Pengamat: Jika PAN-Demokrat Berubah Haluan, Itu Pilihan Rasional

Ujang mengatakan, koalisi saat ini sifatnya temporer yaitu bergantung pada kepentingan, bukan koalisi ideologis yang bersifat permanen.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Jun 2019, 02:23 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2019, 02:23 WIB
Presiden Jokowi Terima AHY di Istana Merdeka
Presiden Joko Widodo atau Jokowi (kanan) berbincang dengan Ketua Kogasma Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (2/5/2019). Kedatangan AHY untuk bersilaturahmi dengan Jokowi. (Liputan6.com/Pool/Biro Pers Setpres)

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat politik Universitas Al Azhar Jakarta, Ujang Komaruddin menilai posisi Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat strategis untuk koalisi Jokowi-Ma'ruf lima tahun ke depan, yaitu untuk mengamankan berbagai kebijakan agar disetujui di parlemen.

"Kemungkinan Demokrat dan PAN untuk bergabung dengan koalisi Jokowi-Ma'ruf sangat terbuka. Jokowi-Ma'ruf butuh koalisinya kuat untuk mengamankan kebijakan di parlemen," kata Ujang di Jakarta, Minggu (9/6/2019).

Dia mengatakan, Jokowi-Ma'ruf memiliki kepentingan untuk mengamankan kebijakan-kebijakan pemerintah dan menjaga stabilitas politik dalam lima tahun ke depan.

Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Review itu, apabila jumlah partai politik dalam koalisi pemerintah bertambah kuat dengan bergabungnya PAN dan Demokrat, maka stabilitas politik juga bisa terjaga.

"Berbeda jika oposisi yang kuat, maka politik bisa saja akan gaduh terus ke depannya," ujarnya seperti dikutip Antara.

Ujang mengatakan, dalam koalisi yang ada, sifatnya temporer yaitu bergantung pada kepentingan, bukan koalisi ideologis yang bersifat permanen.

Menurut dia apabila Demokrat dan PAN ingin berubah haluan dengan mendukung Jokowi-Ma'ruf, merupakan pilihan rasional karena memikirkan nasib partainya pasca-Pemilu Presiden 2019.

"Tidak mungkin partai politik ingin kalah dan menderita, lalu mati-matian ada dalam barisan oposisi. Partai politik ada dan dibentuk untuk meraih kekuasaan dengan cara konstitusional yaitu melalui Pemilu," ujarnya.

Menurut dia, apabila sebuah parpol kalah maka keinginan untuk bergabung kepada yang menang itu akan semakin besar karena yang dikejar memang kekuasaan untuk kepentingan pemilu berikutnya.

Dia menilai apabila kedua parpol tersebut ingin aman dan posisinya strategis, maka lebih baik gabung dalam koalisi Jokowi-Ma'ruf karena dapat jabatan menteri dan memiliki modal politik untuk Pemilu 2024.

Menurut dia, apabila Demokrat dan PAN bermain di wilayah tengah atau tidak mendukung salah satu pihak, maka akan tertinggal jauh dan tidak bisa menikmati kekuasaan.

"Tapi apabila Demokrat dan PAN ingin keluar dari koalisi Prabowo-Sandi, harus dengan cara-cara halus dan baik. Bukan dengan cara-cara saling menyalahkan," tegasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya