Kaleidoskop 2016: Kisah Tragis Bocah Yuyun

Kasus Yuyun masih menyisakan utang. Satu buron pembunuh dan pemerkosa bocah 14 tahun itu belum juga tertangkap jelang akhir tahun.

oleh Dinny MutiahYuliardi Hardjo Putro diperbarui 19 Des 2016, 14:33 WIB
Diterbitkan 19 Des 2016, 14:33 WIB
Solidaritas untuk Yuyun, Lilin Dinyalakan di Seberang Istana
Yuyun meninggal dunia dengan tragis setelah menjadi korban kejahatan seksual oleh 14 pria di Bengkulu. (Taufiqurrohman/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus Yuyun mengusik hati nurani. Remaja SMP berusia 14 tahun itu menjadi korban pemerkosaan sekaligus pembunuhan oleh 14 pelaku secara sadis.

Kala itu, warga Desa Kasie Kasubun, Kecamatan Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, baru pulang dari sekolah pada Sabtu, 2 April 2016 sekitar pukul 13.30 WIB. Ia pulang dengan membawa alas meja dan bendera merah putih untuk dicuci sebagai persiapan upacara bendera Senin.

Dalam perjalanan menuju rumah sejauh 1,5 km itu, kembaran Yayan itu melewati kebun karet milik warga. Ia tak sengaja berpapasan dengan 14 orang yang kemudian memerkosa dan membunuhnya.

Ke-14 orang itu bernama Dedi Indra Muda (19), Tomi Wijaya (19), DA (17), Suket (19), Bobi (20), Faisal Edo (19), Zainal (23), Febriansyah Syahputra (18), Sulaiman (18), AI (18), EK (16) dan SU (16).

Dua nama terakhir adalah kakak kelas korban. Salah satunya bernama EK sudah keluar dan tidak bersekolah lagi di SMP Negeri 5 Padang Ulak Tanding, sedangkan dua nama lain, yaitu BE dan CH, masih diburu polisi.

Para pelaku yang melihat Yuyun langsung mencegat dan menyekap Yuyun. Kepala Yuyun dipukuli kayu, kaki dan tangannya diikat, leher dicekik, kemudian dicabuli secara bergiliran.

"Bahkan ada pelaku yang mengulang perbuatan hingga dua dan tiga kali," ujar Koordinator Divisi Pelayanan Perempuan WCC Desi Wahyuni, beberapa waktu lalu.

Para pelaku lalu mengikat dan membuang tubuh korban ke jurang sedalam 5 meter dan menutupinya dengan dedaunan dalam kondisi telanjang. Hasil visum menyebutkan Yuyun sudah meninggal saat pemerkosaan berlangsung.

Pada Minggu, 3 April, kedua orangtua korban pulang dari ladang dan langsung bergabung dengan warga melakukan pencarian. Hingga malam hari, korban belum ditemukan. Malam itu juga, keluarga bersama warga menggelar yasinan di rumah orangtua siswi kelas VIII itu.

Pada Senin, 4 April, pukul 13.00 WIB, mayat korban ditemukan pertama kali oleh DA (45) dalam kondisi telanjang, tertutup daun pakis. Posisi badan menelungkup dan tangan terikat tali dari atas hingga ke bawah paha. Saat ditemukan, terdapat lebam bekas pukulan pada muka dan tanda kekerasan pada kemaluan korban.

Enam hari berselang, polisi akhirnya berhasil menangkap dan mengamankan Dedi Indra Muda, Tomi Wijaya dan DA. Keesokan harinya, polisi menangkap sembilan pelaku lain, termasuk dua kakak kelas sekaligus tetangga korban.

Pada 19 April 2016, Polres Rejang Lebong menggelar rekonstruksi pemerkosaan sekaligus pembunuhan. Sebanyak 65 adegan rekonstruksi dilakukan dengan menghadirkan para pelaku dan peraga pengganti korban Yuyun.

"Kondisi psikologis kedua orangtua dan saudara kembar korban sangat tertekan dan mengalami trauma berat. Masyarakat sekitar terus berdatangan dan memberikan dukungan," ujar Desi.

Drama Persidangan Kasus Yuyun

Kasus Yuyun
Terdakwa pembunuh Yuyun mohon hukuman mati (Liputan6.com / Yuliarhi Hardjo Putro)

Perjalanan kasus Yuyun berlanjut di pengadilan. Berdasarkan umur, persidangan dibagi menjadi dua gelombang. Persidangan gelombang pertama menghadirkan tujuh terdakwa anak ke meja hijau.

Ketujuh orang itu AL, SL, FS, EK, SU, DE dan DH. Proses penyelesaian berkas mereka sengaja dipercepat karena dilindungi UU Sistem Peradilan Anak.

Dalam persidangan yang berlangsung pada 10 Mei 2016, majelis hakim yang diketuai Heny Faridha itu menjatuhkan vonis pidana penjara selama 10 tahun kepada tujuh terdakwa kasus kejahatan seksual itu. Mereka juga dijatuhi hukuman tambahan atau subsider berupa pembinaan sosial selama 6 bulan.

"Ketujuh terdakwa secara sah dan meyakinkan secara bersama-sama melakukan tindak pidana kekerasan seksual yang berakibat hilangnya nyawa korban YY, maka majelis hakim menghukum para terdakwa dengan pidana penjara selama sepuluh tahun ditambah hukuman pembinaan sosial selama enam bulan," ujar Heny di Curup.

Para terpidana kemudian menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Bentiring Kota Bengkulu, sebab LP Kelas II B Curup saat ini sudah mengalami kelebihan kapasitas dan tidak memiliki ruang atau blok khusus untuk narapidana kategori anak.

Kuasa hukum para terdakwa, Gunawan, usai sidang mengatakan pemindahan lokasi hukuman ke LP Bentiring Kota Bengkulu itu memang atas permintaan para terpidana dan disampaikan dalam sidang. Ia juga menilai hukuman tambahan berupa pembinaan sosial sudah tepat, sebab tuntutan JPU adalah pidana kurungan tambahan dialihkan menjadi hukuman pembinaan sosial di luar penjara.

Jika para narapidana berdiam diri dengan nyaman di dalam sel, tidak demikian dengan orangtua dan saudara kembar Yuyun. Tak hanya trauma yang selalu menghantui, mereka juga diintimidasi keluarga para pelaku yang tak terima dengan pengusutan kasus tersebut.

Beruntung, kembaran Yuyun itu memperoleh beasiswa dari Mensos Khofifah Indar Parawansa untuk bersekolah di pesantren di Jawa Timur. Sedangkan, orangtua Yuyun dibuatkan tempat tinggal baru di lokasi yang tak jauh dari asrama polisi.

Selama menunggu hijrah, selama itu pula polisi masih punya pekerjaan rumah untuk mengejar buron cilik dan membereskan berkas kasus lima terdakwa berusia dewasa. Setelah 45 hari berlalu, JA (13), salah seorang buron, akhirnya menyerahkan diri dengan ditemani keluarga dan pemuka kampung.

Proses penuntasan berkas JA dilakukan secepat mungkin untuk memenuhi masa tenggat yang ditetapkan UU. Dalam persidangan Kamis, 29 September 2016 itu, majelis hakim Pengadilan Negeri Rejang Lebong menghukumnya dengan rehabilitasi sosial selama satu tahun.

"Yang bersangkutan dijatuhi hukuman untuk menjalani rehabilitasi sosial di LPKS Marsudi Putra Handayani di Jakarta Timur. Selain itu juga diharuskan membayar biaya perkara Rp 2.000," kata hakim ketua Heny Faridha yang memimpin sidang kasus pemerkosaan dan pembunuhan Yuyun di PN Rejanglebong.

Hukuman tersebut sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum sebelumnya. Hakim, dalam amar putusannya, menyatakan terdakwa anak ini terbukti melanggar Pasal 80 ayat 3, dan Pasal 81 ayat 1, juncto 76d UU No 35/2014 tentang Perlindungan Anak.

Dengan hukuman itu, ia berarti mendapat vonis paling ringan dibandingkan terdakwa pembunuh Yuyun lainnya. Ia juga tak ditahan seperti rekan-rekan pembunuh Yuyun lainnya. Meski begitu, pengacara JA justru mengatakan pikir-pikir dengan putusan tersebut.

Hukuman bagi Otak Pembunuh Yuyun

Vonis Mati Pemerkosa Yuyun
Pengadilan Negeri Curup jatuhkan vonis mati untuk otak pemerkosaan Yuyun

Drama persidangan kasus Yuyun masih berlanjut di gelombang II. Persidangan kali ini menghadirkan lima terdakwa dewasa ke hadapan hakim. Jaksa penuntut umum mendakwa mereka dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan hukuman maksimal hukuman mati.

Sidang perdana kelima terdakwa itu berjalan tegang. Polisi bersenjata dan sidang tertutup menjadi cara aparat untuk menghindarkan dari kemungkinan terburuk.

Sidang yang baru dimulai pukul 11.30 WIB atau molor 1,5 jam itu digelar secara tertutup dengan dipimpin majelis hakim yang diketuai Herny Farida bersama dua anggota majelis hakim Hendri Supardi dan Fakhrudin.

Lima orang terdakwa kategori dewasa terdiri atas Suket (19), Bobi (20), Faisal Edo (19), Zainal alias Bos (23) dan Tomi Wijaya (19) memasuki ruang sidang dengan pengawalan aparat bersenjata laras panjang.

Para terdakwa kategori dewasa didakwa dengan pasal berlapis melakukan pelanggaran Pasal 79 huruf c, Pasal 80 ayat 3 dan Pasal 81 ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan pelanggaran Pasal 340 KUHP.

Mereka diancam setinggi-tingginya hukuman mati dan atau hukuman seumur hidup atau kurungan selama 20 tahun penjara. Sedangkan, terdakwa kategori anak hanya didakwa dengan pelanggaran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014.

Drama sidang gelombang II memuncak usai otak pembunuhan bernama Zainal dituntut hukuman mati. Empat rekannya yang dituntut lebih ringan mendadak meminta hukuman yang sama dengan terdakwa yang akrab disapa bos itu.

Penasihat hukum mereka sampai geleng-geleng kepala. Mereka tak mengerti mengapa keempat orang itu menginginkan kematian dan melepas hak eksepsi.

Sementara itu, pria yang dianggap paling bertanggung jawab justru meminta keringanan hukuman. Akhirnya pada 29 September 2016, Si Bos dinyatakan terbukti bersalah dan layak divonis mati.

Namun, pengacara Zainal Bahrul Fuadi menyatakan Pasal 340 itu tidak tepat untuk menghukum Zainal. Sebab, kata dia, kematian korban Yuyun hanya sebagai akibat dari pemerkosaan yang dilakukan oleh para terpidana. Posisi Zainal saat itu hanyalah satu di antara 14 orang yang berbuat pidana.

"Artinya, Zainal tidak melakukan sendiri. Kenapa ada perbedaan dengan terpidana lain yang juga masuk kategori dewasa?" kata Bahrul saat dihubungi di Curup, Jumat, 30 September 2016.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya