Kubu Prabowo Ungkap Dugaan Kecurangan Pemilu tapi Enggan Lapor ke MK

Syafi'i mengungkapkan pihaknya pernah memiliki pengalaman yang kurang baik saat menbawa perkara pemilu 2014 ke Mahkamah Konstitusi

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Mei 2019, 14:10 WIB
Diterbitkan 15 Mei 2019, 14:10 WIB
Prabowo Subianto
Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto saat menghadiri acara mengungkap fakta-fakta kecurangan Pilpres 2019 di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa, 14 Mei 2019. (Muhammad Genantan Saputra/Merdeka)

Liputan6.com, Jakarta - Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno Muhammad Syafi'i mengatakan pihaknya tidak akan membawa kasus dugaan kecurangan Pemilu yang telah diungkap ke publik ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Syafi'i mengaku pihaknya tidak percaya MK dapat adil dalam mengusut kecurangan pemilu yang mereka yakini. 

"Konstitusi sekarang sudah tidak berjalan. Konstitusi sudah tidak lagi dijalankan oleh pemerintah yang mendapat amanah untuk menjalankan konstitusi dengan sebaiknya dan seadil-adilnya. Kayaknya itu sudah tidak lagi dilaksanakan," ungkap Syafi'i di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (15/5/2019). 

Syafi'i mengungkapkan pihaknya pernah memiliki pengalaman yang kurang baik saat menbawa perkara pemilu 2014 ke MK. Kata dia, kala itu MK memutuskan sengketa tanpa memeriksa bukti yang dibawa kubu Prabowo

"Di 2014 yang lalu kita punya pengalaman yang buruk dengan MK. kita mengumpulkan barang bukti yang memang benar valid ya sampai 19 truk plano C1," ungkap dia. 

Syafi'i juga mengaku kecewa karena MK saat itu tidak memeriksa berkas dugaan kecurangan yang merekan bawa.

Dengan sangat mudah MK pada waktu itu mengatakan seandainya diperiksa satu per satu, toh perubahan angka kemenangan itu tidak akan berubah. Paling hanya menambah 1-2 persen saja suara Pak Prabowo waktu itu," sambung dia. 

Menurutnya cara yang mungkin akan ditempuh oleh BPN adalah mengandalkan gerakan kedaulatan rakyat. 

"Ketika Undang-Undang dasar dipastikan sudah tidak dilaksanakan, tolong diingat kedaulatan tetap berada di tangan rakyat. Nanti rakyat akan tunjukkan apa maunya dengan kedaulatan yang dimilikinya ketika kita sudah memastikan Undang-Undang dasar dan peraturan perundang-undangan tidak lagi dilaksanakan," ucap dia.

Istilah kedaulatan rakyat ini, sebelumnya mucul dari Anggota Dewan Pembina Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Amien Rais sebagai ganti dari istilah people power. Kedaulatan rakyat untuk melawan kecurangan yang terjadi di Pemilu 2019.

"Dari sekarang kita tidak gunakan people power, tapi gunakan 'kedaulatan rakyat'," ujar Amien saat menghadiri acara BPN Prabowo-Sandi bertajuk 'Mengungkapkan Fakta-Fakta Kecurangan Pilpres 2019' di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa, 14 Mei 2019.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Tolak Hasil Pemilu

BPN Paparkan Bukti Kecurangan Pemilu 2019
Capres dan Cawapres 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menghadiri acara Mengungkap Fakta-Fakta Kecurangan Pilpres 2019 di Jakarta, Selasa (14/5/2019). Dalam acara ini turut hadir para petinggi BPN dan menampilkan bukti-bukti kecurangan Pemilu 2019 yang ditemukan tim BPN. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Sebelumnya Ketua BPN Djoko Santoso menegaskan pihaknya menolak hasil perhitungan suara yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Penolakan karena BPN meyakini ada kecurangan di Pilpres 2019.

"Kami BPN Prabowo-Sandi bersama rakyat Indonesia yang sadar hak demokrasinya, menyatakan menolak hasil perhitungan suara dari KPU yang sedang berjalan," kata Ketua BPN Djoko Santoso dalam acara mengungkap fakta-fakta kecurangan Pilpres 2019 di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa, 14 Mei 2019.

Pihaknya juga menerima masukan dari beberapa ahli dan pakar atas kecurangan pemilu 2019. Menurutnya saat ini kecurangan pemilu bersifat terstruktur, sistematis, masif dan brutal.

Djoko menyebut beberapa waktu lalu pihaknya telah melayangkan surat kepada KPU dengan nomor 087/BPN/PS/v/2019 tanggal 1 Mei 2019 tentang audit terhadap IT KPU serta meminta dan mendesak menghentikan sistem perhitungan suara di KPU.

"Yang substansi agar KPU menghentikan perhitungan suara pemilu yang curang, terstruktur, sistematis dan masif," tambah Djoko Suyanto

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya