Liputan6.com, Karo - Aktivitas vulkanik Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, terus terjadi. Sejak 2-7 Februari 2017, gunung api setinggi 2.460 meter dari atas permukaan laut (mdpl) itu tercatat sudah 47 kali meletus.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, berdasarkan Pos Pengamatan Gunung Sinabung, erupsi disertai luncuran awan panas terus berlangsung tanpa dapat diprediksi kapan aktivitas vulkanik akan menurun.
"Sejak Juni 2015 hingga sekarang, status Gunung Sinabung tetap Awas Level IV. Kawasan rawan bencana terus meluas," ucap Sutopo, Selasa (7/2/2017).
Baca Juga
Ia menyebutkan, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) melaporkan, berturut-turut letusan pada 2 Februari 2017 sebanyak 8 kali, lalu pada 3 Februari 2017 meletus 12 kali, 4 Februari 2017 meletus lagi 12 kali. Selanjutnya pada 5 Februari 2017 sudah meletus tujuh kali hingga sore hari. Sejak 6 hingga 7 Februari pagi tadi terjadi delapan kali erupsi.
"Letusan terbaru tanpa disertai suara dentuman, kolom abu putih tebal keabuan mencapai ketinggian 1.000-2.000 meter dari puncak, condong mengarah timur. Erupsi juga disertai guguran lava meluncur sejauh 500-2.000 meter ke arah selatan, tenggara, dan timur," ujar Sutopo.
Sutopo menuturkan, larangan terhadap masyarakat terus diberlakukan. PVMBG merekomendasikan masyarakat dan pengunjung atau wisatawan tidak boleh beraktivitas dalam radius 3 kilometer dari puncak, dan dalam jarak 7 km untuk sektor selatan-tenggara, di dalam jarak 6 km untuk sektor tenggara-timur, serta di dalam jarak 4 km untuk sektor utara-timur Gunung Sinabung.
"Masyarakat yang berada dan bermukim di dekat sungai-sungai yang berhulu di Gunung Sinabung agar tetap waspada terhadap potensi bahaya lahar," kata Sutopo.
Advertisement
Relokasi Korban Sinabung Pelik
Dengan kian luasnya daerah yang berbahaya, jumlah warga yang harus direlokasi juga bertambah. Pemerintah Kabupaten Karo kesulitan mencari lahan untuk merelokasi.
Relokasi tahap I sebanyak 370 kepala keluarga (KK) rampung dilakukan di kawasan Siosar sekitar 35 km dari desa asalnya, yaitu Desa Bekerah dan Simacem.
"Masyarakat mendapat bantuan rumah, lahan pertanian seluas 0,5 hektare per KK dan bantuan lain," Sutopo menerangkan.
Saat ini, imbuh dia, pemerintah sedang bekerja keras menyelesaikan relokasi tahap II untuk 1.903 KK. Sebanyak 1.655 unit rumah ditargetkan selesai pada Agustus 2017. Selanjutnya masih ada 1.050 KK yang harus direlokasi tahap III nantinya.
Faktor penghambat utama adalah ketersediaan lahan. Lahan relokasi permukiman dan usahan tani belum tersedia sepenuhnya.
Lahan tapak rumah sudah disiapkan di Siosar untuk 2.053 KK seluas 250 hektare. Namun, tidak tersedia lahan usaha tani sehingga masyarakat tidak bersedia direlokasi.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah memberikan lahan APL (Area Penggunaan Lain) seluas 6.300 hektare yang cukup untuk permukiman dan usaha tani.
Faktanya, lahan itu sudah dikuasai pihak lain sehingga perlu pemberian izin pinjam pakai kawasan hutan seluas 750 hektare untuk merelokasi sejumlah 1.271 KK.
Tanpa ada lahan baru, relokasi akan terhambat. Masyarakat akan lebih lama tinggal di pengungsian dan sulit membangun kehidupan yang lebih baik.
"Kunci utama penyelesaian pengungsi Sinabung adalah penyediaan lahan untuk permukiman dan usaha tani relokasi," kata Sutopo soal relokasi warga korban terdampak erupsi Gunung Sinabung.
Advertisement