Istilah Kelamin Perempuan di Bau Nyale Bukan Ajaran Sasak

Pemerintah Lombok Tengah akan mengiatkan sosialisasi bahwa istilah kelamin perempuan saat Bau Nyale tidak sesuai ajaran adat

oleh Hans Bahanan diperbarui 01 Mar 2016, 08:03 WIB
Diterbitkan 01 Mar 2016, 08:03 WIB
Bau Nyale
Festival budaya menarik di Bulan Februari (Foto: indonesia.travel)

Liputan6.com, Mataram - Penyebutan kata-kata yang berhubungan dengan 'kelamin perempuan' pada tradisi tahunan suku Sasak Lombok, Bau Nyale atau menangkap cacing laut di Pantai Seger, Kute, Lombok Tengah ternyata dinilai tidak sesuai dengan ajaran adat suku Sasak.

Saat Bau Nyale, orang-orang memanggil cacing-cacing laut dengan meneriakkan sebutan kelamin perempuan. Pada tahun ini tradisi itu digelar pada Minggu 28 Februari 2016.

Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Tengah, Lalu Putrie, yang juga sebagai tokoh adat masyarakat Sasak menyatakan penyebutan kata-kata tersebut merupakan sesuatu yang salah dan tidak dibenarkan dalam budaya suku Sasak.

Dia menjelaskan suku Sasak Lombok mengedepankan empat pilar utama dalam bersosialisasi dengan masyarakat yaitu “Bewacan manis tindih ring titi tata tertib tapsile” yang artinya bertutur sapa yang enak didengar dan mengacu kepada tata krama.

“Empat pilar tersebut ada dalam pakem Sasak. Jadi pengucapan kata-kata yang berhubungan dengan alat kelamin perempuan itu tidak dibenarkan sama sekali,” ujar Putrie, kepada Liputan6.com, Senin 29 Februari 2016.

Kendati mitos tersebut tidak dibenarkan, namun Putrie mengakui bahwa mitos tersebut telah ada sejak dirinya masih belum lahir. Dia memperkirakan bahwa mitos tersebut awalnya dibawa oleh orang-orang hanya bercanda saat menangkap nyale.

“(Pengucapan kata kotor) itu sudah aja sejak dahulu. Dan sekali lagi saya tegaskan itu tidak sesuai dengan adat Sasak. Dan bahkan tidak dibenarkan. Kemungkinan yang membuat mitos tersebut adalah mereka yang gemar bercanda,” kata dia.

Untuk meluruskan pandangan masyarakat terkait pengucapan “kelamin perempuan” dengan maksud mengundang nyale agar keluar dari persembunyian, Putrie berencana akan melakukan sosialisasi dengan masyarakat dan menjelaskan bahwa semua itu tidak dibenarkan.

“Insya Allah, ke depannya saya akan bersosialisasi untuk menjelaskan kepada masyarakat tentang pakem Sasak. Jadi diharapkan ke depannya tidak ada lagi yang menyebut kata-kata kotor saat Bau Nyale itu,” tandas Putrie.

Legenda Putri Cantik
 
Bau Nyale atau menangkap cacing laut adalah tradisi tahunan suku Sasak Lombok yang dilakukan secara turun-temurun dan digelar setiap tanggal 20 bulan kesepuluh pada penanggalan suku Sasak yang disebut Rowot. Biasanya, puncak tradisi ini dimulai di hari kelima setelah purnama pada bulan tersebut.

Bagi masyarakat suku Sasak, nyale atau cacing laut yang ditangkap tersebut diyakini sebagai jelmaan putri Mandalika. Putri Mandalika dikenal putri tercantik seantaro Lombok saat itu. Saking cantiknya, beberapa orang pangeran dari kerajaan lain berniat mempersuntingnya.

Namun karena bingung harus memilih satu diantara banyak pangeran tersebut, akhirnya putri Mandalika memilih untuk menceburkan dirinya di laut Pantai Seger dari atas tebing. Konon, jasad putri Mandalika berubah menjadi nyale yang berwarna-warni.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya