Ma'ruf: Dalam Agama Pilih Pemimpin Itu Wajib, Golput Otomatis Haram

Maksud fatwa tersebut adalah meminta agar masyarakat memilih. Tidak spesifik menyebut Golput itu haram.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Mar 2019, 15:00 WIB
Diterbitkan 29 Mar 2019, 15:00 WIB
Ma'ruf Amin
Cawapres nomor urut 01 Ma'ruf Amin menyampaikan pendapatnya saat debat cawapres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/3). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Calon wakil presiden nomor urut 01 Ma'ruf Amin menekankan, MUI pernah mengeluarkan fatwa haram bagi Golongan Putih (Golput) di pemilu. Dia menjawab pernyataan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Prof. Huzaimah yang membantah ada fatwa haram untuk Golput.

Ma'ruf meluruskan, maksud fatwa tersebut adalah meminta agar masyarakat memilih. Tidak spesifik menyebut Golput itu haram.

"Fatwa itu meminta supaya memilih, memang tidak ada Golput, tapi memilih pemimpin," ujar Ma'ruf di Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (29/3).

Ketua Umum MUI itu menjelaskan, dalam pandangan hukum negara memberikan suara dalam Pemilu adalah hak. Namun, dalam pandangan agama berbeda. Umat memiliki kewajiban untuk memilih pemimpin.

"Kalau sistem hukum kita ikut pilpres itu hak, tapi dari perspektif agama itu kewajiban karena memilih pemimpin wajib," jelasnya.

Dari tafsir demikian, bisa disimpulkan bahwa Golput dalam perspektif agama haram. Kendati dalam fatwa tidak spesifik menyebutnya.

"Cuma diartikan kalau memilih wajib maka Golputnya jadi haram, otomatis, walaupun fatwa itu enggak ada bunyi seperti itu," tutur Ma'ruf.

Diberitakan, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Prof. Huzaimah menyebut pihaknya tidak pernah mengeluarkan fatwa golput haram. Dia menegaskan, MUI tidak pernah menerbitkan fatwa golput atau tidak memilih dalam Pemilu adalah haram.

"Tidak pernah MUI memfatwakan (golput) haram," kata Prof. Huzaimah dalam konferensi pers, di Kantor MUI, Jakarta, Selasa (26/3).

Huzaimah menjelaskan, MUI hanya mengimbau agar masyarakat menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2019. "Kami hanya mengimbau masyarakat agar menggunakan hak pilihnya untuk memilih pemimpin," katanya.

Selain itu, MUI juga merinci empat syarat yang harus dimiliki calon pemimpin yakni sidiq (jujur), amanah (terpercaya), tabligh (aspiratif dan komunikatif), dan fatonah (cerdas atau memiliki kemampuan).

Selain keempat syarat itu, seorang pemimpin juga harus beriman dan bertakwa. Syarat-syarat itulah, kata dia, yang harus dijadikan kriteria bagi masyarakat dalam memilih seorang pemimpin.

 

Reporter: Ahda Bayhaqi

Saksikan video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya