Jokowi Sudah Siapkan Jawaban Bila Dikritik Soal Impor Pangan dalam Debat Capres

Direktur Program TKN Aria Bima mengatakan, Jokowi tengah berusaha mewujudkan konsep kedaulatan pangan di Indonesia.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Feb 2019, 07:31 WIB
Diterbitkan 15 Feb 2019, 07:31 WIB
Debat Pilpres 2019
Capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo atau Jokowi (kiri) dan Ma'ruf Amin saat memaparkan visi misi dalam debat Pilpres 2019, Jakarta, Kamis (17/1). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Program TKN Jokowi-Maruf Amin, Aria Bima meminta kubu capers nomor urut 02 dapat membedakan tentang kebijakan impor dan konsep kedaulatan pangan. Isu impor ditengarai akan menjadi senjata Prabowo dalam debat capres 17 April 2019.

“Tolong dibedakan mana kebijakan impor yang memang kita tidak ingin. Mana program dalam konsep kedaulatan pangan,” ujar Aria di Posko Cemara, Jakarta, Kamis (14/2).

Politisi PDI Perjuangan itu menambahkan, Jokowi tengah berusaha mewujudkan konsep kedaulatan pangan di Indonesia. Namun, berbeda dengan konsep swasembada pangan yang pernah diterapkan di Indonesia.

Konsep kedaulatan pangan Jokowi, kata dia, menempatkan impor bagian kecil. Karena kebijakan wajib interdependensi antarnegara. Sementara 80 persen adalah swasembada dalam negeri.

"Konsep swasembada pangan itu kan jelas sekali kalau konsepnya swasembada dalam framing kecukupan pangan 80 persen, yang 20 persen adalah interdepedensi antar negara. Maka kebijakannya mesti impor,” ujarnya.

Dia menambahkan, Jokowi telah memiliki roadmap kemandirian pangan untuk menunjang kemandirian pangan. Isinya pengaturan waktu produksi, penyediaan infrastruktur pertanian seperti waduk. Impor termasuk tapi bukan hal utama.

“Pak Jokowi bilang kita tidak akan melakukan kebijakan impor pangan. Tetapi butuh program,” ujarnya.

 

 

Jadi Rujukan Rakyat

Sementara itu hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menunjukkan, ada 50,6 persen warga Indonesia menonton debat pertama pada 17 Januari 2019.

Temuan ini harus menjadi rujukan bagi pasangan calon bahwa debat memiliki arti penting bagi kontestasi menuju 17 April. Meskipun survei itu menujukkan jumlah pemilih belum menentukan pilihan juga tidak terlalu drastis berubah pascadebat.

"Jumlah undecided voters turun satu persen saja dari 15.2 persen di bulan Desember 2018 menjadi 14.2 persen di Januari 2019," kata Peneliti politik dari The Habibie Center, Bawono Kumoro.

Yang menarik dari survei LSI bulan Januari tersebut juga mengukur lima dimensi debat. Pasangan calon Joko Widodo-Ma'ruf Amin unggul dalam lima dimensi. Sementara Prabowo-Sandiaga unggul dalam satu dimensi.

"Prabowo-Sandiaga unggul di dimensi kekompakan dan saling melengkapi pasangan 02 unggul cukup jauh 46 persen. Joko Widodo-Ma'ruf Amin 30.1 persen," ujar Bawono.

Khusus dimensi kelima ini, di debat kedua mendatang akan sangat menarik dinantikan karena tanpa kehadiran calon wakil presiden. Di debat perdana lalu harus diakui penampilan Sandiaga Uno cakap sehingga dapat mengerem Prabowo agar tidak blunder dan terpancing terlalu jauh.

"Aksi Sandiaga Uno memijat pundak bahu Prabowo di debat perdana lalu merupakan salah satu contoh cara Sandiaga Uno menahan Prabowo untuk tidak bersikap emosional dalam merespons lontaran-lontaran disampaikan oleh petahana," ujar dia.

Namun bisakah Prabowo bersikap demikian kembali di debat kedua mendatang ketika tidak ada Sandiaga Uno di samping dia. Bawono mengungkapkan publik tentu menantikan hal ini.

"Apakah mantan pangkostrad tersebut dapat menghadapi Joko Widodo dengan sikap relatif cool dan tenang dalam merespons hal-hal disampaikan oleh petahana nanti," kata dia.

 

Reporter: Ahda Bayhaqi

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya