Dilema Rokok di Kota Malang

Kota Malang bakal menerapkan Kawasan Tanpa Rokok, termasuk di taman yang direvitalisi oleh CSR perusahaan rokok

oleh Zainul Arifin diperbarui 03 Feb 2017, 16:52 WIB
Diterbitkan 03 Feb 2017, 16:52 WIB
Dilema Rokok Malang
Dilema Rokok Malang

Liputan6.com, Malang Pohon besar tumbuh menjulang mengelilingi area bermain di Taman Trunojoyo Kota Malang, Jawa Timur. Papan bertuliskan larangan merokok terpampang jelas di salah satu sudut taman. Namun, sebuah prasasti bertuliskan nama sebuah perusahaan rokok juga tegak berdiri.

Prasasti itu adalah penanda, bahwa taman direvitalisasi pada 2014 silam oleh perusahaan rokok itu melalui program corporate social responbility (CSR). Salah satu raksasa industri rokok nasional ini juga mendanai revitalisasi Taman Kunang – Kunang di Jalan Jakarta, Kota Malang.

Ibarat dua sisi mata uang, Kota Malang memugar taman kota lewat CSR perusahaan rokok. Namun, diharamkan bagi siapapun merokok di dalam taman. Pemerintah Kota Malang juga melarang ada segala sesuatu berkaitan dengan rokok di dalam taman.

Wakil Wali Kota Malang, Sutiaji mengatakan, di seluruh taman kota dilarang ada beragam iklan atau promosi produk dan segala aktivitas yang berhubungan dengan rokok meski revitalisasi dibiayai oleh perusahaan rokok.

“Perusahaan rokok memakai taman itu untuk menyalurkan CSR, tapi tetap tak boleh ada apapun yang berkaitan dengan rokok. Perusahaan tetap harus mematuhi aturan,” kata Sutiaji, Kamis (2/2/2017)

Pemkot Malang saat ini juga tengah menggodok rancangan peraturan daerah (ranperda) tentang Kawasan Bebas Rokok (KTR). Seluruh taman kota dimasukkan sebagai KTR dalam ranperda yang kini masih dibahas DPRD Kota Malang. Ranperda diperkirakan disahkan tahun ini.

Di dalam ranperda itu ada tujuh zonasi yang bakal ditetapkan sebagai kawasan bebas asap rokok. Zona itu antara lain tempat pelayanan kesehatan, tempat pendidikan, angkutan umum, tempat bermain anak dan tempat ibadah. Dua zona lagi yaitu tempat kerja dan tempat umum.

Di dua zona terakhir itu masih diperkenankan menyediakan area khusus merokok, tapi tetap akan diatur tersendiri melalui peraturan wali kota setelah Ranperda KTR disahkan. Ranperda ini melindungi para perokok pasif dari paparan asap rokok secara langsung.

“Fokus kami pada pelayan publik, apalagi Kota Malang ini kota layak anak. Makanya harus ada kawasan tanpa rokok,” kata Sutiaji.

Sikap Mendua Pada Rokok

Dilema Rokok Malang
Dilema Rokok Malang

Sutiaji mengakui sulit untuk membatasi industri rokok atau melarang seseorang merokok. Apalagi dari cukai rokok menghasilkan pemasukan pajak yang sangat besar. Kota Malang sendiri tiap tahunnya mendapat lebih dari Rp 60 miliar dari Dana Bagi Hasil Cukai dan Tembakau (DBHCT).

Tapi, rokok juga selalu turut andil menyumbang inflasi di Kota Malang. Sepanjang 2016 lalu, inflasi Kota Malang mencapai 2,62 persen yang disumbang dari sepuluh komoditas. Cukai rokok, masuk ke dalam salah satu komoditas penyumbang itu.

Sutiaji melanjutkan, membatasi ruang gerak perokok melalui Ranperda KTR sekaligus upaya agar hak mendapat udara bersih dan sehat bagi masyarakat bisa tercapai. Ranperda KTR mengacu pada UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Serta Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/MENKES/PB/I/2011 dan Nomor 7 tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok.

“Soal pengendalian tembakau kan masih perdebatan. Satu sisi kita ingin membatasi rokok karena dampak buruknya untuk kesehatan, di sisi lain pemasukan pajaknya luar biasa besar,” papar Sutiaji.

Ia menambahkan, belum ada peraturan daerah yang khusus mengatur periklanan rokok di tempat tertentu. Tak menutup kemungkinan, aka nada aturan tersendiri yang berkaitan dengan perizinan iklan rokok di berbagai titik Kota Malang.

“Belum ada soal aturan iklan rokok, itu berhubungan dengan pajak daerah. Nanti mungkin jadi pembahasan tersendiri,” papar Sutiaji.

Di wilayah Malang sendiri ada puluhan perusahaan rokok baik milik pemodal asing sampai skala menengah milik pemodal lokal. Perusahaan rokok yang berhimpun ke Forum Masyarakat Industri Rokok Indonesia (Formasi) ada 77 perusahaan. Tapi tinggal 40 pabrik saja yang masih aktif dengan jumlah tenaga kerja yang terserap lebih dari 20 ribu orang.

Sekjend Formasi, Suharjo mengatakan, industri rokok terutama lokal dengan modal cekak tak mungkin bisa berkembang sejak terbitnya Perpres 36 tahun 2010 tentang daftar negatif investasi (DNI).

“Sulit bagi industri rokok bisa berkembang. Segala aturan yang ada kan sekarang sudah menyulitkan kami,” ujar Suharjo.

Wacana pengendalian tembakau, kata dia, masih menuai pro kontra dari banyak pihak. Namun, Suharjo tak mempersoalkan jika ada penetapan kawasan tanpa rokok. Sebab, regulasi ini jika diterapkan tidak merugikan pemilik bisnis, lebih pada upaya perlindungan kawasan.

“Aturan itu kan bukan untuk membatasi industri rokok, tapi lebih pada kawasan aman saja,” tuturnya.

Juru Bicara Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Nina Samadi mengkritik kebijakan Pemkot Malang yang seolah mendua itu. Apalagi nama taman juga tetap dibranding dengan nama perusahaan rokok pemilik program CSR.

“Itu sama dengan mempromosikan produk rokok, meski di taman tetap dilarang ada aktivitas berhubungan dengan rokok,” kata Nina.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya