Waspada Aksi Spekulan Cari Cuan di Ibu Kota Baru

Ada beberapa aspek yang dikaji dalam pemindahan ibu kota ini. Mulai dari penentuan lokasi, estimasi pendanaan, dan tata kota.

oleh Fathia Azkia diperbarui 19 Jul 2017, 11:14 WIB
Diterbitkan 19 Jul 2017, 11:14 WIB
20160608-Wajah Kepadatan Penduduk Ibu Kota yang Carut Marut-Jakarta
Kepadatan gedung bertingkat dan pemukiman penduduk dilihat dari kawasan Jembatan Besi, Jakarta, 5 Juni 2016. Tingkat kepadatan penduduk yang tinggi memicu berbagai permasalahan, dari tata ruang, kemiskinan hingga kriminalitas. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Diinisiasi sejak era Presiden Soekarno sebagai presiden pertama Republik Indonesia, wacana tentang pemindahan ibu kota dari Jakarta kini kembali mencuat.

Kali ini, pada periode kepemimpinan presiden ketujuh, Joko Widodo, melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, rencana pemindahan ibu kota kembali mencuat.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro menyatakan bahwa lembaga yang dipimpinnya (Bappenas) sedang menyiapkan kajian pemindahan ibu kota, termasuk skema pendanaan, yang akan rampung tahun ini.

Ada beberapa aspek yang dikaji dalam pemindahan ibu kota ini. Mulai dari penentuan lokasi, estimasi pendanaan, dan tata kota.

Baca juga: Ada Tiga Provinsi Calon Ibu Kota Baru Pilihan Jokowi

Menurut Country Manager Rumah.com, Wasudewan, ada beberapa lokasi yang dianggap paling ideal untuk ibu kota baru lantaran beberapa faktor. Salah satunya adalah Palangkaraya sebagai ibu kota Provinsi Kalimatan Tengah.

“Palangkaraya merupakan daerah antigempa, di samping wilayahnya masih memiliki ratusan hektar tanah kosong yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan infrastruktur dan pembangunan pusat administrasi baru,” jelas Wasudewan.

Selain Palangkaraya, daerah lain yang bisa dijadikan opsi calon ibu kota menurut Wasudewan adalah Jonggol, Jawa Barat, seperti yang pernah diwacanakan pada periode Presiden Soeharto.

Alternatif lainnya adalah Karawang, karena saat ini pertumbuhan industrinya relatif lebih berkembang.

“Ongkos pemindahan ibu kota tentu tidak sedikit. Oleh sebab itu, Jonggol dan Karawang yang berjarak kurang dari 100 km dari pusat Jakarta bisa jadi alternatif yang pas. Pilihan lain yang layak  dipertimbangkan oleh pemerintah adalah Palembang yang sarana maupun tingkat pendapatan per kapitanya sudah cukup baik,” imbuhnya.

Wasudewan menambahkan bahwa pemindahan ibu kota suatu negara bukanlah hal yang baru, namun bila ini terjadi di Indonesia, nampaknya Indonesia akan jadi negara pertama yang melakukannya di era digital.

Karenanya, selain fasilitas fisik, ketersediaan infrastruktur digital juga menjadi hal mutlak. Jangan lupa, pemerintah pun mengarah pada e-Government.

(Meski ibu kota Indonesia tak lagi di Jakarta, investasi properti di kota metropolitan ini tetap menarik untuk dimiliki. Tertarik punya rumah baru di Jakarta harga Rp2 miliaran? Lihat pilihannya di sini!)

Issue yang sedang menghangat ini juga bisa menimbulkan aksi ambil untung dari para spekulan tanah dan lahan. Untuk itu kami mencoba memberikan solusi bagi para pencari lahan baik untuk rumah maupun yang lain untuk mendapatkan transparansi data properti yang kami hadirkan melalui Rumah.com Property Index,” jelas Wasudewan.

Data Rumah.com Property Index ini cukup penting digunakan karena merupakan hasil analisis dari 400.000 listing properti yang diakses 3,4 Juta pengunjung Rumah.com setiap bulannya. Dimana para pengunjung tersebut juga mengunjungi 17 Juta halaman properti Rumah.com setiap bulan.

Sebagai contoh, dari listing yang ada di Rumah.com, saat ini harga tanah di tengah Kota Palangkaraya masih dibanderol cukup terjangkau, kisaran Rp350 ribu per meter persegi untuk lahan yang terletak strategis tepat di tepi jalan.

Sementara untuk lahan kosong yang lokasinya lebih jauh dari pusat kota, harga dipasaran jauh lebih murah lagi yakni hanya sekitar Rp40 ribu per meter persegi.

Menurut Wasudewan, kenaikan harga tanah biasanya akan terjadi jika pemerintah sudah memutuskan untuk memindahkan ibu kota ke Palangkaraya atau jika sudah mulai marak pembangunan proyek infrastruktur seperti jalan tol dan lain-lain.

Pemerintah khususnya Badan Pertanahan Nasional (BPN) harus mampu mencegah permainan spekulan tanah.

Pemindahan ibu kota sama artinya dengan memberi peluang untuk harga tanah itu naik, karena jika semua kantor administrasi bakal pindah ke ibu kota baru tersebut  maka pasti akan ada ribuan keluarga yang butuh tempat tinggal.

“Ini akan jadi satu ruang investasi baru yang sangat besar karena luasan lahan yang dibutuhkan juga sangat besar. Oleh karena itu, isu utama seputar properti yang harus diantisipasi terkait wacana pemindahan ibu kota ini adalah spekulan tanah. Sehingga kebutuhan akan transparansi data properti baik lahan maupun rumah sangatlah penting,” pungkas Wasudewan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya