Liputan6.com, Malang - Eks bomber Bali I, Umar Patek menyebut kelompok Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) jauh lebih berbahaya dibanding kelompok radikal lainnya.
"Mereka menyatakan siapapun akan diperangi, muslim sekalipun kalau tak baiat pada Abu Bakar Al Bagdadi," kata Umar saat memberikan testimoni dalam sebuah seminar di Kota Malang, Jawa Timur, Senin (25/4/2016).
Umar juga bercerita tentang kisah hidupnya terlibat dalam terorisme. Ia mengaku ikut bergabung dengan kelompok militan di Mindanao, Filipina pada 1998. Ia berbaur bersama dalam kelompok di sebuah camp mujahidin di Filipina.
Di negara itu pula, Umar Patek menemukan jodohnya, seorang perempuan Filipina. Di tahun itu pula, ia menikah dan sang istri yang seorang katolik lalu menjadi mualaf. Umar pun mengundang keluarga besar istrinya yang katolik untuk hadir dalam pernikahan itu.
"Istri saya katolik dan aku minta calon mertuaku hadir saat pernikahan di Camp Abu Bakar Assidiq di Filipina. Saat itu, mertua khawatir jika hadir akan dibunuh karena katolik," ujar Umar.
Baca Juga
Ia pun memberikan jaminan keamanan bagi keluarga besar mertuanya jika hadir. Bahkan, kebiasaan salvo atau menembak ke udara untuk perayaan pun dihentikan para militan Filipina itu selama proses pernikahan berlangsung.
"Kami di Filipina hanya berperang dengan militer saja, bukan dengan warga sipil. Ini untold story," kata Umar.
Ia pulang kembali ke Indonesia pada 2000 sebelum penyerangan bom Bali. Kemudian, ia kembali ke Filipina pada 2002 usai bom Bali sebelum akhirnya ditangkap di Palestina dan diekstradisi ke Indonesia serta divonis 20 tahun penjara.
Umar pun bercerita tentang Bom Bali yang disebut sebagai sebuah kesalahan fatal. Sebab, aksi itu banyak menelan korban jiwa yang mereka tak tahu menahu tentang masalah sebenarnya.
"Bom itu sebagai aksi balas dendam serangan di Palestina pada 2011. Sedangkan korban bom Bali tak tahu apa - apa tentang Palestina," ucap dia.
Kesalahan itu juga diakui oleh banyak ulama Al-Qaida yang disebut dalam salah satu bab buku tentang kelompok itu yang diterbitkan di luar negeri pada 2014 lalu.
"Di salah satu bab buku itu membahas bom Bali. Berbagai ulama jihad banyak tak setuju bom itu karena menimbulkan kerusakan ekonomi muslim dan non-muslim," ujar Umar.
Aksi terorisme, sambung dia, adalah tindakan pengecut karena meninggalkan bom dan pelakunya melarikan diri. Mereka tak mau menanggung resiko setelah meletakkan bom yang membahayakan orang tak bersalah.
"Mereka pengecut karena lari dan tak berani bertanggung jawab atas perbuatannya," ucap Umar.