Konflik Bandara Kulon Progo Masih Panas

Meski diwarnai bentrok, penghitungan ganti rugi lahan warga yang terkena pembangunan Bandara Kulon Progo tetap dilanjutkan.

oleh Yanuar H diperbarui 17 Feb 2016, 22:34 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2016, 22:34 WIB
20151105-Tolak Pembangunan Bandara, Mahasiswa Tidur di Jalan Malioboro-Jateng
Sejumlah mahasiswa melakukan aksi protes di pintu gerbang gedung Gubernuran, Yogyakarta, Jateng, Kamis (5/11/2015). Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk penolakan pendirian Bandara di Temon, Kulon Progo. (Boy T Harjanto)

Liputan6.com, Yogyakarta - Kisruh pembangunan bandara baru Yogyakarta di Kulon Progo memanas. Ratusan warga terlibat bentrok dengan aparat saat BPN Kulon Progo akan mematok dan mengukur lahan, Selasa kemarin.

LBH Yogyakarta dan Wahana Tri Tunggal merilis sedikitnya 15 orang terluka akibat bentrokan itu. Namun, saat dikonfirmasi, Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo mengatakan bentrokan yang berlangsung 16 Februari 2016, masih wajar.

Hasto menyebut situasi pertentangan justru lebih parah di awal rencana pembangunan bandara digulirkan. Saat itu, lebih banyak petugas polisi yang berjaga. Hal itu, kata dia, demi pekerjaan pembangunan bandara cepat selesai.

"Lebih ricuh dari dulu-dulu. Ada yang kebakaran gardu segala macem. Kalau sekarang lebih tenang. Lebih kondusif lebih aman," ujar Hasto di sela-sela acara pelantikan Bupati-Wakil Bupati di Komplek Kepatihan, Yogyakarta, Rabu (17/2/2016).

Hasto menuturkan polisi dilibatkan untuk mengamankan tim BPN yang mengklarifikasi lahan. Hal itu merupakan bagian yang harus dilalui sebelum tim appraisal bekerja.  


"Kemarin itu, klarifikasi pengukuran antara BPN dan versi masyarakat punya dicocokkan, termasuk sertifikat. Ada selisih harusnya ada, dong. Cocok selisih itu penting," kata Hasto.

Pemkab Kulon Progo saat ini sedang menunggu tim appraisal yang akan menghitung nilai ekonomi tanah warga yang terkena pembangunan bandara. Jika seluruh proses pencocokan selesai, tim itu akan segera bekerja pada bulan April mendatang.

"Kami ngobrol dengan 30 warga kemarin. Kita diskusi dan dialog. Appraisal kan April. Sudah kami usulkan peta, sudah jelas," ujar Hasto.

Ia menyatakan, pembayaran ganti rugi PT Angkasa Pura I atas tanah Paku Alam yang selama ini ditempati warga untuk bertani dan membangun rumah tidak bisa langsung diserahkan kepada warga. Pembayaran harus melalui Puro Pakualaman sebagai pemilik tanah.  

"Saya sudah berbicara kepada gusti Bimo (Paku Alam X) sebelum diangkat. Untuk mekanisme pembayaran Pakualam ground harus melalui Pakualaman," ujar Hasto.  (Fathi mahmud)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya