Ikan Betina Dominan di Sungai Mojokerto, Kenapa?

Di Sungai Mlirip, Mojokerto, 86 persen ikan menjadi betina, ikan jantan banyak yang mati.

oleh Zainul Arifin diperbarui 23 Sep 2016, 14:55 WIB
Diterbitkan 23 Sep 2016, 14:55 WIB
20160722-Pelapasan-100.000-ekor-Benih-Ikan-Patin-Sungai-Siak-Jusuf-Kalla-FF
Para nelayan berpartisipasi saat puncak Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tingkat Nasional 2016 di Sungai Siak, Riau, Jumat (22/7). Sebanyak 100.000 ekor Ikan Patin dilepas pada puncak Hari Lingkungan Hidup Nasional 2016. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Malang - Gubernur Jawa Timur Soekarwo menyatakan kerusakan lingkungan mengancam keberlangsungan air di beberapa kawasan Jawa Timur. Di kawasan hulu Brantas di Kota Batu, misalnya, dari 147 sumber mata air yang masih bisa berfungsi baik hanya 57 sumber air. Limbah industri dan domestik juga mengancam sungai di Mlirip, Mojokerto.

Khusus di kawasan Mlirip ini telah ditetapkan sebagai Kawasan Habitat Air melalui Peraturan Gubernur Tahun 2005. Sebab, terlalu banyaknya limbah yang dibuang ke Sungai Mlirip juga menyebabkan ikan betina lebih dominan.

"Di Sungai Mlirip ini 86 persen ikan betina, ikan jantan banyak yang mati. Karena itu, masalah air ini harus melibatkan semua pihak," ucap Soekarwo dalam sambutannya di Kongres Sungai Indonesia (KSI) II di Bendungan Selorejo, Malang, Jawa Timur, Jumat (23/9/2016).

Selain limbah, masalah yang menjadi perhatian adalah kekeringan. Namun, gubernur yang karib disapa Pakde Karwo menyebut jumlah desa di Jawa Timur yang terancam kekeringan saat musim kemarau mengalami penurunan. Bila dahulu ada 751 desa berpotensi kekeringan, kini tinggal 430 desa yang masih rawan air.

"Isu air menjadi isu strategis. Dibutuhkan tata kelola air agar saat musim kemarau petani tak mengalami puso. Sekarang desa yang terancam kekeringan sudah menurun," ujar Pakde Karwo.

Ia menambahkan, volume debit air di Jawa Timur sebanyak 52 juta meter kubik. Dari jumlah itu yang bisa dikendalikan sebanyak 22 juta meter kubik, sedangkan sisanya langsung mengalir ke laut.

Air yang bisa ditahan itu selain untuk konsumsi, juga dimanfaatkan untuk kebutuhan tersier dan kwarter bagi sawah dan ternak petani. "Dibutuhkan tata kelola air yang baik, agar saat kemarau dan musim hujan tak jadi bencana. Harus ada aturan tentang investasi yang tak merusak lingkungan," Gubernur Jatim Soekarwo memungkasi.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya