Liputan6.com, Jakarta Mungkin Anda sudah tak asing lagi dengan istilah poligami. Poligami adalah sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan.
Seperti dilansir dari laman Rumah.com Ustad. Bendri Jaisyurrahman menegaskan harfiah adil berpoligami bukan ditinjau dari takaran material saja, tetapi juga perlakuan, ucapan, dan keutuhan rumah tangga secara menyeluruh sebagai kewajiban dasarnya.
“Banyak orang yang salah kaprah saat memandang soal poligami. Seakan sudah mampu secara materi, lalu ia berpoligami. Padahal, ada syarat yang harus dipenuhi, yakni adil bagi istri-istri dan juga anak-anak dari istri-istrinya. Jika tidak dipenuhi maka bisa menimbulkan kerusakan. Kalau sudah begitu, lebih baik monogami, toh monogami juga memiliki kemuliaan di mata Allah,” ucapnya.
Advertisement
Baca Juga
Berbicara keadilan dalam urusan poligami, Ust. Bendri memaparkan sejumlah kisah Nabi yang bisa dijadikan pelajaran, seperti kisah Nabi Yusuf dimana ia dijatuhkan ke dalam sumur oleh saudara-saudara satu bapak dari Nabi Yakub. dan kisah Nabi Ibrahim AS yang juga berpoligami dengan keempat istrinya Siti Sarah, Siti Hajar, Qanthura, dan Hajun binti Amin.
“Pada kisah Nabi Ibrahim, dikisahkan keempat istrinya tinggal di tempat bahkan negara yang berbeda. Hasilnya, tidak terjadi kecemburuan yang meletup-letup baik pada istri-istrinya dan juga anak-anaknya. Berbeda dengan alkisah Nabi Yakub yang mengisahkan kecemburuan bagi anak-anak mereka yang tinggal satu atap,” jelasnya.
Agar tidak terjadi kecemburuan baik pada istri-istri maupun anak-anak mereka, Ust. Bendri menyarankan untuk melakukan beberapa hal berikut, terutama yang berkaitan dengan mengatur hunian. Berikut ulasannya:
1. Idealnya tidak tinggal satu atap
“Memang dalam Islam tidak tertuang jelas apakah berpoligami harus atau tidak tinggal satu atap bersama istri-istri dan anak-anak mereka. Tetapi hal yang harus diingat, syarat adil baik materi, perilaku, dan lisan tadi apakah dengan tinggal menetap satu atap bisa menjaga keutuhan semuanya?”
“Jika iya silakan. Tetapi, ingat manusia adalah makhluk yang tidak sempurna. Dan kecenderungan hati pasti akan dialami oleh suami atau ayah. Jadi, sebaiknya untuk menghindari itu, idealnya tidak tinggal satu atap,” imbuh Ust. Bendri.
Ia juga menegaskan, tidak tinggal dalam satu atap sejatinya menghindari rasa cemburu baik dari sesama istri dan anak-anak mereka.
2. Suami tidak boleh tidur satu kamar dengan semua istri-istrinya
Selain berbeda atap, suami dan istri-istrinya tidak boleh tidur dalam satu kamar. Kendati diadakan family gathering (jumpa keluarga) aturan saling mengunjungi masih diperbolehkan. Tetapi tidak tidur dalam satu kamar.
“Ada jarak aurat yang harus diperhatikan oleh sesama Muslimah. Adapun yang berhak melihat seluruh aurat adalah suami. Jadi istri tentu saja tidak ‘diperkenankan’ tidur bersama dengan wanita lain meskipun ada suaminya disitu. Sebab ditakutkan menyinggung perasaan istri tua yang mungkin merasa kurang dalam hal fisik,” tutur Ust. Bendri.
3. Atur lokasi tempat tinggal antar istri dan anak-anaknya
Pria berpoligami diasumsikan sebagai pria yang berkecukupan secara materi. Jika memungkinkan, menurut Ust. Bendri menyarankan untuk mengatur lokasi tempat tinggal antar istri dan anak-anaknya.
“Jarak lokasi rumah antara istri satu dan istri lain beserta anak-anaknya idealnya tidak berada dalam satu wilayah yang mudah menjangkau satu sama lain. Misalnya tidak mudah bertemu saat harus berbelanja atau mengantar anak sekolah. Intinya tidak dalam satu wilayah dengan kegiatan istri dan anak-anaknya” tuturnya.
(Simak juga: Daftar Rumah di Bandung klik di sini)
4. Tidak ada aturan baku harus memberikan rumah dengan harga yang seimbang
Terakhir, Ust. Bendri mengingatkan poligami tidak mengharuskan memberikan materi dengan besaran yang sama. Sebab, menurutnya keadilan bisa dikomunikasikan dengan baik-baik sesuai dengan kebutuhan.
“Tidak ada aturan suami membagi jatah rumah sesuai besaran NJOP nya atau tipe rumahnya. Perlu diambil hikmah saat Siti Khadijah meninggal, Rasulullah SAW memiliki tiga istri salah satunya adalah Aisyah”
“Pada kisah tersebut, Siti Aisyah sempat meminta lebih materi dari istri-istri lainnya kepada Rasulullah SAW dengan alasan ia merupakan istri yang masih perawan. Tapi, Rasulullah berkomunikasi dengannya dan memberi perlakuan lebih berupa romansa di depan khalayak dibandingkan istri-istri lainnya. Dan perilaku inilah yang tidak sebanding dengan materi lainnya,” paparnya.
Foto: Daily Mail