Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyatakan praktik politik uang masih berpotensi terjadi dalam Pilkada 2017, yang diselenggarakan serentak di 101 wilayah Tanah Air.
"Kami menyadari pilkada besok masih ada potensi politik uang. Oleh karena itu, kami sudah menyusun hasil riset yang dinamakan Peta Jalan Politik Uang Dalam Pemilihan Umum," ujar Ketua Bawaslu Muhammad dalam diskusi publik di Jakarta, Senin (6/2/2017).
Baca Juga
Muhammad menekankan, politik uang bukan lagi sekadar pelanggaran pemilu, tapi sudah merupakan kejahatan pemilu. Sebab praktik tersebut telah merampas hak dan harga diri warga negara.
Advertisement
"Kita harus segera keluar dari problem dan kubangan yang sangat membahayakan dan tidak baik ini, dan mencari upaya terobosan sehingga kita bisa melakukan deteksi dini," ujar Muhammad seperti dilansir dari Antara.
Komisioner Bawaslu, Daniel Zuchron mengatakan, politik uang erat kaitannya dengan sebuah dimensi kontestasi.
Berdasarkan penelitian saat ini, sejumlah warga masih sangat membiarkan atau permisif dalam menyikapi politik uang, di mana masyarakat telah menganggap politik uang sebagai budaya dalam pemilu.
"Mereka menganggap politik uang dalam pemilu merupakan bagian dari rezeki," jelas Daniel.
Dia mengatakan, dalam Undang-Undang Pilkada yang baru telah dipertegas, pemberi dan penerima uang dalam pemilu dapat dikenakan pidana.
Persoalannya, dari sisi pengawasan Bawaslu masih lebih fokus di bagian hilir atau lapangan. Menurut Daniel, perlu penguatan kewenangan pengawasan Bawaslu di bagian hulu dengan turut membuka kerja sama dengan lembaga lain.
"Penanggulangan politik uang tidak bisa hanya Bawaslu, harus melibatkan semua pihak. Bawaslu perlu bekerja sama dengan Bank Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meminimalisasi lalu lintas politik uang, tetapi undang-undang saat ini belum secara spesifik mengatur kerja sama antar pengawas di tingkat hulu itu," kata Daniel.