Liputan6.com, Yogyakarta - Prosesi Ngabekten yang dilakukan keluarga Keraton Yogyakarta sudah berjalan sejak Panembahan Senopati. Saat tradisi digelar, keluarga dan kerabat memohon maaf serta menunjukkan tanda bakti dan loyalitas kepada Sultan yang bertahta.
Namun, adik-adik Sultan atau rayi dalem menegaskan tidak akan datang ke acara keraton tersebut. Gusti Prabukusumo, adik Sultan HB X, mengatakan dirinya dan adik-adik Sultan lainnya tidak akan datang dalam acara Ngabekten tersebut.
Adik Sultan menganggap acara sakral tahunan itu sudah tidak sesuai lagi. Sebab, Sultan HB X dinilai sudah melanggar Paugeran atau adat istiadat tradisi budaya Keraton Yogyakarta. Salah satunya dengan mengganti namanya dari Buwono menjadi Bawono.
"Kami keluarga besar Kraton Yogyakarta, 90 persen trah HB I sampai dengan IX tidak akan pernah hadir ataupun ketemu Bawono karena beliau sudah melanggar paugeran sendiri. Selama beliau seperti sekarang ini, keluarga besar Trah HB itu semua merasa terhina dan tersinggung harga dirinya," ujar Gusti Prabu kepada Liputan6.com, Selasa, 5 Juli 2016.
Baca Juga
Kesalahan lainnya yang dilakukan Sultan adalah mengangkat putri tertuanya menjadi calon putra mahkota. Padahal secara paugeran, hal itu sangat bertentangan dengan aturan keraton selama ini. Gusti Prabu sebagai adik dari Sultan mengatakan selama ini, adik-adiknya sangat bersabar dengan kesalahan Sultan.
"Padahal sejak mulainya puasa 29 hari yang lalu, saya setiap Jumatan selalu berdoa agar di bulan yang suci dan penuh berkah ini, Ngarso Dalem bisa berintrospeksi diri terhadap segala kealpaannya kepada agama, negara dan leluhur kraton dan masyarakat untuk sadar dan kembali ke Paugeran," kata Gusti Prabu.
Bom Waktu
Gusti Prabu berharap hubungan adik-adik Sultan dengan Raja Kraton Ngayogyokarto ini dapat segera membaik dan rukun. Kondisi Sultan yang sudah tua diharapkan dapat segera sadar dengan kesalahan yang dilakukan. Adik-adik Sultan, menurut Gusti Prabu, sudah bersabar dan mendoakan agar kakaknya itu sadar dan tidak terpengaruh oleh orang lain.
"Mangga kita bersabar. Jangan marah tapi doakanlah Ngerso Dalem yang khilaf ini agar mengembalikan gelar adat yang dilindungi oleh Undang-Undang Warisan Budaya yang tidak boleh diubah, dibuang, diganti, dirusak, dihilangkan. Beliau sangat paham sebenarnya karena beliau lulusan sarjana hukum UGM. Siapa dalang semua ini? Siapa? Kita semua tahu," tutur Gusti Prabu.
Gusti Prabu kembali menegaskan, jika bersikukuh dengan sikapnya, Sultan mencederai adat istiadat yang selama ini dipegang. Gusti Prabu mengatakan sebagai raja seharusnya Sultan dalam berbicara dan bersikap itu harus bisa mengerti, memahami, dan menghormati agama, suku, ras dan adat sendiri.
Gusti Prabu berharap konflik ini dapat segera berakhir dengan berbagai cara. Jika tidak, Sultan dianggap memelihara bom waktu karena yang berbuat makar adalah Sultan.
"Ini bom waktu. Saat Sultan mangkat itulah yang akan menjadi titik pertahanan adat tradisi budaya Kraton Yogyakarta. Harus kembali kepada khitohnya sebagai kerajaan Islam yang Sayidin Panotogomo, artinya Sultan yang Islam itu dalam berbicara dan bersikap itu tidak boleh bertentangan dengan ajaran kitab suci agama apapun," ujar Gusti Prabu.
Advertisement