Kemesraan Islam dan Nasrani yang Menggetarkan di Adonara

Toleransi di Dusun Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, itu begitu kental terasa saat hari raya keagamaan kaum muslim maupun umat Kristiani.

oleh Ola Keda diperbarui 26 Des 2016, 21:02 WIB
Diterbitkan 26 Des 2016, 21:02 WIB
Perayaan Natal 2016
Perayaan Natal di Dusun III Walang Baran Tawan, Desa Nisa Nulan, Kecamatan Adonara, Flores Timur, NTT, diwarnai suasana penuh toleransi. (Liputan6.com/Ola Keda)

Liputan6.com, Kupang - Tak ada kemewahan menyambut hari kelahiran Yesus Kristus atau Natal di dusun itu. Tak ada pohon Natal mewah terpampang di rumah, yang terdengar hanyalah dendang lagu rohani dari suara bocah-bocah kampung.

Namun, ada yang istimewa di sana. Ternyata warga Adonara, Dusun III Walang Baran Tawan, Desa Nisa Nulan, Kecamatan Adonara, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, memiliki tradisi Natal yang unik.

Di desa itu, toleransi antarumat beragama begitu kental terasa saat hari raya keagamaan kaum muslim maupun umat Kristiani. Seperti saat perayaan Natal pada Minggu, 25 Desember 2016.

Usai Misa Natal di Gereja Santa Ana, kaum muslim turut mempersembahkan kasidah di hadapan pastor dan umat Kristiani. Usai menampilkan kasidah, umat Islam mulai menyalami seluruh jemaat yang hadir dengan suasana penuh kedamaian.

Karim Abdulah selaku Imam Masjid Al-Hidayah, Desa Nisa Nulan mengatakan, menampilkan kasidah dan salaman sudah seperti tradisi yang diwariskan dari nenek moyang. Saat hari raya umat muslim, lanjut Karim, pihak gereja turut berpartisipasi seperti melakukan penjagaan hingga acara salaman.

"Toleransi ini sudah diwariskan dan sudah dijadikan sebagai tradisi di desa ini," ucap Karim kepada Liputan6.com melalui telepon seluler, Senin (26/12/2016).

Perayaan Natal di Dusun III Walang Baran Tawan, Desa Nisa Nulan, Kecamatan Adonara, Flores Timur, NTT, diwarnai suasana penuh toleransi. (Liputan6.com/Ola Keda)

Kepala Desa Nisa Nulan, Yohanes Neti Kemedok mengatakan, kaum muslim di Desa Nisa Nulan merupakan minoritas. Namun, tradisi toleransi di desa itu selalu diwujudkan dengan kebersamaan dan kerja sama.

"Saat pembangunan gereja, hampir setiap hari umat muslim turut membantu. Sebaliknya saat pembangunan masjid, umat Kristen ikut membantu hingga selesai," kata kepala desa itu, menjelaskan seputar toleransi antarumat beragama di desanya.

Grup Kasidah Tampil di Gereja

Toleransi antarumat beragama di NTT memang layak menjadi contoh. Umat Islam kerap turut terlibat dalam acara keagamaan Nasrani di Lembata, NTT, di tengah gejolak sentimen keagamaan di Indonesia.

Momen keren ini terjadi pada Selasa, 4 Oktober 2016. Saat itu, tampil grup kasidah, kelompok musik yang biasa membawakan lagu rohani Islam, dalam perayaan iman Katolik, yakni Penerimaan Sakramen Penguatan oleh Uskup Larantuka Mgr Frans Kopong Kung, Pr di Gereja Paroki Kristus Raja Wangatoa Lembata.

Dalam acara itu, grup kasidah dan sejumlah tokoh Muslim serta Gereja Bethel Wangatoa (Protestan) hadir meramaikan perayaan itu. Sedikitnya dua acara berupa lagu dan tarian qasidah yang dibawakan oleh sekitar 11 grup kasidah dari grup kasidah Masdjid Nurulsalam Wangatoa-Lembata-NTT, memberi warna tersendiri.

Sebelumnya, pada Sabtu, 1 Oktober 2016 sebelum puncak perayaan, tokoh agama Islam mengambil bagian dalam prosesi penjemputan Uskup Kopong Kung. Hajah Manzur yang didampingi Haji Manzur Masan Purab selaku alim ulama mengalungkan selendang kepada uskup.

"Gereja Katolik menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan beragama. Karena itu, hidup dalam kebersamaan dan saling toleransi dengan sesama umat agama lain adalah spirit dalam hukum cinta kasih," ujar Uskup Mgr Fransiskus Kopong Kung, Pr.

Uskup mengatakan, sebagai umat beragama hendaklah saling menghargai meski memiliki iman yang berbeda.

"Kehadiran saudara kita umat Muslim dalam kegiatan ini merupakan wujud penghargaan sebagai umat beragama meski dengan perbedaan keyakinan," kata Uskup.


 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya