Liputan6.com, Kupang - Kawasan di sekitar Gunung Timau yang terletak di wilayah Kecamatan Amfoang Tengah, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), akan menjadi pusat perhatian para peneliti dunia. Istimewa, di kawasan ini orang dapat melihat tata surya dari segala penjuru.
Menurut Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Jamaluddin, susunan tata surya bisa dilihat dari berbagai penjuru di tempat itu, baik sisi utara maupun selatan.
Kawasan Gunung Timau yang terletak sekitar 65 kilometer arah timur laut Kupang ini memiliki topografis yang bergelombang dan terjal. Bentangan kawasan hutan mulai dari ketinggian 200 meter di atas permukaan laut dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, seperti hutan Eucalyptus urophylla dan hutan semi awet hijau.
Pada daerah yang lebih rendah ditutupi oleh hutan savana yang ditumbuhi oleh Eucalyptus alba, Casuarina junghuhniana, dan regenerasi hutan semi-luruh daun. Kawasan ini mencakup hutan dataran rendah yang terbaik dan terluas di Pulau Timor bagian barat, Nusa Tenggara Timur.
Kabag Humas Setda Kabupaten Kupang Stefanus Baha mengatakan, pegunungan Timau seluas sekitar 15.000 hektare itu, berada pada titik koordinat 09 34' LS 123 51' BT dengan ketinggian 500 - 1.774 meter di atas permukaan laut.
"Di kawasan Pegunungan Timau akan dibangun observatorium oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional yang akan dimulai pada 2017 dan diperkirakan sudah mulai beroperasi pada 2019," kata Stefanus di Oelamasi, pusat pemerintahan Kabupaten Kupang, sekitar 38 km timur Kota Kupang, seperti dilansir Antara, Selasa (28/6/2016).
Baha mengatakan, kehadiran observatorium nasional di kawasan Pegunungan Timau akan didukung dengan pembuatan taman nasional gelap dimana para peneliti maupun masyarakat dapat melihat tata surya dari dua bagian, utara dan selatan.
"Ini yang menjadi kelebihan dari observatorium nasional di Pegunungan Timau dan kondisi seperti ini tidak dimiliki observatorium di negara lain," ujarnya.
Baca Juga
Galaksi Terlihat dengan Mata Telanjang
Observatorium yang dimiliki Australia, misalnya, hanya dapat melihat tata surya dari bagian selatan, sedang observatorium Jepang dan Amerika hanya melihat tata surya dari bagian utara saja.
"Kalau observatorium di Pegunungan Timau bisa melihat tata surya dari bagian utara maupun selatan. Kelebihan itulah yang mendorong Lapan untuk membangun observatorium di sana," ujar dia.
Advertisement
LAPAN, kata dia, juga akan membangun pusat sains di Desa Oelnasi, Tilong, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang sebagai pusat studi. Observatorium di pegunungan Timau itu memiliki fungsi prioritas untuk penelitian keantariksaan, termasuk mendorong pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di kawasan timur Indonesia.
Untuk membangun observatorium tersebut, Lapan mengusulkan penganggaran sebesar Rp 300 miliar hingga tahun 2019 untuk menyelesaikan pembangunan. Lokasi di Pegunungan Timau itu dinilai strategis, karena kondisi cakrawala masih sangat cerah dan mudah memantau berbagai benda langit.
Lembaga ini pun sudah memasukkan pembangunan observatorium nasional dalam Rencana Induk Penyelenggaraan Keantariksaan 2015-2039 dan sedang menunggu peraturan presiden yang mengesahkan rencana tersebut.
Untuk kegiatan studi kelayakan pada 2016, Lapan sudah mengajukan anggaran Rp 9 miliar. Seperti disampaikan Kepala Lapan Thomas Djamaluddin. "Semoga seluruh pendanaan lancar sehingga observatorium benar-benar bisa terwujud pada tahun 2019," ujar Thomas.
Sekretaris Utama Lapan Ignatius Loyola Arisdiyo menuturkan, tim survei yang terdiri dari Lapan, Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang mengunjungi calon lokasi observatorium di Gunung Timau.
"Saya baru kali itu melihat galaksi kita seperti apa. Sangat indah. Dengan mata telanjang saja bisa terlihat, apalagi nanti jika sudah ada teleskop yang berdiameter 3,5 meter," ujar Loyola.