Aktivis Ingatkan Pentingnya Jaga Stabilitas Jelang Pencoblosan Pilkada Maluku Utara 2024

Aktivis Maluku Utara Riswan Lagalante menilai, sebagai bagian dari proses demokrasi, Pilkada Maluku Utara 2024 harus dilaksanakan dengan jujur, adil, dan damai.

oleh Tim News diperbarui 24 Nov 2024, 21:03 WIB
Diterbitkan 24 Nov 2024, 17:00 WIB
Pandemi Corona Obrak-Abrik Tahapan Pilkada 2020 di Maluku Utara
8 kabupaten kota yang akan menggelar Pilkada Serentak 2020 di Maluku Utara adalah Halmahera Barat, Halmahera Utara, Halmahera Timur, Halmahera Selatan, Kepulauan Sula, Taliabu, Ternate dan Tidore Kepulauan.

Liputan6.com, Jakarta - Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada Serentak 2024 dalam beberapa hari ke depan di Maluku Utara menjadi momen yang sangat penting bagi masa depan daerah tersebut.

Sebagai bagian dari proses demokrasi, Pilkada 2024 harus dilaksanakan dengan jujur, adil, dan damai. Hal tersebut seperti juga disampaikan Aktivis Maluku Utara Riswan Lagalante.

"Agar Pilkada berjalan dengan lancar, netralitas menjadi hal yang sangat krusial, tidak hanya bagi penyelenggara, tetapi juga bagi aparat keamanan dan seluruh elemen masyarakat," ujar Riswan, melalui keterangan tertulis, Minggu (24/11/2024).

Dengan menjaga netralitas, lanjut dia, Pilkada Maluku Utara 2024 bisa berlangsung dengan hasil yang benar-benar mencerminkan kehendak rakyat, tanpa adanya intervensi yang merugikan.

Namun, menurut Riswan, sepanjang sejarah Pilkada di Maluku Utara, sejumlah pelanggaran dan permasalahan seringkali muncul, mengancam pelaksanaan Pilkada yang adil dan damai.

Dia menyebut, salah satu kasus yang cukup mencolok adalah pelanggaran yang melibatkan politik uang, intimidasi terhadap pemilih, dan ketidaknetralan aparat keamanan.

"Pada Pilkada sebelumnya, terdapat beberapa laporan tentang adanya pengaruh politik yang kuat dari pihak tertentu yang berusaha mengarahkan pilihan pemilih dengan cara yang tidak sah, termasuk distribusi uang untuk memenangkan kandidat tertentu," terang Riswan.

Selain itu, lanjut dia, beberapa laporan juga mencatat adanya intimidasi yang dilakukan oleh oknum tertentu yang memaksa pemilih untuk memilih calon tertentu, sebuah pelanggaran yang sangat merusak integritas demokrasi.

Riswan menilai, peran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai lembaga pengawas pemilu sangat vital dalam mendeteksi dan menindak praktik-praktik tersebut agar Pilkada tetap bersih.

 

Jaga Netralitas Aparat

Penyebab Petahana Halmahera Selatan Gagal Maju Pilkada di Maluku Utara
Dua pasangan bakal calon yang remi mendaftar di KPU Halmahera Selatan adalah Usman Sidik - Bassam Kasuba dan Helmi Umar Muksin - La Ode.

Riswan mengatakan, pada Pilkada sebelumnya juga, meski upaya untuk menjaga netralitas aparat keamanan sudah dilakukan, masih ada laporan mengenai keberpihakan aparat di lapangan.

"Dalam beberapa kejadian, pendukung salah satu calon mengklaim bahwa petugas keamanan terkesan lebih mendukung kandidat tertentu, sehingga menciptakan ketidakpercayaan di kalangan pendukung lainnya," kata dia.

Riswan menyebut, ketegangan antar pendukung calon juga sering kali memuncak pasca-debat kandidat. Misalnya, kata dia, dalam Pilkada yang baru saja berlangsung, debat kandidat menjadi ajang penting bagi masyarakat untuk melihat sejauh mana kredibilitas dan visi misi para calon.

Namun, dia menilai, tak jarang pascadebat, ketegangan antara pendukung calon yang berbeda memunculkan insiden-insiden kekerasan atau kekacauan.

"Salah satu insiden yang patut dicatat terjadi pada debat kandidat Pilgub kemaren, di mana para pendukung salah satu calon saling berhadap-hadapan setelah debat, menciptakan kerusuhan kecil yang melibatkan tindakan saling serang," ucap Riswan.

"Kejadian seperti ini bukan hanya merugikan pihak yang terlibat langsung, tetapi juga merusak citra Pilkada itu sendiri dan menciptakan ketakutan bagi masyarakat yang berpotensi mengurangi partisipasi pemilih," sambung dia.

Meskipun demikian, lanjut Riswan, bukan berarti situasi ini tak dapat dikelola. Di sinilah pentingnya peran aparat keamanan, lembaga penyelenggara pemilu, dan terutama masyarakat, untuk menjaga agar ketegangan yang ada tidak berkembang menjadi konflik besar.

 

Solusi Politik Kultural untuk Pilkada Damai

Pandemi Corona Obrak-Abrik Tahapan Pilkada 2020 di Maluku Utara
8 kabupaten kota yang akan menggelar Pilkada Serentak 2020 di Maluku Utara adalah Halmahera Barat, Halmahera Utara, Halmahera Timur, Halmahera Selatan, Kepulauan Sula, Taliabu, Ternate dan Tidore Kepulauan.

Riswan menjelaskan, untuk memastikan Pilkada yang damai di Maluku Utara, diperlukan solusi politik kultural yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat, dari tokoh agama, tokoh adat, hingga masyarakat umum.

"Salah satu pendekatan yang efektif adalah mengedepankan prinsip demokrasi kultural yang menekankan penghargaan terhadap perbedaan, kedamaian, dan persatuan, terlepas dari latar belakang suku, agama, atau pilihan politik," ucap dia.

Tokoh agama dan adat di Maluku Utara disebut Riswan, memiliki pengaruh besar dalam membangun kedamaian sosial. Mereka, kata dia, dapat berperan sebagai penyejuk di tengah ketegangan politik, mengingatkan umat dan masyarakat untuk tidak terprovokasi oleh isu-isu yang dapat memecah belah.

"Mendorong mereka untuk berperan aktif dalam mengedukasi pemilih tentang pentingnya memilih berdasarkan visi, bukan sentimen negatif terhadap calon lain, akan sangat bermanfaat," ucap Riswan.

Lebih lanjut, masyarakat perlu diajak untuk berpikir kritis, untuk tidak terjebak pada isu-isu hoaks atau fitnah yang seringkali muncul menjelang pemilihan.

"Kampanye yang lebih berfokus pada peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui pembangunan sosial dan ekonomi dapat menjadi daya tarik yang lebih positif daripada kampanye hitam yang hanya mengundang permusuhan," papar Riswan.

 

Penyelesaian Konflik Secara Kolaboratif

Ilustrasi - otak suara Pilkada. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Ilustrasi - otak suara Pilkada. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Riswan menilai, untuk menghindari kerusuhan antar pendukung calon, pendekatan kolaboratif dalam penyelesaian konflik sangat penting.

Jika terjadi ketegangan, lanjut dia, dialog antar kelompok pendukung calon dapat menjadi solusi untuk meredakan ketegangan. Misalnya, melibatkan tokoh masyarakat yang dihormati untuk menjadi mediator antara kedua belah pihak yang berselisih.

Menurut Riswan, lembaga seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu harus lebih tegas dalam mengawasi seluruh tahapan Pilkada, termasuk mengatasi potensi konflik yang muncul di lapangan.

"Mereka juga perlu bekerja sama dengan aparat keamanan untuk memastikan tidak ada pelanggaran yang terjadi, serta memastikan bahwa proses pemilu berjalan dengan transparansi penuh," kata dia.

"Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak pilih mereka dan pentingnya memilih secara bebas dari segala bentuk ancaman atau tekanan juga menjadi bagian dari solusi yang dapat diterapkan," sambung Riswan.

Dia menegaskan, netralitas aparat keamanan harus dijaga dengan sangat ketat, seperti Polisi, TNI, dan aparat lainnya harus bertindak secara profesional dan tidak terlibat dalam politik praktis.

"Jika terdapat laporan ketidaknetralan, maka harus ada tindakan yang tegas agar tidak menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap proses Pilkada," ucap Riswan.

Pada akhirnya, Pilkada yang damai di Maluku Utara bukan hanya tanggung jawab penyelenggara dan calon kandidat, tetapi juga tanggung jawab seluruh masyarakat.

"Dengan menjaga netralitas, menghindari kampanye negatif, dan memastikan keberagaman dihargai, kita dapat mewujudkan Pilkada yang jujur dan damai," terang dia.

"Ini adalah momen yang sangat penting bagi masyarakat Maluku Utara untuk menunjukkan bahwa meskipun berbeda dalam pilihan politik, mereka tetap bisa bersatu demi masa depan yang lebih baik dan lebih sejahtera," tandas Riswan.

Infografis Gelombang Demonstrasi Marak, DPR Batalkan Pengesahan Revisi UU Pilkada. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Gelombang Demonstrasi Marak, DPR Batalkan Pengesahan Revisi UU Pilkada. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya