Ritual Khusus Nelayan Bengkulu Tangkap Anak Hiu

Ritual dijalankan demi menghindarkan dendam induk hiu yang kehilangan anaknya karena ditangkap.

oleh Yuliardi Hardjo Putro diperbarui 15 Jun 2016, 20:19 WIB
Diterbitkan 15 Jun 2016, 20:19 WIB
Anak Hiu
Ritual dijalankan demi menghindarkan dendam induk hiu yang kehilangan anaknya karena ditangkap.

Liputan6.com, Bengkulu - Para nelayan di Kota Bengkulu meyakini ikan hiu memiliki sifat mudah mengenali lawan dan menyimpan dendam. Untuk membawa hewan buas itu ke daratan, nelayan biasanya melaksanakan ritual khusus.

Heri Kiray, nelayan Kota Bengkulu, mengaku setiap akan membawa hiu ke daratan, dia selalu membaca beberapa ayat dan memohon kepada penguasa laut agar tidak menaruh dendam kepada dirinya dan keluarga.

"Hiu yang saya akan bawa harus ditangkap dengan pukat, bukan dipancing. Sebab, jika hiu yang akan dibawa itu mengeluarkan darah saat ditangkap, kami percaya akan didatangi malapetaka," ujar Heri, Selasa, 14 Juni 2016.

Ritual lainnya adalah menukar hiu yang tertangkap dengan ikan lain yang sudah dilukai. Hal itu dilakukan agar induk hiu yang kehilangan anaknya tidak mendendam pada nelayan. Selain itu, ikan pengganti juga berfungsi menjadi santapan sang induk.

"Misal kalau ambil ikan hiu tiga ekor, ada tiga ekor ikan lain yang dilukai untuk jadi santapan induknya," kata Heri.

Dia menyatakan selalu menangkap hiu jantan berukuran sekitar 50 cm. Pemilihan itu penting untuk menjaga keberlangsungan hiu di alam bebas.

"Harus hiu lanang (laki-laki). Jika tino (perempuan), artinya kami memusnahkan mereka secara perlahan. Ini merupakan kesepakatan bersama para nelayan," kata Heri.  

Meski ada seleksi hiu yang ditangkap, hal itu tetap mengancam keberadaan satwa yang berada di puncak tertinggi rantai makanan. Dalam laman Kementerian Kelautan dan Perikanan disebutkan pola reproduksi hiu lambat.

Seekor hiu karang, misalnya, membutuhkan waktu 7-15 tahun untuk menjadi dewasa secara seksual. Setelah dewasa, hiu hanya mampu bertelur atau melahirkan (bergantung pada jenis hiu), sebanyak 1-10 anak dengan frekuensi reproduksi satu kali setiap 2-3 tahun.

Gulai Hiu

Tangkapan hiu nelayan itu melahirkan inspirasi makanan lokal Bengkulu bernama Gulai Bagar Hiu. Hidangan lokal itu biasanya hanya dijual terbuka selama Ramadan.

Fatimah, pedagang Gulai Bagar Hiu di Pasar Beduk View Tower Bengkulu, mengatakan proses pembuatan menu khas ini sedikit berbeda dengan gulai lain. Ikan hiu yang dipilih boleh jenis apa pun, baik itu hiu parang, hiu padi atau jenis hiu lain, tetapi berat maksimal yang boleh dimasak adalah 3 kilogram.

"Jika lebih besar, rasanya sudah tidak enak dan hambar," ujar Fatimah.

Langkah pertama hiu dikuliti, sedangkan bagian kulit keras dan sirip dibuang. Kemudian, bagian daging dan tulang yang sebagian besar merupakan tulang lunak atau tulang rawan dipotong dan dicuci menggunakan perasan air jeruk nipis untuk menghilangkan bau amis.

Sebelum dimasak, siapkan dulu bumbunya. Satu kilogram daging ikan hiu dibutuhkan satu kilogram kelapa parut yang disangrai. Setelah kelapa mengeluarkan minyak, lalu dihaluskan.

Siapkan 16 macam bumbu campuran seperti bumbu rendang, lalu semuanya dicampur dalam wajan tanpa minyak dan tanpa santan. Panaskan perlahan dan diaduk, setelah bercampur baru dimasukkan ikan hiu bersama sedikit air dan tunggu hingga matang.

"Dalam menghidangkannya, kami menambahkan bawang goreng, dan jika suka pedas, masukkan cabe giling lebih banyak," ujar Fatimah.

Lasmi, penggemar Bagar Hiu, mengaku hanya bisa menikmati menu istimewa ini hanya di bulan puasa Ramadan. Dia bersama keluarga menjadikan Bagar Hiu sebagai menu wajib berbuka puasa.

"Jika ada Bagar Hiu, kami semua makan dengan semangat, apalagi memakannya dalam keadaan panas," ujar Lasmi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya