KPU Siapkan 2 Opsi Terkait Larangan Eks Napi Korupsi Jadi Caleg

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengatakan, pihaknya telah mempersiapkan dua opsi terkait larangan eks narapidana korupsi menjadi calon legislatif (caleg).

oleh Yunizafira Putri Arifin Widjaja diperbarui 17 Apr 2018, 21:04 WIB
Diterbitkan 17 Apr 2018, 21:04 WIB
Gerakan Coklit Serentak Pemilu 2019
Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan melaksanakan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih Pemilu 2019 secara serentaK. (Merdeka.com/ Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengatakan, pihaknya telah mempersiapkan dua opsi terkait larangan eks narapidana korupsi menjadi calon legislatif (caleg).

Menurut dia, kedua opsi tersebut berbeda dari bentuk implementasinya saja. Namun, tidak akan berbeda dari segi substansialnya.

"Iya, dua opsi ini substansi sama. Bahwa mantan napi korupsi itu, kita tidak perkenankan (mendaftar caleg) hanya mekanismenya beda," ujar Wahyu di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (17/4/2018).

Menurut dia, opsi pertama sesuai dengan draf Pasal 8 Peraturan KPU (PKPU) tentang pencalonan DPRD provinsi dan kabupaten/kota, yang mengatur adanya larangan mantan narapidana korupsi maju menjadi caleg.

"Misalnya, opsi pertama sesuai dengan aturan saat ini (Pasal 8). Pertama itu yang tadi itu," kata Wahyu.

Opsi kedua, akan diimplementasikan kepada partai politik, yakni sebagai syarat rekrutmen parpol yang mewajibkan para caleg tak boleh mantan koruptor.

"Lalu kedua, parpol dalam mekanisme rekrutmen pencarian caleg, akan menetapkan aturan larangan mantan napi korupsi," ucap Wahyu.

Dia menjelaskan dua opsi itu memiliki tingkatan yang sama. Tidak dapat kemudian diartikan sebagai opsi pertama lebih tinggi atau lebih kuat daripada opsi kedua, ataupun sebaliknya. 

"Sebenarnya dua opsi ini bukanlah dua opsi yang beda. Jadi bukan berarti opsi A lebih keras dari opsi B, atau tingkatan satu, tingkatan dua, tidak begitu. Hanya nanti impelementasinya saja (yang berbeda). Jadi dua opsi ini tidak menggambarkan gradasi ya," ujar Wahyu.

Jikapun nantinya opsi kedua yang diambil, maka opsi tersebut akan dituangkan ke draf Peraturan KPU dan tidak akan muncul sebagai peraturan baru yang berbeda. 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Dibahas Bersama DPR

Namun, sambung dia, tidak menutup kemungkinan bukan hanya satu opsi yang akan dipilih. Bisa jadi justru kedua opsi tersebut masuk ke aturan. 

"Ya, dua opsi itu tidak hanya bisa memilih salah satu, bisa salah satunya saja, bisa keduanya masuk," kata Wahyu.

Rencananya, kedua opsi tersebut akan dibahas oleh KPU ketika rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR selanjutnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya