Ini Faktor Pemicu Kerawanan Pemilu 2019

Kerawanan yang ditemukan jelang pemilu adalah situasi politik polarisasi dari kedua kubu. Polarisasi juga diperparah dengan politik identitas.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Apr 2019, 09:41 WIB
Diterbitkan 10 Apr 2019, 09:41 WIB
pemilu-ilustrasi-caleg-131201b.jpg
Ilustrasi pemilu

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Intelijen dan kemanan Stanisiaus Riyanta mengatakan, ada beberapa kerawanan di sisa hari menjelang pencoblosan Pemilu 2019. Meski begitu, pemilu dipastikan dapat berjalan dengan lancar.

Kerawanan yang ditemukan jelang pemilu adalah situasi politik polarisasi dari kedua kubu. Polarisasi juga diperparah dengan politik identitas.

Ancaman lain dalam pelaksanaan pemilu, kata dia, adalah maraknya penyebaran berita hoaks yang bisa mengakibatkan kedua kubu menjadi korban hoaks. Selain itu, menurut Stanisiaus narasi yang disebarkan oleh beberapa pihak juga dapat memicu kerawanan.

"Narasi-narasi juga disebarkan yaitu narasi seperti kita pasti menang, kalau tidak menang kita berarti dicurangi. Ini adalah narasi-narasi yang ke depannya memunculkan kegaduhan adapun nanti pada pemungutan atau perhitungan suara," ujarnya saat menghadiri diskusi publik di Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Selasa, 9 April 2019.

Menurutnya narasi yang muncul tersebut adalah propaganda untuk legitimasi terutama oleh pihak yang tidak siap kalah.

Stanisiaus menyatakan, kerawanan yang muncul di detik-detik pemilu ini harus segera diatasi agar tidak menjadi semakin parah. Terutama soal politik identitas yang dapat menjadi pemicu konflik.

"Kalau tidak diatasi ini bisa jadi memperparah. Ancaman itu akan terjadi jika ada pintu masuk. Pintu masuknya kerawanan," katanya.

Selain itu, kata Stanisiaus, masih ada kerawanan lain yaitu pemilu menjadi ajang eksistensi kelompok yang sebetulnya sudah dilarang.

"Ada kelompok organisasi yang sudah dilarang, sekarang numpang eksis. Semua orang sudah tahu kelompoknya siapa dan di mana. Jadi dia masuk secara legal ke dalam aspek politik," kata dia.

Menurut Stanisiaus, jika kerawanan ini tidak segera diatasi maka akan menjadi ancaman. Ada empat ancaman yang berpotensi terjadi. Pertama, konflik yang muncul akibat kesiapan DPT dan logistik pemilu.

"Logistik tidak siap dapat bermasalah. Ini bisa munculkan konflik," ujarnya.

Kedua adalah politik uang yang bisa mengubah pandangan seseorang dan sangat berbahaya. Potensi ancaman berikutnya adalah konflik akibat ketidakpuasan masyarakat akan hasil pemilu. Jika selisih kemenangan capres hanya sedikit bisa memicu anggapan tertentu.

"Ini sangat rawan terjadi jika akhirnya selisih suaranya tipis. Jadi kalau mau aman lebih lancar ya selisih kemenangannya signifikan," jelas dia.

Ancaman keempat adalah ancaman teror yang terdiri dari dua bentuk. Pertama teror berdasarkan ideologi.

"Seperti yang kemarin ada penangkapan orang di Bandung itu mereka mempunyai rencana untuk membuat kekacauan pada waktu pencoblosan," ucap dia.

Kemudian ada teror yang terbentuk dari kelompok separatisme. Ini sempat terjadi di Papua, di mana ada kalompok-kelompok yang tidak ingin terjadi pemilu.

Meski begitu teror tersebut sudah berhasil ditangani dan kita mempunyai kekuatan dari TNI maupun Polri. Kekuatan ini dinilai Stanisiaus cukup untuk membantu mengamankan pemilu, sehingga masyarakat tidak perlu takut dengan ancaman keamanan.

Untuk mengantisipasi kerawanan yang telah disebutkan, KPU harus memastikan DPT dan logistik tidak bermasalah. Karena ketidaksiapan DPT maupun logistik dapat menjadi potensi masalah karena pemilih tidak dapat mencoblos.

Kemudian untuk mengantisipasi terjadinya kerawanan lain, kita harus bersama-sama mencegah terjadinya golput.

"Jadi tingkatkan partisipasi. Semakin banyak orang golput, semakin banyak sisa suara. Itu akan menjadi area untuk melakukan kecurangan," paparnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Tiga Skenario Yang Akan Terjadi

Ilustrasi Pemilu 1(Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi Pemilu 1(Liputan6.com/M.Iqbal)

Menurut Stanisiaus ada tiga skenario yang akan terjadi saat pemilu. Skenario pertama adalah pemilu yang aman dan damai. Ini adalah hal yang diharapkan.

"Ini terjadi jika keamanan DPT dan logistik, aparat kemanan cukup, dan tentu selisih kemenangan signifikan. Pemilu akan berjalan dengan baik," tuturnya.

Skenario kedua adalah terjadi dinamika kemanan dalam pemilu tetapi bisa segera diatasi. Ini bisa terjadi di TPS, salah satunya disebabkan penyelenggaraan pemilu yang tidak netral. Skenario selanjutnya adalah terjadi gangguan keamanan ekstrem yang mengganggu jalannya pemilu.

"Ini terjadi jika selisih kemenangan tipis, kemudian terjadi ancaman yang menjadi pintu masuk kedatangan teror dari kelompok separatisme," kata Stanisiaus.

Namun demikian, Stanisiaus yakin, ancaman Pemilu dapat diatasi. Karena, dia sudah melihat kesiapan TNI, Polri, dan BIN dalam pengamanan pesta demokrasi lima tahunan ini.

"Kekuatan ini cukup untuk mengamankan pemilu. Jadi tak perlu takut. Cegah golput, tingkatkan partisipasi, dan perlu ketegasan dari penyelenggara Pemilu untuk menjalankan aturan," katanya.

Menurutnya negara juga harus hadir dalam pelaksanaan pesta lima tahunan ini agar kerawanan itu tidak menimbulkan ancaman.

"Kunci kemanan itu adalah kehadiran negara karena kalau nagara tidak hadir maka itu berpotensi orang untuk melakukan ancaman," pungkasnya.

Dewi Larasati

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya