HEADLINE: Prabowo Colek Ahok hingga Kudeta, Cek Ombak Sebelum Pilpres?

Prabowo Subianto melontarkan sejumlah kritik keras jelang deklarasi sebagai capres 2019.

oleh Hanz Jimenez SalimPutu Merta Surya PutraYusron FahmiIka DefiantiYunizafira Putri Arifin WidjajaMerdeka.com diperbarui 03 Apr 2018, 00:02 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2018, 00:02 WIB
Partai Gerindra Memperingati Hari Jadi Ke-10
Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Prabowo Subianto saa menghadiri acara Hari Ulang Tahun ke-10 Tahun yang digelar di kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra, Jakarta, Sabtu (10/2). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto melontarkan sejumlah ucapan kontroversial beberapa hari ini. Belum hilang soal omongan Indonesia akan bubar di 2030, mantan Danjen Kopassus itu mengeluarkan statemen keras lainnya.

Prabowo menyebut 80 persen kekayaan negara hanya dikuasai satu persen golongan. Dia mengatakan, setelah sekian lama merdeka, bangsa Indonesia tidak menikmati kekayaannya.

Tak cukup, Prabowo juga mengaku menyesal tidak melakukan kudeta pada 1998 dulu. "Terus terang saja, dalam hati nyesel juga kenapa dulu tidak kudeta, lihat negara kayak begini sekarang," ujar Prabowo.

Terakhir, di hadapan ribuan kader dan simpatisan Partai Gerindra di Depok, Prabowo mengaku terang-terangan menyesal mendukung Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Pilkada DKI Jakarta 2012Dulu saya tunjuk Ahok. Saya salah, saya minta maaf," kata Prabowo, Minggu 1 April 2018.

Dia mengatakan, tidak ada alasan lain mengusung Ahok di Pilkada DKI, kecuali ingin menunjukkan perwujudan Pancasila. "Hanya ingin menunjukkan Pancasila. Itu maksud saya," kata dia.

Pengamat politik dari Charta Politika Yunarto Wijaya menilai, apa yang dilakukan Prabowo Subianto adalah hal wajar mengingat saat ini sudah masuk tahun politik.

"Tapi apakah itu efektif? Menurut saya malah jadi bumerang buat dia," ujar Yunarto saat dihubungi Liputan6.com, Senin 2 April 2018.

Yunarto menyatakan, Prabowo belakangan ini lebih banyak menempatkan dirinya sebagai kritikus besar tanpa solusi.

"Ini seperti langkah putus asa Prabowo. Seharusnya seorang oposisi bisa mengambil sikap ketika ada kebijakan-kebijakan pemerintah yang sifatnya kontroversial," ujar dia.

Prabowo, lanjut dia, seharusnya bisa mengambil sikap lebih jelas kemudian masuk sebagai penawar solusi. "Sayangnya posisi itu malah lebih banyak diambil SBY. Kita lihat SBY lebih berani berbicara isu-isu sifatnya spesifik, bahkan berani keliling safari politik. Itu jauh lebih efektif," ujar dia.

Yunarto menyatakan, Prabowo seperti berhenti di level kritikus. Orang hanya melihat dia sebagai kritikus besar, bukan negarawan apalagi pemberi solusi. Padahal ketika orang ingin berbicara mengenai insentif electoral yang dicari masyarakat adalah pemberi solusi.

"Itu yang tidak dimanfaatkan Prabowo. Seperti Amien Rais jadi seorang kritikus. Seperti itu saja," ujarnya.

Infografis Komentar Keras Prabowo

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menegaskan, kritik yang dilontarkan Prabowo Subianto kepada pemerintah tidak bermaksud mencari perhatian rakyat. Menurut dia, sikap itu sejak dulu sudah ada pada diri Prabowo.

"Dari dulu Pak Prabowo Subianto ngomong selalu begitu. Saya kira sejak kenal Pak Prabowo hampir 30 tahun lalu, ya kayak begitu sikapnya, ya nasionalis dan konsisten," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 2 April 2018.

Fadli menjelaskan, Prabowo sudah terlalu lama diam dan membiarkan pemerintah bekerja. Karena itu kini waktunya bagi Prabowo untuk menyampaikan fakta sebenarnya di Indonesia.

"Ya karena memang sudah waktunya, karena selama 3,5 tahun lebih Pak Prabowo diam memberikan kesempatan kepada pemerintah bekerja. Tidak ada sedikit pun komentar-komentar miring," ungkap dia.

"Sekarang saya kira sudah waktunya untuk sampaikan apa adanya, demi kemaslahatan umat bangsa rakyat, seluruh masyarakat lah," imbuh Fadli.

Menurut Fadli apa apa yang disampaikan Prabowo sebagai bagian dari cek ombak sebelum maju Pilpres 2019.

"Kenapa harus ragu. Sekarang ini toh Pak Prabowo termasuk dua besar  sebagai pesaing Pak Jokowi dalam hal pencalonan presiden. Insyaallah kami tetap yakin," ujar dia.

Wasekjen Partai Gerindra Andre Rosiade menambahkan, kritikan Prabowo merupakan bentuk penegasan bahwa dia berbeda dengan elite politik saat ini.

"Pak Prabowo ingin menggambarkan, saya Prabowo Subianto konsisten bela rakyat kalau saya berkuasa akan mengedepankan kepentingan rakyat berbeda dengan elite sekarang," ujar Andre, Senin 2 April 2018.

Andre menegaskan tidak ada nama lain dari Gerindra yang akan maju pilpres. Prabowo, menurutnya tidak akan bisa dihentikan oleh apapun untuk menjadi capres di 2019.

"Insya Allah maju, yang menghentikan pak Prabowo itu ajal. Jadi Gerindra tidak punya opsi lain selain Prabowo jadi masyarakat tak ragu prabowo mau dukung siapa. Fix dukung Prabowo Subianto tidak ada nama lain," kata Andre.

Andre mengatakan Prabowo bersuara lantang agar para elite tersebut mendengar perkataannya. Menurutnya, Prabowo mengharapkan ke depannya para elite tersebut bisa berubah pikiran.

"Inti pernyataan Prabowo agar warning elite revisi kebijakan mereka proasing, prokonglomerat," kata dia.

 

Saksikan tayangan menarik berikut ini:

Cek Ombak

Partai Gerindra Memperingati Hari Jadi Ke-10
Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto berbincang dengan ke Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon di kantor DPP Partai Gerindra, Jakarta, Sabtu (10/2). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Peneliti dari Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro melihat fenomena ini sebagai cara Prabowo untuk 'cek ombak'. Prabowo disebut ingin merekonfirmasi dukungan oleh partai dan masyarakat pendukungnya.

"Masih testing water, menurut saya ini Pak Prabowo merekonfirmasi dukungan internal," ujar Zuhro, Minggu 1 April 2018.

Prabowo tak kunjung deklarasi, menurut Zuhro, tengah menghitung kombinasi dukungan. Apakah itu ke internal, publik ataupun ke partai yang akan berkoalisi. Dia masih menimbang apa akan maju, atau malah mengusung calon lain, misalnya Gatot.

"Dia kombinasi ke internal partai dan dengan apa kata publik dan menghitungkan peran partai koalisi apa kehendaknya. Memang tidak mudah bukan hal yang ringan mengerucutkan," kata Zuhro.

Menurut Zuhro, hal inilah yang sangat membedakan iklim politik 2014 dan 2019. Saat ini, partai-partai yang akan berkoalisi tengah melakukan hitungan matang. Tidak seperti yang lalu, partai setelah menyatakan koalisi, langsung menetapkan siapa-siapa yang akan maju.

"Politik masih cair, ini yang membedakan 2014 dengan 2019, 2014 ketika partai bergabung tidak makan waktu lama untuk menentukan pasangan," kata dia.

Sementara itu, pengamat politik dari CSIS Arya Fernandes menyatakan, Prabowo mengalami tagnasi elektoral dalam tiga tahun terakhir. Keterpilihan Prabowo hanya berada di angka 20-25 persen.

"Kalau ini tidak segera diatasi akan susah menghadapi Jokowi. Prabowo butuh isu-isu kuat yang tidak biasa untuk bisa meningkatkan atau memperbaiki ini," ujar Arya saat kepada Liputan6.com, Senin 2 April 2018.

Arya menilai apa yang dilakukan Prabowo adalah strategi agar publik membicarakannya.

"Jadi orang membincangkan prabowo. Publik kembali ingat prabowo. Itu tujuannya tentu untuk mendapatkan atensi," jelasnya.

Pihaknya tidak bisa memastikan apakah statemen Prabowo tersebut merupakan blunder politik.

"Menguntungkan atau tidak belum bisa kita ukur. Harus ada survei. Kita belum tau perasaan publik, jangan-jangan apa yang disampaikan Prabowo itu sampai ke pemilih," kata dia.

Yang jelas, kata Arya, apa pernyataan Prabowo merupakan recall bagi pemilih lamanya yang loyal dan tidak suka dengan calon petahana.

Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menyatakan, apa yang dilakukan Prabowo bukan bentuk cek ombak jelang maju pilpres 2019.

"Beliau ingin jujur dan lugas menjelaskan kondisi bangsa saat ini," ujar Mardani kepada Liputan6.com, Senin 2 April 2018.

Menurutnya, sejumlah ucapan Prabowo ditujukan agar publik sadar bahwa ada yang salah di negeri ini.

Stategi Politik 2019?

Bahas Pilkada Jabar, Prabowo Kumpulkan Partai Koalisi Asyik
Ketua Umum dan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto berbincang Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan saat melakukan pertemuan di Jakarta, Kamis (1/3). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto angkat bicara mengenai pernyataan Prabowo Subianto soal perekonomian Indonesia ‎tidak membawa kesejahteraan rakyat.

Menurut Airlangga, pernyataan Prabowo berbanding terbalik dengan fakta yang ada saat ini.

"Kalau kita lihat perekonomian Indonesia naik tingkat ke 16 di dunia, itu kan dalam tanda petik, progres," kata Airlangga di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin 2 April 2018.

Airlangga berpendapat bahwa tren positif terus terlihat di sektor ekonomi. Meskipun, kata dia, pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata di atas 5 persen.

"‎Kemudian, dari rating agency semua positif, artinya dari segi neraca, segi pertumbuhan ekonomi, segi employment trennya positif," ucap Airlangga.

Airlangga juga mempertanyakan pernyataan Prabowo yang menyinggung adanya elite yang menipu masyarakat.

"Tanya lagi masalahnya dimana? ‎Ya namanya orang mau kampanye, apa juga di pakai," kata Airlangga.

Sementara itu, Wasekjen PPP Ahmad Baidowi atau Awiek meminta Prabowo Subianto membuka sosok elite yang bodoh, bermental maling dan mengesampingkan kesejahteraan rakyat.

Menurutnya, jika Prabowo tidak menyebutkan oknum elite yang dimaksud justru akan memicu kegaduhan di publik.

"Sebut saja oknumnya baru clear ketika disebut oknumnya ayo kita hajar ramai-ramai atau kita awasi bareng-bareng," kata Awiek di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 2 April 2017.

Tudingan Prabowo itu, kata Awiek, akan membuat banyak pihak saling curiga. Sebab, dia menyebut kubu oposisi di DPR pun termasuk elite.

"Karena dengan begitu bisa jadi di pemerintahan atau di luar koalisi pemerintahan karena enggak disebutkan misalkan teman-teman yang mengatasnamakan dirinya oposisi kan bagian dari elite ngeri ini di DPR," terangnya.

Baidowi menilai tudingan Prabowo itu hanya bagian dari strategi politik jelang Pemilu 2019.

Strategi ini dipakai, kata Awiek, karena melihat elektabilitas Prabowo yang seringkali kalah dari Jokowi menurut hasil survei sejumlah lembaga.

"Itu bagian dari strategi teman-teman Gerindra dan Pak Prabowo yang tahu sendiri bisa jadi itu menjadi bagian," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya