Liputan6.com, Garut - Pemerintah Kabupaten Garut masih terus mengkaji kelayakan lokasi bencana banjir bandang Garut ditempati kembali oleh warga terdampak. Usai berdiskusi dengan Bupati Garut Rudy Gunawan, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei merekomendasikan lokasi tersebut digunakan sebagai ruang publik berupa taman terbuka.
Berdasarkan sejarah, Willem menyebutkan daerah Garut pernah terendam banjir besar pada masa kolonial Belanda pada 1921. Daerah bantaran sungai atau sempadan sungai, lanjut dia, adalah daerah kekuasaan sungai yang suatu saat pasti banjir.
"Jangan digunakan untuk permukiman karena daerah yang bekas diterjang banjir bandang daerah bahaya tinggi dari banjir," kata Willem pada rapat koordinasi Pos Komando Tanggap Darurat Banjir Bandang di Korem 0611/Garut, Senin malam, 26 September 2016.
Meski begitu, pemerintah daerah hingga kini masih mencari lokasi relokasi yang aman bagi warga. Korban banjir bandang yang kehilangan tempat tinggal saat ini ditampung sementara di rumah susun (rusun) yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten Garut.
Baca Juga
"Saat ini telah disediakan rusun dengan kapasitas 98 KK," kata Willem.
Willem juga menyampaikan kantor-kantor pemerintah tidak lagi dipergunakan sebagai tempat pengungsian sementara. "Tidak menggunakan tenda sebagai tempat pengungsian dalam jangka panjang," ujar Willem.
Pos Komando Tanggap Darurat Bencana Banjir Garut masih mendata pengungsi berdasarkan nama dan alamat, serta validasi jumlah pengungsi dan kerusakan rumah serta infrastruktur.
Sementara itu, berdasarkan Pos Komando, data korban meninggal berjumlah 34 jiwa dan hilang 19 jiwa. Pengungsi berjumlah 1.326 jiwa. Jumlah pengungsi fluktuatif karena pengungsi ada yang pulang ke rumah meski ada yang kembali ke pengungsian.
BNPB melansir rumah warga yang terdampak berjumlah 2.511 unit, dengan rincian 858 rumah rusak berat, 207 rusak sedang, dan 1.446 rusak ringan. Pendataan dan verifikasi masih dilakukan.
Advertisement