Liputan6.com, Yogyakarta - Berjuang tanpa henti dan semangat untuk maju sangat terlihat dari sikap Erry Susilo. Seorang pemuda di Yogyakarta, pengidap lumpuh sejak kelas tiga sekolah dasar.
Siang itu di Ledok Tukangan DN 2/143, RT 08 RW 02, Tegalpanggung, Kecamatan Danurejan, Kota Yogyakarta sedang diguyur gerimis. Rumah kontrakan ayah dan ibunya Erry ini sedang tertutup rapat.
Suara silakan masuk terdengar dari dalam rumah yang tidak lain suara pemuda berusia 16 tahun ini. Rumah berukuran kurang lebih 5 x 4 meter itu sepertinya tidak pernah dikunci. Alhasil, tamu bisa masuk rumah. Saat itu Tatik Sukilah, ibu Erry, sedang ke Pasar Lempuyangan tak jauh dari rumah.
Advertisement
Rumah sederhana itu menjadi tempat Erry dan keluarganya beraktivitas. Erry mengaku tidak bisa berjalan dan beraktivitas lagi sejak kelas tiga SD.
"Kelas tiga SD itu saya sering lemas, tiba-tiba jatuh, tidak ada apa-apa jatuh. Kalau jalan lemas. Lemas tanpa ada apa-apa dan tanpa panas," ucap dia kepada Liputan6.com, Jumat, 4 November 2016.
Baca Juga
Erry diantar keluarga ke dokter dan harus menerima keadaan. Sebab, ia didiagnosis terkena penyakit Duchenne Muscular Dystrophy (DMD). Diagnosis dokter yang menyebutkan terkena penyakit ini bagaikan petir di siang bolong. Sebab saat ini belum ada obat yang mujarab untuk penyakit jenis itu secara medis.
"Sudah periksa kata dokter kena DMD, jadi kayak degenerasi otot. Itu pertengahan kelas tiga (SD), itu total enggak bisa aktivitas, jadi kondisi fisiknya menurun terus," ujar pemuda kelahiran Purworejo, 14 Januari 2000 ini.
Sejak saat itu semua kegiatan dan aktivitas dibantu langsung oleh ibunda. Mulai dari urusan makan, minum, ke belakang, hingga sekolah. Bahkan, ia pernah harus digendong oleh ibunda ke sekolah karena tidak bisa membayar ojek yang biasa mengantar ke sekolah.
"Dulu pernah sama ibu digendong dari rumah sampai sekolah. Kasihan sama ibu. Dari rumah ke sekolah," tutur Erry.
Ibunda Sang Malaikat Penolong
Erry mengaku ibundanya bagaikan malaikat yang selalu menemaninya. Karena sejak lumpuh dan tidak bebas beraktivitas, sang ibu selalu ada di sisinya. Ia pun berharap agar semua kebahagiaan selalu tercurahkan kepada ibunda.
"Ibu itu kayak malaikat, di setiap aktivitas selalu membantu Erry dengan sabar merawat Erry pokoknya seluruh inspirasi. Segalanya pokoknya. Ya pahlawan," ujar dia.
Sementara ibunda yang baru pulang dari pasar ikut menyambung seringnya menggendong anaknya ke sekolah. Setiap hari ia harus menyiapkan uang Rp 25 ribu untuk membayar ojek.
Namun karena penghasilan suami sebagai sopir tidak menentu, maka uang pun jadi kendala. Akhirnya, ia pun menggendong anaknya tersebut sampai sekolah.
"Enggak ada uang sama sekali daripada enggak masuk sekolah pas kakaknya di Jakarta. Aku gendong sendiri berangkat jam 6 (pagi) sampai sekolah jam 7 kurang 5. Waktu itu yang lihat banyak banget. Biarin ajalah yang penting anak sekolah," kata ibunda Erry, Tatik.
Ia mengaku kepikiran anaknya yang jarang dikasih uang saku, sehingga terkadang hanya berbekal air putih saja selama sekolah. Sebab, uang lebih sering hanya cukup untuk membayar ojek.
"Enggak mesti mas kalau itu uang saku, kalau ada ya sangu. Kalau sangu ya ojek enggak bisa bayar. Ya saya bawakan air putih. Keadaan sih gimana lagi," kata dia.
Sementara itu, sebagai orangtua ia sudah berusaha untuk mengobati penyakit yang diderita anaknya. Mulai dari pengobatan medis hingga alternatif.
Khusus medis dokter menyebut jika tidak ada obat bagi penderita DMD. Sehingga pengobatan alternatif masih terus dilakukan. Bahkan ia mengaku sudah habis-habisan untuk biaya pengobatan bagi anaknya. Namun hingga saat ini Erry baginya adalah penyebar semangat.
"Jadi semangat mas, jadi orang kesal jadi ora kesal. Ya membuat semangat yang lain. Kalau berobat ke mana-mana jual apa aja pokoknya entek-entekan. Kata dokter obatnya hanya kasih sayang orangtua. Ya sudah jalani aja," ujar Tatik.
Ia pun mengaku senang dengan perlakuan teman-teman Erry di SMAN 11 Yogya. Sebab teman temannya peduli dengan anaknya. Bahkan terkadang masih suka datang ke rumahnya walau sekadar main.
Hanya saja, Tatik mengaku sedih saat anaknya masih di bangku SD. Anaknya sering diusilin teman-temannya. Hal ini yang membuatnya selalu berdoa agar anaknya tetap semangat.
"Erry itu anaknya semangat. Waktu SD sering diusilin teman-temannya. Pensil diumpetin, pulang-pulang pasti nangis. Sekarang teman-temannya SMA sudah dewasa jadi paham ya. Ngerasa tenang aja kalau sekarang," warga bantaran Kali Code tersebut memungkasi.
Advertisement