Pertanda Ramadan Segera Berakhir, Kota Ini Terang Benderang

Untuk menggelar tradisi jelang Lebaran ini, warga secara sukarela menyalakan lampu dan menyediakan minyak tanah sendiri.

oleh Yoseph Ikanubun diperbarui 04 Jul 2016, 23:09 WIB
Diterbitkan 04 Jul 2016, 23:09 WIB
Tradisi Jelang Lebaran
Monuntul, tradisi memasang lampu botol di depan rumah menjelang Lebaran di Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara. (Liputan6.com/Yoseph Ikanubun)

Liputan6.com, Kotamobagu - Ada pemandangan berbeda saat memasuki wilayah Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara sejak Sabtu sore, 2 Juli 2016. Di depan rumah-rumah warga, lampu botol dengan jumlah yang bervariasi dinyalakan.

Bukan karena sedang terjadi pemadaman, melainkan sebuah tradisi menyalakan lampu atau monuntul yang dilakukan kaum Muslim menjelang berakhirnya bulan suci Ramadan.

"Monuntul atau menerangi, yakni memasang lampu botol berbahan bakar minyak tanah di depan rumah. Tradisi ini dilakukan saat Ramadan ke-27 hingga 29. Monuntul sangat diyakini kental dengan nilai agama. Di Indonesia tradisi ini hanya ada di Provinsi Gorontalo dan Bolaang Mongondow Raya, termasuk Kotamobagu," ucap Supardi Bado, warga Kopandakan, Kota Kotamobagu, Senin (4/7/2016).

Supardi menuturkan, untuk menggelar tradisi jelang Lebaran itu, masyarakat secara sukarela menyalakan lampu dan menyediakan minyak tanah sendiri.

"Jumlah lampu di setiap rumah, disesuaikan dengan jumlah anggota keluarga. Lampu yang digunakan umumnya terbuat dari botol atau kaleng bekas yang bagian tutupnya dipasangi sumbu kompor," ujar dia.

Husain Mokoginta, warga Bolaang Mongondow, mengungkapkan tujuan monuntul sebenarnya adalah agar memudahkan masyarakat untuk datang membayar atau membagikan zakat fitrah pada malam hari.

"Sebab zaman dulu belum ada lampu-lampu jalanan sebagai penerangan," Supardi menjelaskan.

Penanda Idul Fitri

Selain itu, dia mengatakan, monuntul juga dimaksudkan sebagai penanda datangnya Idul Fitri. "Oleh sebab itu, jiwa dan hati yang kembali bersih harus bersih serta terang benderang seperti makna pemasangan lampu tersebut," tutur Husain.

Husain menambahkan, jika dulu monuntul hanya dipasang di depan rumah-rumah umat Islam, maka saat ini banyak pihak menggelar lomba monuntul dengan memanfaatkan tanah lapang yang luas, jembatan, sisi kiri dan kanan jalan, hingga persawahan.

"Tak mengherankan jika di beberapa wilayah menjadi terang benderang."

Tradisi ini awalnya dijalani oleh warga di Gorontalo dan Bolaang Mongondow. Namun kini tradisi serupa juga dilakukan warga Manado dan Minahasa Utara, terutama mereka yang merupakan keturunan Gorontalo dan Bolaang Mongondow.

"Di tempat kami juga ada seperti ini, tradisi menyalakan lampu menjelang berakhirnya bulan Ramadan. Besar kemungkinan dibawa oleh warga Gorontalo yang masuk ke daerah kami," ujar Zulkifly Madia, warga Desa Klabat, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara.

Agust Hari, warga Kecamatan Singkil, Manado juga menyatakan hal yang sama. "Sejak dulu juga di Manado sudah ada tradisi menyalakan lampu ini. Yang kami tahu dilakukan beberapa hari sebelum Lebaran," ujar Agust.

Pantauan Liputan6.com hingga Minggu, 3 Juli 2016 dinihari, lampu-lampu botol itu masih memancarkan cahaya seakan menyambut datangnya Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri 1437 Hijriah. "Memang stok minyak yang diisi di botol diperkirakan bisa menyala sejak Magrib hingga Subuh," ujar Supardi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya