Redam Galau Pagi Hari di Monumen Ketenangan Jiwa

Di Monumen Ketenangan Jiwa terdapat sejarah Pertempuran Lima Hari Semarang yang tak bisa didapatkan di buku pelajaran sekolah.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 22 Feb 2017, 06:03 WIB
Diterbitkan 22 Feb 2017, 06:03 WIB
monumen1
Lingkungan tenang, mampu menenangkan jiwa yang tergesa dan cocok untuk kontemplasi. (foto : Liputan6.com/Hanin/edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Semarang - Membuka pagi dengan buru-buru jamak menimpa kaum urban, tak terkecuali warga Kota Semarang, Jawa Tengah. Maka itu, ada baiknya sejenak menenangkan jiwa di Monumen Ketenangan Jiwa atau dalam bahasa Jepang disebut Chinkon no Hi (鎮魂の碑).

Monumen yang didedikasikan untuk korban Pertempuran Lima Hari di Semarang itu berada di area Pantai Baruna. Jalan masuk ke area pantai itu terletak di jalan Arteri Pelabuhan-Bandara Ahmad Yani, tepat di sebelah kiri perempatan pertama setelah perempatan Puri Anjasmoro.

Jalan masuk ke pantai masih jalan tanah yang cukup menyusahkan. Pantai akan susah untuk dimasuki sehabis hujan, karena jalan tanah akan berubah menjadi lumpur yang menghambat laju kendaraan.

Lokasi ini sebenarnya sangat konsisten dengan namanya. Suasana sepi dan sunyi, hanya ada hembusan angin dan sayup-sayup suara deburan ombak di kejauhan yang terasa menenangkan akan menyambut pengunjung. Sesaat, kita akan lupa dengan kepanikan dan ketergesa-gesaan peradaban kota berusia 400 tahun di pagi hari.

Area itu sesungguhnya berupa kombinasi padang rumput luas, pantai berbatu, sisa-sisa reruntuhan dermaga, langit biru, serta kumpulan awan. Jika pernah melihat film animasi Kumo no Mukou, Yakusoku no Basho karya Shinkai Makoto, kira-kira seperti itulah.

Sejarah Versi Penjajah

Berkunjung ke monumen yang didirikan Jepang itu akan membawa perspektif berbeda mengenai Pertempuran Lima Hari di Semarang. Sudut pandang perang yang ditulis Jepang dengan deskripsi sangat singkat, terpahat di monumen.

Tidak tertulis banyak, tetapi cukup menjadi wawasan baru yang tidak akan didapatkan di buku pelajaran sekolah. Di monumen itu, pasca-Indonesia merdeka, tentara Jepang dilarang menyerahkan persenjataan ke Indonesia oleh Sekutu, padahal Indonesia merasa perlu mengambil persenjataan Jepang.

Itulah yang memicu Pertempuran Lima Hari di Semarang. Ratusan tentara Jepang (di monumen ditulis ratusan orang tak berdosa yang rindu kampung halaman) diserang dan dipenjara di Penjara Bulu.

Sekitar 150 orang tentara Jepang akhirnya tewas di Penjara Bulu. Di salah satu sudut penjara, ada kata-kata, "Hidup kemerdekaan Indonesia!", yang ditulis oleh tentara Jepang dengan darahnya sebelum tewas.

Dari deskripsi singkat itu, sangat jelas dan tegas tertulis bahwa Jepang juga tidak ingin terjadi pertempuran dengan Indonesia karena hanya menimbulkan kematian. Sementara, jiwa-jiwa mereka sejatinya sangat rindu akan kampung halaman mereka sendiri di negeri matahari terbit.

Memang yang dimaksud Ketenangan Jiwa dalam monumen ini adalah harapan agar ratusan orang Jepang yang meninggal akibat perang itu bisa tenang jiwanya. Namun, tak ada salahnya jika membuka pagi dengan mengunjungi monumen ini agar jiwa kita lebih tenang dan tidak didesak keterburu-buruan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya