Liputan6.com, Jakarta - BPN Prabowo-Sandi meminta MK memberhentikan seluruh komisioner KPU. Hal itu dimasukkan dalam laporan sengketa Pilpres 2019 atau gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).
Menanggapi hal tersebut, Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi menilai, tuntutan BPN Prabowo-Sandi tidak nyambung dan salah alamat.
"Menurut saya, mengajukan petitum ke MK untuk nonaktifkan KPU, berhentikan KPU ya agak salah alamat. Sebab itu bukan kewenangan MK, tetapi kewenangan DKPP," kata Pram di Kantor KPU RI, Kamis (13/6/2019).
Advertisement
Pramono menyebut, wewenang memberi sanksi hingga memberhentikan komisioner KPU berada di wilayah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP).
"Menurut saya itu bukan kewenangan MK. Kalau soal kode etik itu adalah kewenangan DKPP. Dan selama ini tidak ada laporan soal pelanggaran kode etik selama proses penyelenggaraan pemilu," ucapnya.
Sejak masa rekapitulasi hingga saat ini, menurut Pram, tidak ada laporan pelanggaran kode etik di DKPP oleh tim BPN Prabowo-Sandi. Namun BPN justru melaporkannya ke MK.
"Kami kan selama rekap berjanjang pun, sampai penetapan hasil pun sama sekali enggak ada laporan," kata komisioner KPU itu.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Hormati Permohonan BPN Prabowo-Sandi
Meski begitu, Pram tetap menghormati permohonan BPN Prabowo-Sandi ke MK untuk menghentikan komisioner KPU.
"Ya namanya permohonan ya nggak apa-apa. Ya namanya kan petitum. Soal diterima atau enggak, MK itu nanti," ujarnya menandaskan.
Tim hukum BPN Prabowo-Sandi telah menyerahkan berkas perbaikan permohonan sengketa hasil Pilpres 2019 ke MK. Ada beberapa pasal dan petitum yang ditambahkan dalam berkas perbaikan tersebut.
Salah satunya adalah meminta seluruh komisioner KPU diberhentikan.
"Memerintahkan kepada lembaga negara yang berwenang untuk melakukan pemberhentian seluruh komisioner dan melakukan rekruitmen baru untuk mengisi jabatan komisioner KPU," bunyi poin nomor 13 pada petitum permohonan PHPU BPN Prabowo-Sandi.
Advertisement