Liputan6.com, Jakarta Pemerintah hingga kini terus membangun rumah-rumah dengan harga terjangkau bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan para pekerja, baik yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) maupun pengembang.
Tidak hanya menyediakan rumah, Kementerian PUPR juga menyiapkan bantuan pembiayaan melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Pemerintah (FLPP), sehingga MBR dapat memperoleh KPR Subsidi.
Baca Juga
Meski demikian, tidak seluruh masyarakat bisa memiliki rumah layak huni sehingga Pemerintah menerapkan alternatif lain yakni menyiapkan tempat tinggal dengan sistem sewa.
Advertisement
Dalam hal ini, Kementerian PUPR membangun rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) yang mulai dibangun pada 2015 untuk mendukung Program Satu Juta Rumah.
“Program Satu Juta Rumah targetnya adalah mengurangi backlog (kekurangan jumlah rumah) sehingga masyarakat bisa tinggal di rumah layak huni. Bagi yang belum dapat memiliki rumah, diharapkan dapat tinggal Rusunawa,” urai Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan, Syarif Burhanuddin, dalam siaran pers yang dikutip Rumah.com.
Pada 2015 dan 2016, Kementerian PUPR mengklaim sudah membangun sebanyak 150,5 Twin Block (TB) Rusunawa di Jawa Tengah. Mencakup 15 TB untuk MBR, 12,5 TB untuk TNI, 8 TB untuk POLRI, 33 TB untuk mahasiswa, dan 82 TB untuk pondok pesantren.
Sedangkan pada 2017, Jateng akan menerima pembangunan 7 TB baru yang tersebar di Kota Semarang, Wonosobo, Surakarta, Magelang, dan Kabupaten Semarang.
“Selain membangun rusunawa baru, kami juga akan merevitalasasi setidaknya 34,5 TB rusunawa di Jateng yang tidak layak huni karena rusak,” kata Syarif.
Rusunawa Nelayan di Lombok
Tak hanya membidik wilayah Jawa Tengah, Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan juga telah meresmikan Rumah Susun Sewa untuk para nelayan atau MBR yang bertempat tinggal di Lombok.
Pembangunan rusunawa diharapkan agar nelayan bisa menempati rumah layak huni dan dekat dengan tempat mereka beraktivitas.
“Hampir seluruh nelayan saat ini menempati rumah tapak yang kurang layak, oleh karenanya kami bangunkan rusunawa. Tapi sebelum menempati rusun tersebut, kami berikan dulu sosialisasi tata cara dan pemahaman tinggal di rumah susun jadi mereka paham tentang benda dan barang milik bersama, serta harus menjaga dan merawat aset Pemerintah dengan baik,” Syarif menjelaskan.
“Contohnya mulai dari dari cara menyelamatkan diri saat terjadi kebakaran, cara pemeliharaan rusun, tata cara membuang sampah, juga cara menghemat listrik dan air,” ia menambahkan.
Rusunawa yang dialokasikan sebanyak 114 unit ini terdiri dari 5 lantai, yang sudah difasilitasi dengan meubelair, listrik dan air. Dari 114 unit yang dialokasikan, 61 unitnya sudah terhuni oleh nelayan atau MBR di pesisir labuhan Lombok.
Soal biaya sewa, Syarif menyatakan hal tersebut merupakan murni keputusan dari Pemda setempat.
“Harga sewanya berbeda. Semakin tinggi lantainya, maka harganya semakin murah. Harga sewa saat ini dibandrol antara Rp100.000 sampai Rp150.000,” terang Kepala Satker Provinsi NTB, Wahyu Kusno Ali Swadono.
Selain rusun, masyarakat berpenghasilan rendah juga bisa menikmati rumah subsidi yang telah dipasarkan sejumlah pengembang sejak 2015 lalu. Daftarnya pun bisa ditemukan dengan mudah di Perumahan Baru yang menyajikan rumah subsidi dengan harga mulai Rp126 Jutaan.