Rocker dan Suporter Menyatu di Festival Tanjungsari

Acara yang digagas warga RW 14 Pedurungan Tengah, Semarang ini untuk menyatukan kegelisahan kaum urban.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 22 Mei 2016, 19:07 WIB
Diterbitkan 22 Mei 2016, 19:07 WIB
Festival Tanjungsari, Semarang
Rocker dan Suporter di festival Tanjungsari

Liputan6.com, Semarang - Sejak pagi hari, Vina, Auni, Alip dan anak-anak di RW 14, Pedurungan Tengah, Semarang, Jawa Tengah, sudah bersiap. Mereka merias muka dan mematut diri di depan cermin. Sementara orangtua mereka sudah berkumpul di lapangan.

Pada hari ini berlangsung Festival Tanjungsari. Sebuah acara yang digagas warga RW 14 Pedurungan Tengah untuk menyatukan kegelisahan kaum urban. Acara ini menjadi istimewa karena direspons Panser Biru, sebuah kelompok suporter pendukung PSIS Semarang, dan juga kelompok musik rock legendaris Semarang, Icaruz.

Seni kuda lumping di Festival Tanjungsari, Semarang, Jawa Tengah. (Liputan6.com/Edhie Prayitno Ige)

Tiga kegelisahan dari kaum urban, suporter, dan kelompok musik itu akhirnya menyatu di festival itu. Menurut Ketua Harian Panser Biru, Agus Triyanto, citra suporter sepak bola yang gemar rusuh hendak ditepis dengan kegiatan ini.

Karena itu, mereka kemudian mengusung acara yang bisa menunjukkan kreativitas anggota seperti drum blek.

"Ini kan modifikasi sampah yang jadi musik seperti drum band. Blek (kaleng bekas) selalu dibuang. Kami memperlakukan dengan beda," ucap Agus Triyanto kepada Liputan6.com di Semarang, Minggu (22/5/2016).

Pun demikian CEO PSIS Yoyok Sukawi yang menyatakan dukungan pada kreativitas para suporter. Termasuk memperbesar keanggotaan melalui program Panser Biru Goes to Kampung.

"Kami ingin suporter lebih kreatif dan bermanfaat di masyarakat. Dengan pendekatan seni budaya berkolaborasi dengan warga Kampung Tanjungsari, semoga semua menjadi energi positif," ujar Yoyok.

Pertemuan Kegelisahan

Sementara, Cahyo 'Icaruz' menyebutkan bahwa Semarang pernah menjadi kota rocker. Namun belakangan genre musik itu nyaris tak bergema. Hal itu memicu ide untuk membumikan musik rock.

"Rock bukan sebagai sebuah harapan saja. Namun juga gaya hidup. Pemikiran yang merdeka. Jadi progran Rock Reborn d'Kampoeng ini lebih mengena," kata Cahyo.

Konser rock sebagai upaya reborn pemikiran rock di Festival Tanjungsari, Semarang, Jawa Tengah. (Liputan6.com/Edhie Prayitno Ige)

Sedangkan Ketua RW 14 Tanjungsari, Pedurungan Tengah, Apriadi mengaku kaget bahwa ide penyelenggaraan Festival Tanjungsari yang pertama ini mendapat respons dari luar. Pertemuan kegelisahan mampu menjadi sinergi positif.

"Inilah yang kami harapkan suporter tidak bersikap sangar (menakutkan), sangat santun serta mampu menjadi contoh dalam mengembangkan kegiatan positif di tengah warga. Selain itu, lewat bazar dan kuliner Panser Biru telah menjemput bola dalam memberdayakan potensi warga sebagai daya ungkit peningkatan perekonomian keluarga," kata Apriadi.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya