Liputan6.com, Ogan Komering Ilir - Namanya jelutung. Tanaman sejenis karet yang bernilai ekonomis dan mampu menaklukkan lahan gambut.
Kepala Dusun IV, Desa Menang Raya, Kecamatan Pedamaran, Kabupaten OKI, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), Didi menerangkan, empat hektare lahan miliknya sengaja dijadikan kebun percontohan tanaman jelutung selama enam bulan belakangan usai kebakaran menghanguskan tanaman padinya.
"Kita belum lakukan penanaman. Sampai sekarang baru tanam jelutung. Nanti kalau kegiatan jelutung selesai dulu baru tanam lagi," kata Didi kepada Liputan6.com, Sabtu, 27 Agustus 2016.
Sejauh ini ilalang dan semak belukar sengaja dibiarkan tumbuh subur. Belum dilakukan penebasan karena trauma dengan kebakaran tahun lalu.
"Takutnya kalau ditebas (disemprot), tiba-tiba ada orang jahil. Karena itu biarlah kegiatan jelutung ini besar dulu. Sekarang baru enam bulan," kata dia lagi.
Baca Juga
Bersama anggota Kelompok Tani Harapan Jaya dan SHI, Didi menanam 1.000 bibit pohon jelutung demi mencegah kebakaran di areal sawah seluas 30 hektare. Melalui kelompok taninya, mereka bergantian mengawasi perkembangan jelutung bersama-sama dengan padi untuk mencegah orang asing membakar lahan.
"Yang membakar ini macam-macam, setahu kita selalu dari luar, terkadang juga sama yang punya lahan. Kalau lahan sini kita jaga, yang sana dibakar. Itu yang susah," ucap Didi.
Didi menerangkan, masa panen jelutung adalah saat tanaman itu berusia tujuh tahun. Berbeda dengan tanaman karet lain yang juga ada di dusun itu, jelutung menghasilkan getah karet berkualitas lebih baik dan bisa menetralkan kondisi tanah gambut yang asam. Selain itu, jelutung juga relatif hemat air.
"Kita ambil getahnya, lebih bagus dari karet. Getahnya itu diambil baru dijual. Kalau harga yang paling murah itu Rp 30 ribu per kilo. Satu kilo, paling murah, kalau harganya mahal ya lain lagi. Satu pohon, kata SHI itu, dapatnya satu kilo. Itu satu kali gesekan dalam sehari. Yang itu bisa dilakukan setiap hari kalau panen," tutur Didi.
Menurut dia, tanah tempat jelutungnya ditanam tidak bisa ditanami tanaman keras, kecuali akasia, sehingga jelutung adalah pilihan tepat. Apalagi, ia dijanjikan pihak ketiga yang sanggup menampung hasil panennya kelak. Padahal, ia sadar jika selama beberapa tahun tanahnya tidak menghasilkan pendapatan berarti.
"Kata warga payah ini, bagi saya alhamdulillah, ini lahan saya. Berhubung saya ini perangkat, ya berikan contoh dulu, bagaimana suatu saat nanti ketika ingin melakukan penanaman begini kan, sudah ada contoh," Didi beralasan.
Atasi Kebakaran
Didi mengatakan kegiatan menanam jelutung juga sekaligus untuk mempersiapkan lahan sawah sebelum ditanami padi kembali. Ia mengatakan tanaman jelutung juga cocok berdampingan dengan padi karena tidak menghasilkan zat asam.
"Kita akan tanami padi pada bulan 10 nanti," ujar Didi.
Sekretaris Kelompok Tani Harapan Jaya Lisman mengisahkan sebelum kebakaran melanda lahan mereka, warga setempat berlomba-lomba menanam padi karena memperoleh hasil yang baik. Namun karena tergiur keuntungan tambahan tetapi dengan cara instan, warga malah membakar lahan secara liar yang menyusahkan warga lainnya.
"Akhirnya kita yang susah. Kita berharap adanya kegiatan jelutung ini, mereka ndak berani lagi bakar membakar. Lalu nanti setelah jelutung besar, baru kita lakukan penebasan totalitas," kata Lisman.
Lisman mengatakan jelutung yang sudah ditanam saat ini memasuki umur 6 bulan. Mereka baru bisa memanennya setelah berusia 7 tahun.
"Jelutung ini sifatnya tidak bercabang, dia akan tumbuh berdiri terus menancap ke atas. Selama empat sampai lima tahun, baru kita bisa tanami padi lagi," kata dia.
Advertisement