Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih terus berkomunikasi dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri terkait data pemilih tambahan Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 31 juta. Sebab, KPU tak ingin masalah ini ramai menjadi bahan pemberitaan.
"Isinya disinkronkan, jangan malah ramai di publik seperti ini," kata Komisioner Bawaslu, Affifuddin, di Jakarta, Kamis (18/10/2018).
"Apa itu data anomali, misalnya NIK (Nomor izin Kependudukan) belum ada tapi sementara ada di Kemendagri lengkap. Nah, saling melengkapi saja. Ya ini harapan kita saling duduk bareng untuk saling mengklarifikasi saja," sambungnya.
Advertisement
Affifuddin menuturkan, Bawaslu segera mengirimkan surat kepada KPU dan Disdukcapil Kemendagri untuk bersama-sama membicarakan data pemilih yang saat ini menjadi polemik sebelum penetapan DPT pada 16 November 2018.
"Ya makanya mereka biar ketemu saja. Kami terus yang mengundang mereka untuk ketemu bareng, ini kan sama sama lembaga yang punya kepentingan. Secepatnya kami undang (lagi)," tutur Affifuddin.
Sebelumnya, KPU telah menetapkan DPT mencapai 187 juta jiwa. Namun, itu diperbaiki dan kembali ditetapkan sebagai DPT Hasil Perbaikan (DPTHP) pada Minggu 16Â September 2018. Jumlahnya sedikit berkurang daripada DPT yang telah ditetapkan. Akan tetapi KPU kembali membuka peluang dilakukan perbaikan selama 60 hari atau hingga 16 November 2018.
Sementara itu, Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakhrullah mengatakan, 31 juta pemilih yang tak masuk dalam DPT adalah jumlah warga yang sudah merekam data untuk e-KTP tapi belum ada di dalam DPT. Angka ini diketahui setelah Dukcapil Kemendagri melakukan analisis data pasca penetapan DPT oleh KPU pada 5 September 2018 lalu.
Langkah analisisnya, data Daftar Penduduk Potensial Pemilih (DP4) yang telah diserahkan pada 15 Desember 2017 itu berjumlah sekitar 196 juta data. Kemudian disandingkan dengan DPT yang telah ditetapkan yakni sekitar 187 juta data. Ternyata hanya 160 juta data saja yang selaras, dengan demikian ada sekitar 31 juta data yang tak selaras.
"Analisis ini dilakukan karena kita punya data base kepedudukan yang aktif, yang tiap 6 bulan diperbaiki, maka Kemendagri menyandingkan DPT dengan DP4 yang 196 juta itu. Yang sinkron 160 juta. Yang tidak sinkron ada 31 juta," kata Zudan.
Â
Tidak Ada Penyelundupan Data
Dia pun menegaskan, pihaknya tidak menyelundupkan data pemilih karena memang tak ada penambahan data pemilih, melainkan hanya ada data yang tak sinkron antara DP4 dan DPT.
Lalu, terkait analisis data DPT juga sebenarnya Kemendagri tak berkewajiban melakukan hal itu. Karena yang menjadi kewajiban Kemendagri yakni menyerahkan data DP4 dan itu sudah dilakukan pada 15 Desember 2017 lalu.
"Tidak ada yang diselundupkan atau ditambahkan. Jadi, Kemendagri membantu KPU dengan menunjukkan bahwa ini loh yang sudah dianalisis, ada penduduk yang sudah merekam tapi belum masuk dalam DPT," tegasnya.
Selain itu, ia pun mengungkapkan, untuk 31 juta data tersebut bisa diakses oleh KPU karena Kemendagri telah memberikan pasword sebagai hak akses data. Dengan demikian, KPU bisa dengan bebas membuka data Dukcapil setiap kali dibutuhkan.
"Tidak perlu lagi minta data by name, by adress karena sudah bisa membuka secara bebas," ungkapnya.
Kemendagri pun mempersilakan KPU untuk menggunakan akses itu untuk menyinkronkan DPT demi memperkecil selisih data ganda atau penduduk yang sedianya sudah ada di DPT tapi belum masuk di DPT.
"Kan data ada, tinggal ketik NIK, bisa dibuka. Ketik nama, ketik tanggal lahir, elemen data penduduk kan banyak. Kalau dengan hak akses, saya pastikan bisa dibuka. Gunakanlah password, username yang diberikan oleh dirjen dukcapil ke KPU secara optimal, pasti data pemilih DPT bisa lebih akurat," tutup Zudan.
Reporter: Nur Habibie
Sumber: Merdeka.com
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement