HEADLINE HARI INI

Muncul Wacana Perguruan Tinggi Dapat Izin Kelola Tambang, Plus Minusnya?

Sampah Untuk Hidup

oleh Liputan6 diperbarui 14 Apr 2017, 17:37 WIB
Diterbitkan 15 Apr 2017, 08:08 WIB
20170414-STORY SAMPAH UNTUK HIDUP-Tallo

20170414-STORY SAMPAH UNTUK HIDUP-Tallo

Sejak pagi dini hari Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Bekasi, telah ramai.
Foto 1 dari 9
20170414-STORY SAMPAH UNTUK HIDUP-Tallo

20170414-STORY SAMPAH UNTUK HIDUP-Tallo

Sejak pagi dini hari Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Bekasi, telah ramai. Sejumlah alat berat terlihat di oprasikan untuk mengatur sampah - sampah yang datang. (Liputan6.com/Johan Tallo)
Foto 2 dari 9
20170414-STORY SAMPAH UNTUK HIDUP-Tallo

20170414-STORY SAMPAH UNTUK HIDUP-Tallo

Aroma yang tak sedap menusuk hidung dari setiap penjuru Bantar Gebang yang merupakan tempat pengolahan sampah terbesar di Indonesia tersebut. (Liputan6.com/Johan Tallo)
Foto 3 dari 9
20170414-STORY SAMPAH UNTUK HIDUP-Tallo

20170414-STORY SAMPAH UNTUK HIDUP-Tallo

Setiap harinya, sekitar 7.000 ton sampah dari seluruh wilayah Jakarta dibuang di sini. Dan setengah dari 105.019 jiwa yang tinggal di lingkungan Bantar Gebang berprofesi sebagai pemulung. (Liputan6.com/Johan Tallo)
Foto 4 dari 9
Berita Terkait
20170414-STORY SAMPAH UNTUK HIDUP-Tallo

20170414-STORY SAMPAH UNTUK HIDUP-Tallo

Berbekal karung plastik yang telah dimodifikasi untuk dapat menampung sampah lebih banyak, para pemulung berjuang di antara tumpukan sampah. Tak lupa perlengkapan lainnya seperti kail dan sepatu butut setia melindungi kaki. (Liputan6.com/Johan Tallo)
Foto 5 dari 9
20170414-STORY SAMPAH UNTUK HIDUP-Tallo

20170414-STORY SAMPAH UNTUK HIDUP-Tallo

Selama 24 jam, puluhan hingga ratusan pemulung mengais nafkah dan hidup dari sampah buangan penduduk. Kendati tidak diakui pemerintah lokal, keberadaan mereka tidak diusik. (Liputan6.com/Johan Tallo)
Foto 6 dari 9
20170414-STORY SAMPAH UNTUK HIDUP-Tallo

20170414-STORY SAMPAH UNTUK HIDUP-Tallo

Perkampungan pemulung hanya berjarak 200 meter dari bukit sampah. Di sanalah para pemulung itu bertahan hidup dan mengais nafkah dari sampah buangan penduduk. (Liputan6.com/Johan Tallo)
Foto 7 dari 9
20170414-STORY SAMPAH UNTUK HIDUP-Tallo

20170414-STORY SAMPAH UNTUK HIDUP-Tallo

Mereka rata-rata tinggal di gubuk berukuran 1x4 meter, berdinding triplek lapuk, beralas dan beratap terpal. Jika hujan turun tak hanya bocor, banjir pun dialami di pemukiman pemulung tersebut. (Liputan6.com/Johan Tallo)
Foto 8 dari 9
20170414-STORY SAMPAH UNTUK HIDUP-Tallo

20170414-STORY SAMPAH UNTUK HIDUP-Tallo

Jika ditanya apa mereka ingin hidup yang lebih baik, ya tentu. Tapi untuk saat ini, mereka menikmati hidup di Bantar Gebang. Bau busuk dan pencemaran udara akibat gas metana yang dihasilkan sudah menjadi hal biasa bagi mereka. (Liputan6.com/Johan Tallo)
Foto 9 dari 9
20170414-STORY SAMPAH UNTUK HIDUP-Tallo

20170414-STORY SAMPAH UNTUK HIDUP-Tallo

Kendati belum ada solusi, Pemda DKI Jakarta melalui dinas kebersihan melakukan pemberian dan kompensasi masyarakat di TPST Bantar Gebang sebesar Rp 500.000 per tiga bulan dan pemberian pelayanan BPJS kepada 6000 pemulung. (Liputan6.com/Johan Tallo)