Liputan6.com, Jakarta - Keputusan majelis hakim membebaskan Petrus Bakus, mantan anggota Satuan Intelkam Polres Melawi, Kalimantan Barat yang memutilasi dua anaknya pada Februari lalu mendatangkan kekecewaan mendalam bagi Windri Hairin Yanti.
Istri polisi pemutilasi anak tersebut kemudian mendatangi Kantor Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) di Jakarta. Windri meminta bantuan agar Mahkamah Agung (MA) mempertimbangkan kembali putusan bebas suaminya itu.
"Komnas Anak bersama Ibu Windri akan meminta kepada Mahkamah Agung untuk mempertimbangkan kembali putusan pengadilan tingkat pertama, yang menyatakan bahwa suami Ibu Windri bebas, karena menderita penyakit jiwa," ucap Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait di Sekretariat Komnas PA, Jakarta Timur, Kamis (29/12/2016), seperti dilansir Antara.
Arist menilai pihak pengadilan terburu-buru memutuskan menyatakan terdakwa Petrus menderita gangguan jiwa. Karena itu, dia berencana berkomunikasi dengan jaksa penuntut umum (JPU) dan pihak MA pada Januari 2017.
"Kami berkesimpulan bahwa pengadilan terburu-buru memutuskan menyatakan bebas, karena menderita penyakit jiwa. Mungkin awal Januari, kami akan berkomunikasi dengan JPU untuk meminta putusannya ke pengadilan negeri. Kami juga (ke MA) akan membawa bukti-bukti baru, kronologinya. Termasuk Bu Windri, akan kami bawa," Arist menambahkan.
Dalam kesempatan itu, Windri mengatakan suaminya tak memiliki gejala masalah kejiwaan apa pun. Hal ini dipertegas dengan keputusan Kapolres Melawi AKBP Cornelis M. Simanjuntak yang pada Januari lalu menaikkan pangkat Petrus Bakus dari briptu menjadi brigadir.
"Bagaimana orang yang dianggap gila oleh hakim bisa merencanakan pembunuhan ini. Bagaimana orang gila bisa merencanakan setelah membunuh anak dan istrinya akan membakar jasad korbannya dengan kayu yang sudah dipersiapkan di belakang rumah," tutur Windri.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sintang menjatuhkan vonis bebas kepada terdakwa Petrus Bakus, mantan polisi di Polres Melawi yang mutilasi dua anak kandung.
Dalam sidang putusan akhir di Pengadilan Negeri (PN) Sintang pada Kamis, 1 Desember 2016, ketua majelis hakim mengatakan, sesuai ketentuan Pasal 44 KUHP, terdakwa Petrus Bakus tidak dapat dijatuhi pidana. Terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum lantaran dianggap sakit jiwa atau gila.
Â
Advertisement