Gugatan Paslon Pilkada Manokwari Terakhir Terdaftar di MK

Pelaporan pasangan nomor urut 2 itu terigester dengan Akta Pengajuan Permohonan No 146/PAN.MK/2015.

oleh Oscar Ferri diperbarui 27 Des 2015, 10:31 WIB
Diterbitkan 27 Des 2015, 10:31 WIB
20150922-Putusan Perkara DPD oleh MK-Jakarta
Suasana sidang pembacaan putusan perkara DPD di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (22/9/2015). Sidang dihadiri Irman Gusman (Ketua DPD RI) serta sejumlah anggota DPD. (Liputan6.com/HelmiFithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Pasangan Calon (paslon) Bupati dan Wakil Bupati Manokwari, Bernard Sefnat Bonestar-Andarias Wam resmi mendaftarkan permohonan pembatalan hasil rekapitulasi Pilkada Kabupaten Manokwari 2015 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pelaporan pasangan nomor urut 2 itu terigester dengan Akta Pengajuan Permohonan No 146/PAN.MK/2015.

Pasangan Bernard-Andarias itu menjadi pemohon yang mendaftar paling terakhir. Dia baru bisa mendaftarkan di saat terakhir lantaran keputusan penetapan pasangan terpilih baru diumumkan 21 Desember oleh penyelenggara pilkada.

"‎Sedangkan keputusan rekapitulasi telah diumumkan tanggal 17 Desember. Sehingga klien kami memiliki legal standing untuk tetap mendaftarkan permohonan ini ke MK," ujar ‎kuasa hukum Bernard-Andarias, Benny Hehanussa, Minggu (27/12/2015).

Adapun alasan permohonan ini, kata Benny, diajukan karena banyak dugaan kecurangan yang ditemukan pihaknya secara terstruktur, sistematis, dan masif. Mulai dari perekrutan, pembuatan daftar pemilih tetap hingga proses rekapitulasi.

Selain menempuh ke MK, pihaknya juga menempuh jalur hukum lainnya atas dugaan kecurangan itu. Yakni melaporkan ke Polres Kabupaten Manokwari terhadap beberapa dugaan intimidasi dan pengancaman pengarahan yang diduga dilakukan oleh salah satu anggota KPPS terhadap Ketua KPPS di salah satu daerah di distrik Masni.

"Dan itu sudah ditangani dan ditindaklanjuti oleh Polres Kabupaten Manokwari," kata Benny.

Sebanyak 146 gugatan perselisihan hasil pilkada (PHP) telah didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi. Namun sejumla pihak menilai, kemungkinan hanya sedikitnya perkara PHP itu yang bisa diproses oleh MK.

Sebabnya karena ada ketentuan norma dalam Pasal 158 UU Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada (UU Pilkada). ‎Pasal 158 UU Pilkada itu mengatur tentang batas maksimal selisih perolehan suara sebagai syarat formil pengajuan perkara PHP ke MK. ‎Maksudnya, selisih perolehan suara pasangan calon dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara keseluruhan oleh KPUD. Batas maksimal itu juga ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk di daerah masing-masing.

Misalnya untuk pilkada tingkat kabupaten dan pilkada tingkat kota seperti terkandung dalam Pasal 158 ayat 2, daerah dengan jumlah penduduk 0 hingga 250 ribu jiwa itu selisih maksimal perolehan sebesar 2 persen yang bisa dijadikan syarat formil pengajuan PHP ke MK. Jumlah penduduk 250 ribu-500 ribu jiwa, selisih perolehan suara maksimal sebesar 1,5 persen.

Kemudian jumlah penduduk 500 ribu-1 juta jiwa, selisih perolehan suara maksimal 1 persen. Terakhir untuk daerah yang jumlahh penduduknya lebih dari 1 juta jiwa, maksimal selisih perolehan suara sebesar 0,5 persen.

‎Sementara pilkada di tingkat provinsi sebagaimana tercantum dalam Pasal 158 ayat 1, daerah yang jumlah penduduknya 0 sampai 2 juta jiwa, selisih suara maksimal sebesar 2 persen. Daerah yang berpenduduk 2 juta-6 juta jiwa maksimal selisih suara sebesar 1,5 persen.

Kemudian daerah yang penduduknya berjumlah 6 juta-12 juta jiwa selisih maksimal suaranya 1 persen. Terakhir, daerah yang punya penduduk lebih dari 12 juta jiwa, selisih suara paling banyak sebesar 0,5 persen.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya