Kontroversi Gugatan Sengketa Pilkada Calon Tunggal‎ di MK

Dalam Pilkada serentak 2015 terdapat 3 daerah yang memiliki calon tunggal, yakni kabupaten Timor Tengah Utara, Tasikmalaya, dan Blitar.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 13 Okt 2015, 08:44 WIB
Diterbitkan 13 Okt 2015, 08:44 WIB
20150908-Sidang Lanjutan Uji Materi Gugatan Calon Tunggal Pilkada-Jakarta
Ketua KPU Husni Kamil Manik. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penetapan calon tunggal kepala daerah tetap dapat mengikuti Pilkada serentak, masih menimbulkan polemik. Terutama, mekanisme pengajuan sengketa hasil Pilkada di MK bagi calon tunggal.

MK sudah membuat peraturan melalui Peraturan MK (PMK) Nomor 1 Tahun 2015 tentang pedoman beracara dalam perkara perselisihan hasil Pilkada. Dalam PMK itu disebutkan, pihak pemohon yang berhak mengajukan permohonan sengketa Pilkada, hanya pasangan calon kepala daerah.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo sepakat dengan PMK itu. Sebab, calon tunggal tidak ada lawannya. Sehingga, tidak ada pasangan calon yang merasa dirugikan.‎ Namun bisa saja masyarakat atau pemilih mengajukan gugatan ke MK.

Menurut Tjahjo, dengan mekanisme menyerupai referendum, yakni dalam surat suara, pemilih hanya perlu mencoblos gambar calon tunggal dengan 'setuju' atau 'tidak setuju'. Dengan demikian tidak mungkin pemilih melakukan kecurangan.

"Kalau menurut saya, berarti tidak perlu ada gugatan, MK perlu menolak. Tinggal satu paslon ini membuat kecurangan kan pasti masyarakat tidak akan memilih, MK lah yang memutuskan," kata Tjahjo di sela-sela rapat kerja (Raker) bersama Komisi II DPR, KPU, Bawaslu membahas penyusunan PKPU tentang calon tunggal di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 12 Oktober malam.

Kendati, menurut Tjahjo, masalah ini harus dikonsultasikan dengan MK. Begitu juga dengan DPR dan KPU yang saat ini sedang menyusun Peraturan KPU (PKPU) tentang pasangan calon tunggal.

Di mana, lanjut Tjahjo, dalam pilkada serentak 2015 terdapat 3 daerah yang memiliki calon tunggal, yakni kabupaten Timor Tengah Utara, Tasikmalaya, dan Blitar.

"Nah, inilah yang akan kita atur. Kami menunggu bagaimana KPU dengan DPR dan bagaimana dengan MK," ujar dia.

Tjahjo melanjutkan, pihaknya bersama KPU dan DPR perlu memikirkan solusi ini. Sebab, mekanisme gugatan sengketa hasil Pilkada bagi calon tunggal nantinya belum tahu siapa yang bakal menggugat.

"Kalau yang menang rakyat, yang menolak apakah yang satu paslon itu boleh menggugat? Apakah parpol yang mengusung? kan juga tidak. Panwas juga tidak boleh," ungkap dia.

Tjahjo juga tidak menginginkan, akibat masalah tersebut 3 calon tunggal itu tidak bisa ikut Pilkada serentak 2015. Sebab, hal ini berkaitan juga dengan masa waktu persiapan pilkada serentak, yang kurang lebih tinggal 2 bulan lagi pelaksanaannya.

"Dari kami menginginkan 3 itu serentak semua. Pilkada bisa gagal, diundur kalau ada bencana. Kalau tidak, saya kira semua jalan," kata dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


‎Tidak Ada Penggugat

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Amirul Tamim mengatakan, pihaknya perlu mendiskusikan masalah ini dengan MK dan KPU. Sehingga, pihaknya belum dapat memutuskan mekanismenya seperti apa. Apakah nantinya diatur dalam PKPU tentang calon tunggal atau MK merevisi PMK Nomor 1 Tahun 2015.

"Ini belum diputuskan bersama. Siapa yang menggugat? Mendagri juga begitu," kata dia.

Tamim menilai, apabila terdapat 2 pasangan calon maka ini tidak menimbulkan permasalahan, yakni salah satu pihak yang dirugikan dapat menggugat sengketa hasil Pilkada ke MK.

‎"Kalau pasangannya ada 2 jelas, merasa dirugikan ajukan gugatan. Yang kita pertanyakan kalau terjadi ada yang tidak puas dari hasil pemilihan ini (calon tunggal). Katakanlah yang setuju lebih besar terus yang tidak setuju siapa? Tergantung apa case-nya, kalau terjadi penggelembungan," ujar Tamim.

Secara pribadi, Tamim mengatakan, hal yang memungkinkan adalah tidak ada penggugat dari calon tunggal ini di MK. "Ya mungkin ini konsekuensi proses penyederhanaan tidak ada penggugat langsung dinyatakan menang."

"Kalau kita buka ruang menggugat, ini berarti kita tidak akan menyelesaikan masalah. Itu juga tadi kita usulkan ini perlu membangun kecerdasan pemilih untuk punya rasa tanggung jawab hadir memilih," sambung dia.

Menurut Tamim, penyederhanaan ini berkaca dari pelaksanaan pilkada sebelumnya, yang tidak menghasilkan pemimpin berkualitas. "Intinya untuk dapatkan kepala daerah yang qualified, pengalaman lalu tidak dapatkan pimpinan yang qualified. Sekarang harapannya pilkada serentak menghasilkan output yang mumpuni, memilih yang terbaik," harap dia.


Tak Bisa Diatur PKPU

Sementara, Komisioner KPU Hadar ‎Navis Gumay mengatakan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya masalah gugatan calon tunggal ini kepada MK. Sebab, gugatan sengketa hasil pilkada tak bisa diatur dalam PKPU. Melainkan, hanya bisa diatur dalam UU atau putusan maupun PMK tentang legalitas dalam menggugat hasil Pilkada.

"Sekarang bagaimana? Bisa saja dibuat oleh MK. Akan seperti apa dibuatnya? silakan MK. Khususnya di tahapan lain yang mengadukan siapa. Selama ini masyarakat boleh, tapi dititipkan melalui di aturan sekarang pengawas tingkat TPS bisa diberikan kepada mereka," kata Hadar.

Menurut dia, pelanggaran dalam Pilkada berupa manipulasi suara dapat dilaporkan ke Panitia Pengawas (Panwas) sepanjang memiliki bukti atau Panwas menemukan hal itu.

"Pasangan calon tunggal atau penyelenggara pemilu dilaporkan saja tanpa membangun hal baru," ujar dia.

Apabila pihaknya mengatur masalah gugatan sengketa hasil Pilkada calon tunggal di MK, Hadar menegaskan, hal itu akan bertentangan dengan peraturan lainnya.

"Saya kira yang tidak ada di peraturan perundangan-undangan, itu (gugatan calon tunggal) yang belum ada," ucap Hadar.

Kendati, Hadar mengaku, pihaknya belum menggelar rapat koordinasi antara DPR, Presiden, Mendagri, KPU, Bawaslu, DKPP, dan MK. Sebab, hal ini menjadi kewenangan MK.

"Sengketa hasil, KPU belum melakukan rencana rapat koordinasi Presiden, DPR, MK. Otoritas di MK," tandas Hadar. (Rmn/Mvi)

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya