Pemilu 2024, ASN Tangerang Selatan Diingatkan Tak Foto dengan Simbol Angka Pakai Jari

Wali Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Benyamin Davnie mengingatkan ASN di Pemkot Tangerang Selatan, Banten, agar tidak ada lagi menampilkan angka-angka yang disimbolkan dengan jari di Pemilu 2024.

oleh Rita Ayuningtyas diperbarui 25 Nov 2023, 15:35 WIB
Diterbitkan 25 Nov 2023, 15:35 WIB
Tingkat Mutu dan Produktivitas, Kemnaker Ajak ASN Indramayu Belajar dari Pelaku Industri
Ilustrasi Aparatur Sipil Negara atau PNS

Liputan6.com, Jakarta Wali Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Benyamin Davnie mengingatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkup Pemerintah Kota Tangerang Selatan, Banten, agar tidak ada lagi menampilkan angka-angka yang disimbolkan dengan jari. Hal ini sebagai bentuk netralitas menyambut Pemilu 2024.

"Saya selalu mewanti-wanti kepada teman-teman saya di Pemerintahan Kota Tangerang Selatan untuk bersikap netral. Sekarang, foto-foto sudah tidak ada lagi menampilkan angka-angka yang disimbolkan dengan jari. Hanya semangat saja, mengepal," kata Wali Kota Benyamin di Kantor Bawaslu, Puspiptek Setu, seperti dilansir Antara, Jumat 24 November 2023.

Tak hanya netralitas, dia juga mengimbau masyarakat untuk turut serta mewujudkan pemilu yang berkualitas. Hal tersebut diwujudkan lewat penggunaan hak pilihnya di pesta demokrasi tersebut.

"Salah satu ukurannya adalah partisipasi masyarakat yang sudah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Kalau dipresentasikan, diharapkan pada angka 70-80 persen warga menggunakan hak pilihnya," katanya.

Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Tangerang Selatan, Muhammad Acep mengatakan netralitas dalam pemilu wajib dijaga oleh ASN, TNI/Polri termasuk pula jajaran penyelenggaranya.

"Yang paling utama, kita harus netral. Jangan sampai penyelenggara menjadi pemain dalam pesta demokrasi ini," ujarnya..

Untuk mewujudkan pemilihan yang demokratis, pengawasan dan penegakan hukum harus pula dilakukan secara baik dan tegas.

"Maka kita harus menjaga integritas kita, rasa keadilan kita untuk peserta dan masyarakat. Maka tertulis untuk Panwaslu Kelurahan/Desa awasi, cegah, tindak, awasi terlebih dahulu. Kemudian, jika ada pelanggaran cegah dan jika tidak bisa dicegah maka lakukan penindakan. Itu yang kita lakukan dalam pengawasan pemilu," ujarnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Bisa Kena Sanksi

Aparatur Sipil Negara (ASN) diminta menjaga netralitas di masa Pemilu 2024. Bahkan, pemerintah sudah menerbitkan aturan berupa Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Penyelenggaraan Pemilu.

Dikutip dari situs setkab.go.id, SKB ini ditandatangani oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Plt. Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto, serta Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja di Kantor Kementerian PANRB, Jakarta, pada Kamis, 22 September 2022.

Staf Ahli Menteri Bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antarlembaga, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Togap Simangunsong menjelaskan, ada sanksi yang akan diberikan bagi ASN yang tidak netral saat Pemilu 2024.

 


Sanksi untuk ASN yang Tak Netral

"Sanksinya adalah pegawai negeri sipil yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi moral. Ini agak lembut sedikit," kata Togap dilansir dari Antara, Kamis (16/11/2023).

Menurut Togap, sanksi moral tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (1), (2), dan (3) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.

Sanksi moral terbagi dua, yaitu sanksi moral terbuka dan tertutup. Sanksi moral terbuka merupakan sanksi moral yang diberikan oleh instansi yang berwenang dan diumumkan secara terbuka.

"Sanksi moral tertutup, sanksi moral yang diberikan oleh instansi yang berwenang dan diumumkan secara tertutup dan terbatas," tambah dia.

Selain itu, ada juga sanksi hukuman disiplin, yakni hukuman disiplin sedang dan hukuman disiplin berat. Keduanya diatur dalam PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Togap memerinci hukuman disiplin sedang tersebut adalah pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25 persen selama 6 bulan; pemotongan kinerja sebesar 25 persen selama 9 bulan; atau pemotongan tunjangan sebesar 25 persen selama 12 bulan.

Sementara itu, hukuman disiplin berat terdiri atas penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan; pembebasan dari jabatan menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan bulan; dan pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.

Togap juga memaparkan jenis pelanggaran kode etik dan disiplin netralitas ASN yang termaktub dalam surat keputusan bersama (SKB) yang ditandatangani lima kementerian/lembaga pada tanggal 22 September 2022.

 


Bentuk Pelanggaran

Beberapa bentuk pelanggaran tersebut, kata dia, adalah memasang spanduk/baliho/alat peraga lainnya terkait dengan bakal calon peserta pemilu dan pemilihan serentak. Selanjutnya sosialisasi/kampanye media sosial/online terhadap bakal calon.

Selain itu, menghadiri deklarasi/kampanye pasangan bakal calon dan memberikan tindakan/dukungan secara aktif. Mengikuti deklarasi/kampanye bagi suami/istri bakal calon, serta menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

Adapun bakal calon yang dimaksud bukan hanya cakal calon presiden dan calon wakil presiden, melainkan juga bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD, gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota.

"Mem-posting pada media sosial atau media lain yang dapat diakses publik, foto bersama. Ini foto bersama karena suka berfoto dengan para tokoh. Ini hati-hati, foto-foto yang sudah 20 tahun lalu atau 10 tahun lalu atau yang masa lalu kadang-kadang bisa juga diangkat," kata Togap.

Perbuatan yang mencoreng netralitas ASN lainnya adalah membuat keputusan atau tindakan yang dapat menguntungkan atau merugikan partai politik atau calon atau pasangan calon pada masa sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.

"Menjadi tim ahli atau pemenangan atau konsultan atau sebutan lainnya bagi bakal calon atau pasangan calon peserta pemilu atau pemilihan sebelum penetapan peserta pemilu atau pemilihan," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya