Tak Segreget Pilpres 2014, KPU Diminta Evaluasi Debat Capres Semalam

Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid mengaku kecewa dengan debat capres-cawapres yang diselenggarakan di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, pada Kamis 17 Januari 2019 malam.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Jan 2019, 13:32 WIB
Diterbitkan 18 Jan 2019, 13:32 WIB
Peluk Hangat Jokowi - Prabowo Akhiri Debat Perdana Pilpres 2019
Capres dan cawapres nomor urut 01 Joko Widodo atau Jokowi-Ma'ruf Amin bersalaman dengan capres dan cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno usai debat perdana Pilpres 2019 di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid mengaku kecewa dengan debat capres-cawapres yang diselenggarakan di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, pada Kamis 17 Januari 2019 malam. Sebab, dia menilai para perserta debat tidak bisa tampil sesuai harapan publik.

"Jangan ada kisi-kisi, jangan ada pembocoran soal, ternyata semuanya dalam tanda kutip kecewa. Karena debat tadi malam tidak menampilkan apa yang diharapkan publik terkait eksplorasi dari yang apa seharusnya tersampaikan oleh capres dan cawapres," kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (18/1/2019).

Hidayat menilai debat capres 2014 lebih greget ketimbang semalam. Dia berharap, berikutnya KPU mengoreksi dan tidak lagi melaksanakan debat dengan cara yang sama.

"Biarlah seperti yang dulu, ada moderator, tapi ada panelis yang bertanya kepada kandidat sehingga kemudian bisa dieksplorasi kualitas dan kemampuan tiap kandidat seperti apa," ujar dia.

Wakil Ketua Dewan Penasihat pasangan capres-cawapres Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno ini menilai para pasangan calon tidak mengeksplorasi jawabannya. Sebab, mereka sudah memiliki catatan kecil yang dibawa saat debat. Hal itu, kata dia terjadi karena KPU memberikan kisi-kisi pertanyaan pada pasangan calon.

"Ternyata ya banyak warga yang mengkritisi kok jawabnya masih pakai melihat catatan. Ini kan menghadirkan dalam tanda kutip deligitimasi terhadap kebijakan KPU sendiri," ungkapnya.

Hidayat berharap KPU sebagai penyelenggara debat capres bisa melakukan evaluasi debat semalam. Dia ingin debat bisa berjalan seperti Pemilu 2014.

"Merujuk ke 2014 itu malah lebih gereget untuk menghadirkan gairah publik untuk mengetahui kualitas masing masing capres-cawapres," ucap Hidayat.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Siapa Lebih Unggul?

Selain Hidayat, Direktur Imparsial Al Araf, juga ikut mengkritisi debat perdana capres cawapres pada 17 Januari 2019 malam kemarin. Dia menuturkan, kedua kandidat lebih fokus membahas isu ekonomi, jika dilihat dari visi-misi yang disampaikan.

Sehingga, lanjut dia, eksplorasi terhadap isu hukum, HAM, dan keamanan dalam debat capres tidak terlalu dalam. Konsekuensinya, kedua kandidat tidak membahas masalah aktual di bidang hukum dan HAM, dan tidak ada jalan keluarnya.

Misalnya, kata Al Araf, kedua kandidat tidak membahas penyelesaikan kasus HAM berat masa lalu saat debat capres. Apakah melalui jalan pengadilan atau rekonsiliasi.

"Padahal masalah kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia adalah masalah yang tidak kunjung tuntas diselesaikan hingga kini. Dan terus menjadi perhatian publik," ucap Al Araf kepada Liputan6.com, Jumat (18/1/2019).

Meski demikian, dia menuturkan, jika melihat visi-misinya, pasangan Jokowi-Ma'ruf lebih dalam, sistematis dan terukur mengeksplorasi masalah bidang hukum, HAM, korupsi dan terorisme.

"Ketimbang pasangan Prabowo yang terlihat normatif," jelas Al Araf.

Dia mengungkapkan, dalam debat kemarin, Ma'ruf Amin, lebih dalam menjawab soal permasalahan terorisme. Bahkan memprioritaskan pencegahan.

"Sehingga di dalam debat ketika ada pertanyaan soal terorisme, jawaban Pak Ma'ruf Amin jauh lebih dalam dan siap untuk menjelaskan masalah terorisme, dengan menjelaskan akar masalah terorisme, dan memprioritaskan masalah pencegahan kedepannya. Sementara pasangan Pak Prabowo lebih terlihat konspiratif dalam menjawab masalah akar masalah terorisme, meski memberi solusi pencegahan dalam pandangannya," jelasnya.

Meski demikian, dia menuturkan, kedua kandidat debat capres minim menyampaikan data sebagai basis dalam perdebatnya.

"Semisal ketika Pak Jokowi ditanya soal masalah disabilitas harusnya Pak Jokowi menjelaskan bahwa dia memiliki komitmen dalam melindungi kelompok disabilitas dengan membuat Undang-undang di tahun 2016 dan menyiapkan beberapa peraturan pemerintah. Tapi, itu tidak disampaikan padahal itu capaian positif," ungkap Al Araf.

Sedangkan Prabowo, kata dia, tidak berani mengangkat data yang valid misalnya seputar teror terhadap pimpinan KPK dan komitmen Jokowi dalam pemberantasan korupsi.

Reporter: Sania Mashabi

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya