Pengamat Sebut SIM Pengemudi Avanza Maut Wajib Dicabut

Pengamat menyatakan kasus kecelakaan Avanza maut yang diakibatkan kelelahan merupakan keteledoran fatal pengemudi.

oleh Yanuar H diperbarui 01 Jun 2016, 15:01 WIB
Diterbitkan 01 Jun 2016, 15:01 WIB
Avanza Maut
Pengamat menyatakan kasus kecelakaan Avanza maut yang diakibatkan kelelahan merupakan keteledoran fatal pengemudi.

Liputan6.com, Yogyakarta - Kecelakaan Avanza maut yang menewaskan dua orang di Jalan Jenderal Sudirman, Yogyakarta, menetapkan sang pengemudi, Andhis Prihantara, sebagai tersangka. Andhis sebelumnya juga pernah terlibat kasus yang sama tiga tahun lalu di Purwokerto.

Pengamat transportasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Sri Atmaja Putra, berpendapat kecelakaan di Tugu Yogyakarta lalu adalah akibat keteledoran pengemudi yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain. Menurut dia, perlu adanya sanksi tegas bagi tersangka, salah satunya adalah pencabutan SIM.

"Kalau menurut saya, sanksi ketat pencabutan SIM perlu dilakukan, apalagi yang bersangkutan pernah melakukan hal yang sama. Meskipun di aturan perundangan kita, mungkin belum diatur secara tegas mengenai sanksi pencabutan SIM," ujar Sri kepada Liputan6.com, Selasa, 31 Mei 2016.

Atmaja merujuk pada aturan SIM negara jiran Malaysia. Pihak yang berwajib secara tegas dapat mencabut SIM pengemudi bermasalah, terutama jika statusnya masih SIM Percobaan.

Aturan di Malaysia memberikan izin mengemudi dengan percobaan dan pengemudi tidak diperkenankan mengganti kendaraannya. Mobil yang bersangkutan akan ditempel stiker P yang berarti percobaan.

Selama masa percobaan itu, pengemudi tidak boleh melanggar peraturan jika hendak memperoleh SIM tetap. Jika pengemudi melanggar hingga tiga kali, pengemudi tidak akan mendapatkan SIM Tetap.

Aturan tersebut tidak ada di Indonesia. Namun, ia berpendapat jika Indonesia perlu mengetatkan pemberian SIM. "Semestinya perlu diatur ketat termasuk dalam proses ujian SIM," ujar Sri.

Keteledoran Fatal

Khusus kasus Andhis yang terjadi kecelakaan akibat kelelahan, ia menyebut hal itu adalah keteledoran fatal. Teorinya, manusia normal mempunyai waktu reaksi 5-6 detik untuk merespons halangan selama mengemudi. Jika terdapat gangguan pandangan atau usia lanjut, waktu respons bisa lebih lama.

"Bisa dibayangkan apabila kendaraan dipacu pada kecepatan tinggi dan kehilangan kesadaran sesaat maka akan fatal akibatnya. Pada beberapa negara Eropa, untuk pengemudi bus mulai diwajibkan menghentikan kendaraan sesaat untuk istirahat setelah mengemudi setiap 3-4 jam," ujar Sri.

Sementara itu, Kasi Penerangan Hukum Kejati DIY, Zulkardiman mengatakan pencabutan hak seseorang, termasuk SIM, harus melalui prosedur dan mekanisme yang diatur dalam peraturan UU yang berlaku. Dalam pelaksanaannya berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Namun, polisi bisa melakukan upaya atau langkah tertentu yang berkaitan dengan proses hukum.

"Tapi untuk tindakan hukum tertentu berupa penyitaan dalam rangka proses hukum itu, polisi selaku penyidik dapat melakukan tindakan hukum tertentu tersebut sesuai yang diatur dalam per-UU-an yang berlaku," ujar Zulkardiman.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya