Perkantoran CBD Jakarta di Titik Nadir?

Pasar perkantoran terus diwarnai dengan perlambatan permintaan dari tenant sebagai akibat dari lesunya aktivitas bisnis.

oleh Anto Erawan diperbarui 03 Mar 2016, 15:05 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2016, 15:05 WIB
RumahCom-Perkantoran CBD Jakarta di Titik Nadir?
Pasar perkantoran terus diwarnai dengan perlambatan permintaan dari tenant sebagai akibat dari lesunya aktivitas bisnis dan melemahnya...

Liputan6.com, Jakarta - Pasar perkantoran terus diwarnai dengan perlambatan permintaan dari tenant sebagai akibat dari  aktivitas bisnis yang lesu dan sentimen investor yang melemah.

Permintaan ruang kantor terus menurun di kuartal IV-2015 seiring dengan tenant yang berusaha mengelola biaya operasional, sementara permintaan dari perusahaan baru sangat terbatas lantaran kondisi ekonomi yang nyaris tak bergerak.

Demikian hasil riset yang dilakukan konsultan properti Savills Indonesia yang ditulis Kamis (3/3/2016) seperti dinukil dari laman Rumah.com.

Di sisi lain, pasokan baru yang signifikan memasuki pasar menyusul rampungnya beberapa proyek. Lebih dari 510.000 m2 suplai baru berada di kawasan CBD Jakarta pada 2015 dari tujuh proyek, antara lain Sahid Sudirman Center, Noble House, AIA Sentral, Wisma Mulia 2, dan Centennial Tower.

Hingga akhir 2015, jumlah stok perkantoran yang ada di CBD Jakarta mencapai sekitar 5,19 juta m2 yang didominasi perkantoran Grade B (34 persen) dan Grade A (33 persen), diikuti perkantoran kelas Premium (20 persen). Sementara pasokan gedung kelas C berkisar 13 persen dari total suplai.

Terlepas dari pertumbuhan pasokan baru dan pasar sewa yang menarik, permintaan perkantoran terlihat belum tumbuh, disebabkan aktivitas perusahaan yang lemah. Akibatnya, sebagian besar gedung perkantoran baru mengalami hunian rendah setelah beroperasi.

Kondisi ini menyebabkan peningkatan ruang kosong di pasar perkantoran. Secara keseluruhan, ruang kosong di CBD melonjak dari 4,8 persen pada 2014 menjadi 11,8 persen pada akhir 2015.

Take-Up Rendah

Terbatasnya ekspansi penyewa pada 2015 mengakibatkan nett take-up tahunan sangat rendah, yakni berada di angka 100.000 m2. Dibandingkan 2014 dengan nett take-up yang sangat buruk—pertumbuhan nett take-up tahunan 2015 berkisar 20 persen. Padahal, total pasokan baru di 2015 mencapai 16 kali lebih tinggi dari pasokan tahunan di 2014.

Secara keseluruhan, permintaan ruang perkantoran di CBD terutama diserap oleh gedung Grade A dan C. Sementara itu, gedung Premium dan Grade B mengalami take-up negatif di 2105.

Dengan angka take-up yang tidak tinggi, ruang kosong di gedung Premium dan Grade A naik cukup signifikan, sementara kekosongan di gedung Grade B dan C relatif stabil.

Hingga akhir 2015, ruang kosong di gedung Premium meningkat menjadi 8,7 persen sementara di Grade B dan C sekitar 6,3 persen dan 5,4 persen. Selanjutnya, ruang kosong di gedung Grade A melonjak dari 6,4 persen pada 2014 menjadi 21,9 persen pada akhir 2015.

Saat ini terdapat sekitar 613.000 m2 ruang kosong di gedung perkantoran CBD Jakarta, yang bersaing dengan stok perkantoran baru untuk menarik konsumen.

Perlambatan take-up berdampak pada pertumbuhan sewa selama dua tahun terakhir. Koreksi pasar dapat dilihat terutama di segmen Premium dan Grade A yang juga dipengaruhi oleh fluktuasi mata uang.

Selain itu, di 2015 juga terjadi koreksi harga sewa di semua segmen. Gedung Grade Premium mengalami penurunan harga tahunan paling signifikan, yakni 12 persen, diikuti oleh Grade A (-7 persen), sedangkan Grade B dan C turun 3 persen-4 persen.

Koreksi Terjadi Hingga 2019

Dalam tiga sampai empat tahun ke depan, pasokan baru dalam jumlah signifikan akan memasuki pasar perkantoran CBD Jakarta dari berbagai proyek yang tengah dibangun. Sekitar 2,3 juta m2 pasokan baru dijadwalkan selesai antara 2016 dan 2019. Belum lagi sejumlah proyek yang sedang menunggu perizinan.

Setiap tahun, pasar akan menerima sekitar 500.000 m2 pasokan baru selama dua tahun ke depan (2016-2017). Angka ini kemungkinan akan tumbuh menjadi sekitar 600 ribu m2 per tahun pada periode 2018-2019.

Dilihat dari grade perkantoran, sebagian besar pasokan yang akan masuk disumbang oleh Grade A (55 persen), diikuti grade Premium (41 persen). Dilihat dari wilayah, sekitar 45 persen pasokan akan berlokasi di sepanjang koridor Sudirman.

Sementara, proyek-proyek di Rasuna Said dan Gatot Subroto masing-masing mencapai 36 persen dan 11 persen. Sedangkan 8 persen pasokan akan berada di bilangan Thamrin.

Dalam jangka pendek, tingkat permintaan diperkirakan akan tetap terbatas, dengan ekspektasi pemulihan ekonomi akan berlangsung secara bertahap.

Dengan tingkat permintaan diproyeksikan tumbuh secara bertahap, tingkat pasokan dalam jumlah yang signifikan diprediksi akan meningkatkan kekosongan ruang kantor lebih tinggi. Savills Indonesia memerkirakan ruang perkantoran kosong di CBD Jakarta akan melebihi 20 persen pada 2019.

Lonjakan suplai ruang juga akan membuat harga kantor sewa menjadi lebih rendah, khususnya di perkantoran Grade Premium dan A.

Berdasarkan skenario moderat, Savills Indonesia memprediksi harga sewa di gedung Grade Premium dan Grade A masing-masing menurun sebesar 40 persen dan 34 persen pada 2019. Pada periode sama, harga sewa di Grade B dan C diperkirakan terpangkas 26 persen – 28 persen. (Anto E/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya