Perpres Diteken, Mimpi Besar Indonesia Jadi Basis Produksi Mobil Listrik di Asia

Dengan penandatanganan perpres mobil listrik ini, semoga bisa mengembangkan ekosistem industri kendaraan berbasis listrik.

oleh Arief Aszhari diperbarui 12 Agu 2019, 19:26 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2019, 19:26 WIB
Mobil Listrik Toyota
Toyota mempercayakan riset dan pengembangan mobil listrik pada tim kecil berisi empat orang terpilih.

Liputan6.com, Jakarta - Peraturan Presiden (Perpres) terkait mobil listrik sudah resmi diteken Presiden Republik indonesia (RI), Joko Widodo. Selain Perpres, payung hukum mobil ramah lingkungan ini juga akan didukung Peraturan Pemerintah (PP) baru, hasil dari revisi PP Nomor 41 tahun 2013, tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Dengan Perpres dan PP tersebut, diharapkan Indonesia mulai bergerak menuju pengembangan mobil ramah lingkungan. Begitu juga dengan pabrikan, yang memang sudah berkomitmen untuk terjun di pasar mobil listrik, hybrid, plug-in hybrid, dan energi terbarukan lainnya, seperti Toyota.

Dijelaskan Bob Azam, Direktur Administrasi Korporasi dan Hubungan Eksternal PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), dengan penandatanganan perpres mobil listrik ini, semoga bisa mengembangkan ekosistem industri kendaraan berbasis listrik.

"Mudah-mudahan sukses mengembangkan ekosistem industri kendaraan berbasis listrik, sehingga kita menjadi basis produksi di Asia. Selain itu, juga bisa terjadi penghematan pemakaian bahan bakar minyak (BBM), dan tentunya kualitas udara yang lebih baik," jelas Bob saat berbincang dengan Liputan6.com, beberapa waktu lalu.

Lanjutnya, dengan Perpres ini, meskipun rakasasa asal Jepang ini belum menerima salinan peraturan yang bakal berlaku, namun sudah menyusun rencana bisnis, dan memetakan serta mendalami industri pendukungnya.

"Supaya kita jangan hanya jadi pengimpor, tapi sebaliknya menjadi produsen dan ekspor (mobil listrik)," tegasnya.

Bangun Industri

Saat ini, pasar mobil listrik di Indonesia memang masih sangat kecil. Namun, ke depannya, tren pasti akan bergerak menuju kendaraan yang hemat energi dan lebih ramah lingkungan.

Terlebih, memang kendaraan ini dibutuhkan untuk menekan impor bahan bakar agar kondisi trade balance perdagangan lebih baik.

"Tapi, jangan sampai trade balance yang positif dari sektor bahan bakar, berbanding terbalik dengan impor kendaraan. Oleh karena itu, kita harus membangun industri dalam negeri," pungkasnya.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya