Ancaman Tambang Marmer di Lahan Situs Kerajaan Kuno

Warga sekitar situs kerajaan kuno bahkan tidak diberitahu soal rencana penambangan marmer itu.

oleh Eka Hakim diperbarui 11 Feb 2017, 13:07 WIB
Diterbitkan 11 Feb 2017, 13:07 WIB
Tambang Marmer
Ilustrasi tambang marmer

Liputan6.com, Enrekang - Puluhan perwakilan masyarakat adat dari Kabupaten Enrekang yang dikenal sebagai daerah penghasil kopi Kalosi mendatangi kantor DPRD Sulawesi Selatan. Mereka menolak keberadaan tambang marmer yang berada di area situs kerajaan, tepatnya di Desa Batu.

Sekretaris Tim Penyelamat Bonto Batu Syamsul Tanca di hadapan anggota Komisi D DPRD Sulsel menyebut tambang marmer di situs purbakala sejak awal melanggar aturan. Pasalnya, pemberian izin tidak melibatkan masyarakat sekitar area situs yang menjadi lokasi penambangan marmer.

"Tak ada kabar dan pembahasan sebelumnya, tiba-tiba saja ada tambang tanpa pernah diketahui masyarakat sekitar. Inilah menjadi persoalan. Masa izin prinsipnya diterbitkan tanpa persetujuan masyarakat di sini, minimal kepala desa," kata Syamsul, Kamis, 9 Februari 2017.

Syamsul mengungkapkan luas kawasan penambangan marmer yang segera beroperasi diketahui mencapai 75,2 hektare. Sebagian lahan tambang itu bahkan berlokasi banyak situs sejarah Kerajaan Enrekang.

"Ada delapan situs sejarah kerajaan di sana akan hilang bila itu beroperasi seperti Kompleks Makam Raja ke IV, Goa Mama Allo, Goa Panyura, Benteng Bonto Batu, bekas istana kerajaan, telapak tangan raja dan Pentoaniang," ucap Syamsul.

Meski tambang diakui Syamsul belum beroperasi, sekitar 2.000 warga yang bermukim di sekitar lokasi penambangan tetap akan menyuarakan penolakan. Selain karena keberadaan situs sejarah, jarak tambang dengan pemukiman warga sangat dekat sekitar 50 meter.

"Aturannya kan jelas harus jauh dari pemukiman warga, jika tidak asap dan pencemaran limbah akan berdampak kepada warga sekitar," kata Syamsul.

Ketua Komisi D DPRD Sulsel yang menerima aspirasi perwakilan masyarakat adat Kabupaten Enrekang, Darmawangsa Muin mengatakan pihaknya telah menerima aspirasi masyarakat adat tersebut.

"Tadi kita baru rapat konsultasi membahas penolakan masyarakat terhadap keberadaan tambang marmer tersebut," ujar Darmawangsa.

Menurut dia, pihaknya akan mengagendakan pertemuan selanjutnya, tetapi bukan rapat konsultasi lagi melainkan rapat kerja membahas jalan keluar pada masalah tersebut dengan menghadirkan beberapa pihak terkait diantaranya Bupati Enrekang, DPRD Enrekang, pemilik tambang, dinas terkait dan masyarakat penyelamat Situs Bonto Batu.

"Dekat ini kita agendakan rapat kerja membahasnya bersama pihak terkait, termasuk izin yang diperoleh yang diduga ada masalah pada penerbitannya," ujar dia.

Jika dalam rapat nanti yang menghadirkan semua pihak tidak didapatkan solusi, Komisi D kata Darmawangsa akan menyarankan kepada tim penyelamat Bonto Batu untuk menempuh jalur hukum selaku pihak yang melakukan protes.          

"Jadi kalau pemilik tambang bersikukuh tetap akan menjalankan aktivitasnya, kita minta berproses hukum dan meminta aktivitas dihentikan serta izin tambang dicabut," ucap Darmawangsa.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya