Makhluk Aneh di Gunung Kerinci, Mitos atau Fakta?

Banyak warga mengaku menyaksikan makhluk aneh di Gunung Kerinci. Peneliti luar negeri juga turut meneliti.

oleh Bangun Santoso diperbarui 18 Mar 2016, 19:33 WIB
Diterbitkan 18 Mar 2016, 19:33 WIB
20160317-Gunung Kerinci
Pendakian Gunung Kerinci dibatasi setelah ada semburan awan hitam (Liputan6.com/Bangun Santoso)

Liputan6.com, Jambi - Cerita penampakan orang pendek di Kabupaten Kerinci, Jambi sudah melegenda sejak puluhan tahun. Banyak warga di daerah ini mengaku pernah melihat makhluk yang diceritakan memiliki kaki terbalik ini.

Meski banyak yang percaya makhluk ini benar-benar ada, nyatanya belum ada satupun orang yang berhasil mengabadikan penampakan makhluk bunian tersebut. Oleh masyarakat Kerinci, orang pendek lebih dikenal dengan sebutan Uhang Pandak sesuai dengan bahasa warga Kerinci.

Kuatnya legenda makhluk yang kabarnya tinggal di lebatnya hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) ini memantik penasaran sejumlah peneliti dari luar negeri.

Namun, yang paling terkenal adalah peneliti asal Inggris bernama Debbie Martyr. Ia menghabiskan belasan tahun hidupnya sejak 1994 untuk mencari keberadaan Uhang Pandak di Kerinci.

Kepada Liputan6.com, salah seorang budayawan Kerinci, Iskandar Zakaria mengaku sudah beberapa kali diajak Debbie dalam pencarian Uhang Pandak.

"Ia (Debbie) bahkan sudah 3 kali menginap di rumah saya," ujar Zakaria saat dihubungi dari Jambi, Jumat 18 Maret 2016.

Sebagai budayawan dan tokoh masyarakat, Iskandar adalah warga asli Kerinci yang mempercayai keberadaan Uhang Pandak. Ia bahkan mengaku pernah bertemu langsung makhluk ini.

"Saat itu di tahun 1995, tiga hari saya melakukan pencarian di kawasan TNKS," ucap Zakaria memulai ceritanya.

Di waktu Subuh, tepatnya di hari kedua pencarian, Zakaria berniat buang air sekalian mengambil air wudhu di sebuah sungai di pedalaman TNKS, tepatnya di daerah Kecamatan Gunung Raya, Kabupaten Kerinci. Ditengah gemericik sungai samar-samar ia melihat sesosok makhluk penuh bulu. Makhluk ini terlihat gemuk mirip kingkong dengan bulu tebal abu-abu.

"Yang aneh matanya jelas terlihat merah menyala," kata Zakaria.

Setelah mengamati beberapa menit, Zakaria terpikir untuk mengabadikan pertemuannya dengan Uhang Pandak. Ia bergegas mengambil kamera di tenda tempatnya menginap. Sayang, saat kembali sang makhluk buruannya sudah menghilang.

Pembawa Keberuntungan

Menurut Zakaria, cerita akan Uhang Pandak sudah muncul sejak ia kecil. Beragam cerita di masyarakat Kerinci makhluk satu ini. Ada yang memercayai, apabila bertemu Uhang Pandak akan membawa berkah atau rezeki bagi yang melihatnya.

Pada 2013, Zakaria juga kembali diajak oleh peneliti asal Australia untuk mencari Uhang Pandak. Pencarian diperluas di kawasan TNKS. Diantaranya area TNKS yang masuk Kabupaten Merangin, bahkan hingga perbatasan Provinsi Bengkulu dan Sumatra Selatan.

Dari pencarian itu, Zakaria percaya, Uhang Pandak bisa terlihat hanya secara tiba-tiba. "Namun jika sengaja dicari, Uhang Panda tak akan terlihat," sebut Zakaria dengan logat Jambi.

Hampir 20 tahun mencari, Zakaria hanya bisa melihat tanpa mendapatkan dokumentasi gambar maupun video. Ia mengaku hanya berhasil mendokumentasikan sejumlah jejak kaki Uhang Pandak dengan ukuran antara 25-30 sentimeter.

Selain itu juga ada kotoran yang dipercayai sebagai kotoran Uhang Pandak. Kecil-kecil dimana bentuk dan ukurannya mirip biji jagung.

Zakaria menuturkan, Uhang Pandak ternyata tidak memiliki kaki terbalik seperti yang dipercaya banyak orang. Makhluk ini berjalan maju seperti hewan pada umumnya. "Baru kalau ketemu manusia ia (Uhang Pandak) berjalan mundur. Mungkin untuk menghilangkan jejak," terangnya.

Dari hasil pencariannya itu, Uhang Pandak memiliki tinggi badan rata-rata sekitar 80 sentimeter. Terkesan mirip kingkong, tangan Uhang Pandak terlihat panjang lebih dari lutut.

Makhluk ini bukan jenis hewan yang suka berkelompok. Ini didasarkan dari beberapa kali perjumpaan Zakaria yang kerap melihat Uhang Pandak berjalan sendiri atau berdua saja.

Sementara cara makan Uhang Pandak juga disebut aneh. Yakni dengan cara berbaring. "Saya pernah melihat memakan ayam. Sambil berbaring, tangannya memegang ayam, sementara kakinya mencabik-cabik tubuh ayam," ujarnya lagi.

Tidak Terekam Kamera

Kepala Seksi Wilayah I TNKS, Agusman mengatakan, meski sudah berpuluh-puluh kali peneliti datang dan pergi nyatanya keberadaan Uhang Pandak tak pernah sekalipun terekam kamera. Baik itu jejak maupun penampakannya.

Menurut dia, sejak 1995 Flora Fauna Indonesia (FFI) sudah melakukan pencarian. Namun tak satupun fisik maupun jejak yang berhasil diabadikan. Termasuk oleh sekitar 40 kamera trap yang dipasang Balai TNKS di wilayah Jambi.

"Tak ada rekaman atau foto aneh di kamera kami," kata Agusman.

Agusman menyebutkan, yang terekam kamera trap adalah satwa-satwa yang dikenal mendiami lebatnya hutan TNKS. Seperti harimau Sumatra, burung-burung maupun penampakan satwa lainnya hingga sekelompok warga yang tengah mencari rotan.

Namun Agusman tak menampik, cerita Uhang Pandak sangat melegenda di masyarakat Kerinci. Banyak warga yang mempercayai makhluk tersebut tinggal mendiami kawasan hutan di barat Provinsi Jambi itu.

Hewan Primata

Kepada sejumlah media beberapa tahun lalu, Debbie Martyr mengaku mendengar cerita Uhang Pandak sejak 1989, saat melakukan kunjungan wisata ke Kerinci. Kemudian ia kembali melakukan kunjungan pada 1993 untuk mendalami informasi akan keberadaan Uhang Pandak.

Perempuan berkewarganegaraan Inggris ini mengaku melakukan penelitian di hampir semua kabupaten di wilayah TNKS hingga ke Pasaman di Provinsi Sumatra Barat.

Namun fokus area penelitiannya ada di Kabupaten Merangin dan Kerinci (Jambi), Kabupaten Mukomuko (Bengkulu) dan Pesisir Selatan (Sumatera Barat).

Debbie mengaku, jenis ini merupakan primata besar, agak mirip dengan orangutan tapi bukan orangutan karena bewarna kuning kemerahan atau cokelat.

Menariknya, lanjut warga negara Inggris ini, Uhang Pandak memerlukan habitat khusus. Berdasarkan peneltiannya, tidak semua kawasan TNKS merupakan habitat bagi Uhang pandak.

"Kemungkinan besar habitat secara alam adalah perbukitan rendah, bukan pegunungan. Kalaupun ada laporan mereka ada di pegunungan, kemungkinan hanya lewat saja," kata Debbie.

Menurut dia, pada tahun 1990-an, teknologi pemeriksaan DNA masih terbatas dan mahal. Jika saja teknologi tersebut seperti sekarang, mungkin bukti ilmiah keberadaan jenis ini bisa didapatkan.

Lantas, apakah Uhang Pandak hanya sekedar mitos atau benar-benar nyata? Sepertinya Debbie perlu melakukan penelitian kembali untuk membuktikan keberadaan makhluk legenda di Kerinci ini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya