Liputan6.com, Jakarta Pada proses pembelian properti bekas, upaya balik nama sertifikat ternyata merupakan hal penting dan sensitif. Masalahnya seringkali terjadi kasus seperti hak kepemilikan atas tanah atau bangunan yang berujung sengketa antara penjual dan pembelinya.
Parahnya, kasus sengketa tersebut tidak hanya terjadi kepada mereka yang tidak saling kenal saja, tapi juga yang memiliki hubungan keluarga atau saudara. Di mana yang menjual dan membeli memiliki hubungan kekeluargaan. Misalnya seorang kakak yang menjual tanah kepada adiknya.
Dari fenemona ini sepertinya tidak banyak yang memahami bahwa Hukum Agraria di Indonesia masih bersumber dari hukum adat.
Advertisement
Baca Juga
Grace Giovani, Notaris dan PPAT, seperti dilansir dari situs Rumah.com, menjelaskan maksud Hukum Agraria di Indonesia yang bersumber dari hukum adat.
“Pada asas Hukum Agraria diterangkan asas terang dan tunai yang merupakan bentuk dasar dari hukum adat. Maksudnya, jual beli harus dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang misalnya PPAT dan Camat yang merangkap juga sebagai PPAT. Selain itu, dalam prosesnya dibutuhkan pembayaran atas jual beli.”
“Jadi transaksi penjualan dianggap sah apabila kedua syarat yang telah disebutkan terselesaikan.
Nanti, pihak PPAT berkewajiban mendaftarkan jual beli tersebut ke kantor pertanahan setempat untuk melakukan balik namanya ke atas nama pembeli,” tulis Grace.
Ironisnya, pada kasus jual beli antara sesama keluarga kerap tidak mengindahkan asas terang dan tunai. Misalnya, sang pembeli hanya bermodalkan PBB dan kwitansi sebagai bukti transaksi.
Hal tersebut tentunya bisa jadi masalah apabila di masa depan sang adik (pembeli) ternyata meninggal dunia, dan Sertifikat Hak Milik (SHM) belum sempat balik nama maka tidak ada bukti yang legal akan hak kepemilihan sebuah aset.
(Lihat juga: Prosedur dan biaya balik nama sertifikat di sini)
Logikanya, buat apa Anda membeli properti dan memegang sertifikat yang ternyata bukan punya Anda? Meskipun, secara fakta Anda sudah membayar kontan kepada saudara Anda.
Bayangkan bila Anda meninggal dunia, dan Anda sudah membayar lunas, tetapi tidak ada bukti hukum yang jelas bahwa Andalah sang pemilik tanah tersebut. Bukan aset yang ditinggalkan, tetapi sengketa keluarga yang diwariskan.
Jangan anggap remeh pembagian harta warisan
Selain proses jual beli, urgensi Anda harus segera balik nama sertifikat juga berlaku untuk pembagian harta warisan, khususnya untuk harta warisan yang berupa properti.
Setiap aset yang dijadikan harta warisan memerlukan tandatangan seluruh ahli waris dalam proses turun waris atau balik nama ke atas nama pewaris.
Apabila aset harta warisan masih belum lunas, disarankan untuk bisa juga menggunakan pengikatan jual beli. Dan apabila ada salah satu pewaris ada yang meninggal, sebaiknya proses ganti nama harus dilakukan segera.
Jika sudah meninggal, proses balik nama akan lebih berbelit, artinya prosesnya menjadi dua kali, sehingga akan ‘memakan’ waktu dua kali lebih lama dengann dana dua kali lipat besarnya.
Feature picture: pixabay.com