Top 3: Bukan Kiai, Ini Profesi Asli 7 Mahaguru Dimas Kanjeng

Beberapa mahaguru Dimas Kanjeng Taat Pribadi mempunyai profesi sebagai pengemis, gelandangan, pemulung dan penjual kopi di daerah Jakarta.

oleh Dian KurniawanBangun SantosoSwitzy Sabandar diperbarui 07 Nov 2016, 20:40 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2016, 20:40 WIB
Top 3: Bukan Kiai, Ini Profesi Asli 7 Mahaguru Dimas Kanjeng
Beberapa mahaguru Dimas Kanjeng Taat Pribadi mempunyai profesi sebagai pengemis, gelandangan, pemulung dan penjual kopi di daerah Jakarta.

Liputan6.com, Surabaya - Di balik jubah, serban (sorban), dan janggut putihnya, siapa sangka, tujuh mahaguru yang direkrut SP Maranatha alias Vijay atas perintah Dimas Kanjeng Taat Pribadi ternyata adalah orang-orang yang hidup sederhana.

Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Argo Yuwono menuturkan, beberapa mahaguru Taat Pribadi itu mempunyai profesi sebagai pengemis, gelandangan, pemulung dan penjual kopi di daerah Jakarta.

Terkuaknya identitas asli tujuh mahaguru Dimas Kanjeng menjadi berita yang paling banyak menyita perhatian pembaca Liputan6.com di kanal Regional, pada Senin (7/11/2016). 

Selain itu, adanya mitos mengerikan di balik ladang emas di Merangin, Jambi, juga tak kalah menarik perhatian.

Ada pula berita tentang komikus pencipta Gundala Putra Petir yang tutup usia di RS Bethesda, Yogyakarta, Minggu siang, 6 November 2016.

Berikut berita-berita terpopuler yang terangkum dalam Top 3 Regional:

1. Identitas Asli 7 Mahaguru Sewaan Dimas Kanjeng

Namun siapa sangka, mahaguru yang dianggap agung itu ternyata memiliki profesi sebagai penjual kopi, pengemis, hingga tuna wisma.

Tim penyidik Polda Jawa Timur yang berangkat ke Jakarta berhasil menangkap tujuh mahaguru sewaan Dimas Kanjeng Taat Pribadi pada Minggu pagi, 6 November 2016.

Ketujuh mahaguru dari Taat Pribadi yang ditangkap itu adalah Ratim alias Abah Abdurrohman, Abdul Karim alias Abah Sulaiman Agung, Murjang alias Abah Naga Sosro, Marno alias Abah Kholil, Acep alias Abah Kalijogo, Sadeli Alias Entong dan Sutarno alias Abah Sutarto.

"Tujuh mahaguru itu direkrut Vijay atas perintah Taat Pribadi. Mereka tidak memiliki pekerjaan tetap, ada yang jadi gelandangan dan penjual kopi," tutur Argo kepada Liputan6.com, Senin (7/11/2016).

Argo menerangkan, ketujuh mahaguru itu tinggal di rumah-rumah petak kawasan Tomang, Jakarta Barat. Mereka sengaja direkrut untuk mengelabui para pengikut Taat Pribadi supaya tertarik bergabung dan menyetorkan uangnya ke Taat Pribadi.

Selengkapnya...  

2. Mitos Mengerikan di Balik Ladang Emas Jambi

Memasuki hari ke-11, jenazah 11 penambang emas liar di Merangin, Jambi, belum juga ditemukan. (Liputan6.com/Bangun Santoso)

Kadar emas di Merangin dikenal cukup tinggi dibanding daerah lain di Provinsi Jambi. Dari hasil laboratorium Balai Pegadaian Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jambi Juni 2016 lalu, kandungan emas di Kabupaten Merangin mencapai 98,8 persen jauh lebih tinggi dibanding di daerah lain yang rata-rata di bawah 95 persen.

Meski kerap terjadi insiden korban meninggal dunia akibat aktivitas penambangan emas itu, tetap banyak warga yang rela bertaruh nyawa demi memperoleh emas.

Menurut Darmawi, salah seorang warga Kecamatan Sungai Manau, ada sebagian warga yang mempercayai adanya mitos-mitos akan pencarian emas di Merangin.

"Ada yang percaya Merangin adalah surganya emas. Gunung Masurai ada yang percaya diartikan sebagai emas yang terurai. Jadi banyak orang dari Jawa, dari mana-mana datang ke sini untuk mencari emas," ujar Darmawi.

Selengkapnya...

3. Cerita Keluarga Hasmi Gundala Putra Petir

Hasmi pencipta Gundala Putra Petir wafat di Yogyakarta (Liputan6.com / Switzy Sabandar)

Harya Suryaminata atau yang akrab dikenal dengan panggilan Hasmi, komikus pencipta Gundala Putra Petir, tutup usia di RS Bethesda,Yogyakarta, Minggu siang, 6 November 2016.

Di mata anak sulungnya, Hasmi adalah ayah yang perhatian dan tidak pernah marah. Ia berpikiran terbuka, tidak pernah memaksakan kehendak, dan suka berkomunikasi dengan keluarganya.

Untuk urusan pendidikan, sang ayah sangat demokratis dan mendorong sang anak untuk mencapai cita-citanya.

Dia mencontohkan, ketika pertama kali masuk SMA, orangtuanya menyarankan untuk kuliah di kedokteran, akan tetapi seiring berjalannya waktu Ainun ingin masuk teknik sipil.

"Ayah hanya bertanya alasannya dan menerima keputusan saya," ujar dia.

Selengkapnya...

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya