Makna Idul Adha Bupati Purwakarta: 'Menyembelih' Hawa Nafsu Anak

Pemenuhan keinginan anak yang tidak pada takarannya, dapat merusak ekonomi keluarga. Bahkan dapat merusak ekonomi masyarakat.

oleh Abramena diperbarui 12 Sep 2016, 17:10 WIB
Diterbitkan 12 Sep 2016, 17:10 WIB
Idul Adha 1437 H
Jelang Idul Adha 1437 H, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi sidak penampungan sapi kurban. (Liputan6.com/Abramena)

Liputan6.com, Jakarta Perayaan Idul Adha yang jatuh pada Senin 12 September 2016 hari ini dirayakan seluruh umat muslim dunia. Menyikapi hari besar umat Islam itu, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengajak seluruh masyarakat agar menjadikan Idul Adha sebagai momentum untuk 'penyembelihan' nafsu anak.

Hal itu disampaikan Dedi di masjid yang dijadikan tempat salat Id, di Kampung Babakan Kupa, Desa Nangewer, Kecamatan Darangdan, Kabupaten Purwakarta. Dedi salat Id bersama istri dan anaknya.

Dedi mengatakan, peristiwa Idul Adha atau Idul Kurban harus diteladani umat manusia. Nabi Ibrahim meminta kerelaan Ismail untuk disembelih, menurutnya, adalah simbol ikhtiar orang tua untuk ‘menyembelih’ hawa nafsu anaknya.

Menurut Dedi, itu penting dilakukan agar keinginan anak dalam kehidupan sehari-hari dapat terkendali oleh orang tuanya sendiri, tidak brutal dan amoral.

"Hari ini anak-anak kita inginnya beli motor, beli gadget, membeli barang-barang yang sebenarnya belum sesuai dengan usianya. Kondisi ini harus kita kembalikan pada pendidikan orangtua tempo dulu, mengarahkan anaknya untuk mencari kayu bakar di hutan agar mereka dapat merasakan pedih sejak kecil sehingga memiliki mental dan moral yang baik," jelas Dedi di depan jemaah salat Idul Adha.

Pemenuhan keinginan anak yang tidak pada takarannya, menurut Bupati yang akrab disapa Kang Dedi tersebut, dapat merusak ekonomi keluarga. Bahkan gejala yang lebih luas dapat mengakibatkan rusaknya ekonomi sebuah komunitas masyarakat.

Dia mencontohkan saat keinginan anak untuk membeli motor dipenuhi oleh orangtuanya, maka terpaksa para orangtua menjual sawah yang menjadi aset keluarga.

"Gejala yang massif seperti ini akan merusak tatanan ekonomi sebuah komunitas. Masing-masing anggota masyarakat menjadi konsumtif, mereka tidak lagi memproduksi domba, tidak lagi memproduksi sapi sehingga antrean panjang terjadi saat pembagian daging kurban," jelas Dedi.

Selain itu, Dedi juga meminta agar panitia kurban di Purwakarta untuk mengantarkan daging kurban ke rumah para penerima secara langsung.

Selain itu Dedi juga menyerahkan hewan kurban berupa satu ekor sapi dari kandang pribadinya. Sapi tersebut dia serahkan kepada panitia kurban masjid setempat.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya