Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum PP Pemuda Katolik, Stefanus Gusma, mengajak masyarakat untuk tidak langsung percaya dan menerima informasi di masa tenang ini, sebab bisa jadi informasi yang ada merupakan analisa konspirasi, bukanlah fakta yang ada.
Stefanus merujuk ada pernyataan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto yang mengeluarkan statement dan narasi berupa Partai Cokelat (Parcok) terlibat pemenangan kandidat tertentu di Pilkada 2024.
Baca Juga
Stefanus menilai bahwa pernyataan Hasto bisa membuat suasana jadi tidak nyaman di masa tenang ini.
Advertisement
"Saya sangat menyayangkan kenapa beliau mengeluarkan statement seperti itu? Partai Coklat yang dimaksud itu siapa? Apakah ini tuduhan terhadap mohon maaf, Polri? Saya berharap para kontestan dan elite politik membawa dan mengawal suasana lebih sejuk, damai, dan jauh dari isu SARA, provokasi dan hasutan," kata Ketua Umum PP Pemuda Katolik, Stefanus Gusma dalam keterangan resmi, Senin 25 November 2025.
Menurut Gusma, informasi ini perlu diluruskan agar publik dapat tahu.
"Saya sendiri masih sangat percaya dengan Polri, publik pun juga saya yakin masih percaya terhadap institusi ini. Tingkat kepercayaan terhadap Polisi pun berangsur-angsur meningkat pasca penanganan serius terhadap kasus Sambo, dan kepercayaan ini lebih tinggi dari kepercayaan publik terhadap partai politik," kata Gusma.
Pendapat Gusma merujuk pada survei yang dilakukan Litbang Kombas pada Juni 2024 yang menempatkan Polri di peringkat ke 2 dengan 73 persen tingkat kepercayaan publik.
Di satu sisi, lanjut Gusma, jika memang di lapangan ada fakta temuan oknum aparat bermain, lalu jika ada ancaman atau tekanan, atau jika Bawaslu bermain, atau jika ada KPU tidak profesional, atau aparatus negara yang tidak netral, hendaknya pihak yang menyuarakan hal itu segera melaporkan atau gunakan saluran dan ruang resmi yang diatur konstitusi untuk memproses itu.
"Kalau ada oknum main-main, ya laporkan ke Propam atau lapor ke jajaran diatasnya. Sejauh ini juga sudah ada kok oknum anggota polisi yang ditindak karena tidak netral dalam berbagai kasus. Jadi memakai diksi keterlibatan partai coklat juga menurut saya berlebihan dan tidak bijaksana," kata Gusma.
Â
Perlu Pencerahan
Lanjut Gusma, publik perlu pencerahan, tapi pencerahan akan gagasan dan visi misi.
"Bukan hoax, fitnah, dan hasutan," kata Gusma.
"Jangan memakai analisa konspirasi untuk memperkuat argumentasi atas agenda politis yang taruhannya adalah persatuan nasional. Melempar sesuatu yang tidak berdasarkan fakta atau hoax bahkan fitnah ke publik selain punya konsekuensi hukum, tentu punya konsekuensi sosial. Masyarakat bisa distrust terhadap lembaga-lembaga publik tersebut, dan resikonya bisa chaos," tegas Gusma.
Â
Advertisement