Liputan6.com, Jakarta Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menyinggung soal etika seorang presiden ketika bicara terkait wacana putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, yang digadang-gadang bakal maju sebagai calon wakil presiden (cawapres).
Tanda itu terlihat dengan adanya gugatan soal batasan umur calon presiden dan calon wakil presiden di Mahkamah Konstitusi (MK) yang dilayangkan Partai Sollidaritas Indonesia (PSI).
Baca Juga
Mardani mengingatkan ada etika yang perlu dijaga Jokowi sebagai seorang presiden.
Advertisement
"Walaupun kalau saya pribadi, pemimpin jangan bicara tentang hukum, tetapi etik," kata Mardani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/8/2023).
Apabila gugatan dikabulkan MK, maka Jokowi sangat bisa mendorong putranya yang saat ini menjabat wali kota Solo itu untuk maju di pilpres 2024. Tetapi secara etika, menurut Mardani, patut dipertanyakan.
Mardani mencontohkan sosok Presiden Amerika Serikat ke-44 Barack Obama yang memiliki standar moral tinggi. Seharusnya, kata Mardani, seorang presiden bisa mencontoh Obama, termasuk Jokowi.
Selama menjabat presiden, Obama tidak memanfaatkan posisinya untuk kepentingan politik keluarga. Termasuk setelah Obama selesai menjabat presiden, Michelle menegaskan tidak terjun ke politik.
"Kalau buat saya, Pak Jokowi selalu mengatakan, tidak ada hukum yang dilanggar. Nanti kalau ini mulus, ya memang enggak ada yang dilanggar," kata Mardani.
"Semestinya pemimpin kita meneladani Michelle dan Barack Obama," ucapnya.
Menurut Mardani, masyarakat juga bakal bergerak ketika putra Jokowi didorong maju sebagai calon wakil presiden (cawapres). Ia menilai bakal mendapatkan respons negatif dari masyarakat.
Dia memprediksi bakal terjadi gerakan agar tidak memilih Gibran bila akhirnya maju ke gelanggang pilpres 2024.
"Ya sebetulnya kalau Jokowi punya, itu keinginan personal, bisa diobjektifikasi oleh masyarakat. Masyarakat bisa menolak, jangan milih. Nah, nanti ada gerakan sipil bisa melakukan itu, tesa antitesa akan menjadi sintesa," ujar Mardani.
Â
PSI Gugat Batas Usia Minimal Capres dan Cawapres Menjadi 35 Tahun
Sebelumnya, PSI Partai Solidaritas Indonesia (PSI) memperjuangkan batas usia minimal capres dan cawapres RI dikembalikan menjadi 35 tahun seperti dua aturan UU Pemilu sebelumnya.
Hal ini diajukan PSI dan kader-kader muda PSI yaitu Anthony Winza, Danik Eka Rahmaningtyas, Dedek Prayudi, dan Mikhail Gorbachev Dom, didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PSI selaku kuasanya dalam permohonan hak uji materiil ke Mahkamah Konstitusi yang disidangkan, Senin (3/4/2023), dengan agenda pemeriksaan pendahuluan.
"Jangan kubur hak konstitusional 21,2 juta anak muda Indonesia usia 35-39 tahun untuk menjadi capres dan cawapres dengan syarat golongan umur yang diskriminatif. Banyak anak muda Indonesia yang sudah menunjukkan kompetensi dan prestasinya sebagai pemimpin daerah Indonesia seperti Emil Dardak dan Gibran Rakabuming Raka," tutur Francine Widjojo, Direktur LBH PSI, dalam keterangannya pada wartawan 3 April 2023.
Batasan usia minimal 40 tahun sebagai capres dan cawapres disyaratkan Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Padahal dalam kedua aturan UU Pemilu sebelumnya, Pasal 5 huruf (o) UU Nomor 42 Tahun 2008 dan Pasal 6 huruf (q) UU Nomor 23 Tahun 2003, hanya disyaratkan minimal 35 tahun.
"Untuk menjadi menteri tidak ada batas usia minimal. Sedangkan menteri dapat melaksanakan tugas kepresidenan seketika presiden dan wakil presiden Republik Indonesia mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya secara bersamaan dalam masa jabatannya, yang diatur dalam Pasal 8 ayat (3) UUD 1945. Sehingga ada potensi menteri yang belum berusia 40 tahun bisa melaksanakan tugas kepresidenan," imbuh Francine.
Pasal 8 ayat (3) UUD 1945 mengatur bahwa ketika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, maka pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama sama.
"Sutan Syahrir telah membuktikan kompetensinya dan menjadi Perdana Menteri termuda di dunia saat itu dan usianya belum mencapai 40 tahun. Pembatasan usia minimal 40 tahun sebagai capres dan cawapres melanggar Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang mengamanatkan persamaan kedudukan dan perlakuan yang sama di mata hukum sehingga harus dinyatakan inkonstitusional," kata Francine.
Â
Reporter: Ahda Bayhaqi
Sumber: Merdeka.com
Advertisement