuk berdasarkan laman pemantau kualitas udara, AirVisual.

oleh Arief Aszhari diperbarui 05 Jul 2019, 15:03 WIB
Diterbitkan 05 Jul 2019, 15:03 WIB
Kerugian Ekonomi Akibat Kemacetan Ibu Kota Jakarta
Kendaraan terjebak kemacetan di kawasan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (2/7/2019). Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyebut kerugian ekonomi akibat kemacetan Ibu Kota berdasarkan data tahun 2013 sebesar Rp 65 triliun per tahun dan pada 2019 mendekati Rp 100 trilliun. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa hari terakhir, polusi udara di Jakarta berada dalam angka terburuk berdasarkan laman pemantau kualitas udara, AirVisual. Kondisi tersebut, tentu saja menimbulkan beragam reaksi, seperti menyalahkan populasi kendaraan bermotor yang pastinya menyumbang polusi yang tidak sedikit.

Namun, hal tersebut ditanggapi cukup keras oleh Gabungan Industri Kendaraan bermotor (Gaikindo), melalui Ketua Umum-nya, Yohannes Nangoi.

"Kalau bicara soal polusi udara, seolah-olah dilempar semua ke otomotif. Seakan, naik mobil paling berdosa. Namuanya polusi itu penyebabnya macam-macam, pembangkit tenaga listrik juga polusinya gila-gilaan, kemudian sepeda motor ada polusi, mobil ada polusi, pabrik juga ada polusi," jelas Nangoi, saat ditemui di bilangan SCBD, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

Lanjut Nangoi, namun pihaknya tidak ingin membandingkan dengan teman-teman lainnya yang juga menyumbang polusi udara. Pihak Gaikindo sendiri, akan berkonsentrasi dengan keberadaan mobil yang memang menjadi salah satu penyumbang polusi udara.

"Betul mobil menghasilkan polusi udara, tapi sejak tahun lalu di mana kita sudah menjalankan standar Euro4, polusi bisa kita tekan. Tapi kembali, polusi dihasilkan oleh mobil juga dikarenakan bahan bakar yang bermasalah," tegasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Euro4

Jadi, Nangoi menegaskan, jika pemerintah memang sudah memerintahkan untuk menjalakan standar Euro4, maka mobil yang diproduksi dan dijual di Indonesia semua harus Euro4. Namun permasalahannya, apakah bahan bakar yang saat ini tersedia, memang sudah memenuhi standar Euro4.

"Tanya, apakah bahan bakar semua sudah Euro4. Terlebih, untuk kendaraan diesel masih menerapkan standar Euro4 pada Maret 2021 mendatang," tegasnya.

Berbicara soal volume kendaraan, memang saat ini sudah cukup padat. Tapi, jika berbicara persentase kepemilikan kendaraan, Indonesia masih cukup kecil, dengan perbandingan 87/1.000 orang. Bandingkan dengan Thailand, yang sudah 240/1.000 orang atau Malaysia yang 400/1.000 orang.

"Memang terlihat padat, karena masih terkonsentrasi ke kota besar (Jakarta). Jika pemerintah sudah membangun infrastruktur yang lebih baik, semuanya akan menyebar. Kalau kita lihat, 5 tahun lalu, penjualan kendaraan 80 persen berada di Jawa, dan 20 persen di luar Jawa. Sekarang, sudah 60 persen di Jawa dan 40 persen di luar Jawa," pungkasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya