Gerson Poyk, dari Rote ke Iowa Damai di Kupang

Warga NTT minta Gerson Poyk dikukuhkan sebagai pahlawan.

oleh Ola Keda diperbarui 26 Feb 2017, 13:00 WIB
Diterbitkan 26 Feb 2017, 13:00 WIB

Liputan6.com, Kupang - Gerson Poyk meninggal dunia pada Jumat 24 Februari 2017 pukul 11:00 WIB di Rumah Sakit Hermina, Depok, Jawa Barat. Sastrawan kelahiran Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, 16 Juni 1931, itu sebelumnya sepuluh hari terbaring menjalani pengobatan. Selama empat tahun terakhir, Gerson Poyk menderita penyakit jantung dan berbagai komplikasi

Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, mengubah nama Taman Budaya NTT menjadi Taman Budaya Gerson Poyk. Nama Taman Budaya Gerson Poyk mulai berlaku 25 Februari 2017.

"Sebagai wujud penghargaan pemerintah Provinsi NTT terhadap jasa Gerson Poyk, nama Taman Budaya NTT diabadikan dengan nama Taman Budaya Gerson Poyk," ujar Lebu Raya kepada Liputan6.com, Minggu (26/2/2017).

Sementara itu, ratusan warga dan masyarakat meminta pemerintah Provinsi NTT memakamkan jenazah Gerson Poyk di Taman Makam Pahlawan (TMP) Dharmaloka Kupang. Warga juga minta pemerintah membangun perpustakaan Gerson Poyk di NTT.

"Pemakaman jenasah Gerson Poyk di taman makam pahlawan merupakan bentuk pengakuan terhadap jasa dan karyanya dalam memperkenalkan budaya NTT sebagai warna budaya di Indonesia maupun dunia. Kami minta Gerson Poyk diperlakukan sebagai pahlawan,” ujar Elcid Li dari Forum Academia NTT, kepada Liputan6.com, Minggu (26/2/2017).

Elcid mengatakan, sudah saatnya konteks pemaknaan tentang pahlawan tidak lagi melanjutkan dikotomi sipil-militer, tetapi penentuan hakekat pahlawan harus dibuka pemaknaannya dalam narasi kemanusiaan. Dengan visi ini, ruang simbolik kepahlawanan tak hanya milik yang berperang dengan senjata.

Penghargaan yang diterima Gerson Poyk dari kepala negara Indonesia atas jasa-jasanya di bidang sastra merupakan tanda pengakuan. Gerson Poyk adalah guru, jurnalis, novelis, cerpenis, dan budayawan yang setia menjalankan tugasnya hingga akhir hayatnya.

Gerson menolak tunduk didikte oleh paham materialisme dan bekerja untuk kemanusiaan sepanjang hidupnya. Berdasarkan puluhan karya sastra berupa novel, maupun ratusan cerpen, serta tulisan lain yang diterjemahkan ke berbagai bahasa Belanda, Inggris, Jerman, Jepang, Turki dan Rusia diberi tanda sebagai pahlawan.

"Kami meminta agar Gubernur Provinsi NTT maupun anggota DPRD NTT serta wakil rakyat yang ada di DPR dan DPD untuk serius menyikapi tuntutan ini dan membicarakan secara terbuka tentang makna pahlawan dalam konteks kemanusiaan, memberi tempat untuk sastrawan dalam masyarakat kita dan memberi tanda konkrit atas kepergian mereka," kata Elcid.

Elcid mengatakan tanda simbolik kepahlawanan bagi suatu bangsa merupakan hal penting bagi bangsa, karena figur orang baik dalam peradaban ditentukan oleh makna pahlawan. Di tengah berbagai ketidakpastian yang melanda bangsa, semakin penting mendudukkan mereka yang berjasa untuk negara. Tanpa ritual semacam ini ‘orang baik’ tidak dianggap, dan diabaikan.

Dari Rote ke Iowa

Gerson Poyk lahir di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, 16 Juni 1931. Karya-karyanya beredar di media massa dan dijadikan rujukan dalam pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Atas prestasinya, dia menerima banyak penghargaan, baik sebagai sastrawan maupun sebagai wartawan. Gerson mengawali debutnya sebagai penulis sejak tahun 1950.

Gerson pernah menjadi guru SMP dan SGA di Ternate (1956-1958) dan Bima, Sumbawa (1958). Dia juga pernah menjadi wartawan Sinar Harapan (1962-1970) dan Kantor Berita Antara tahun 1970-1971. Ia tercatat empat kali meraih penghargaan jurnalistik Adinegoro.

Karya sastra Gerson Poyk di antaranya: Hari-Hari Pertama (1968), Sang Guru (1971), Cumbuan Sabana (1979), Giring-Giring (1982), Matias Akankari (1975), Oleng-Kemoleng & Surat-Surat Cinta Rajagukguk (1975), Nostalgia Nusa Tenggara (1976), Jerat (1978), Di bawah Matahari Bali (1982), Requim untuk Seorang Perempuan (1981), Mutiara di Tengah Sawah (1984), Impian Nyoman Sulastri (1988) Hanibal (1988), dan Poli Woli (1988).

Gerson menerima beasiswa untuk mengikuti International Writing Program di University of Iowa, Amerika Serikat dan pernah mengikuti seminar sastra di India pada 1982. Gerson menikah dengan Atoneta Saba, dan dikaruniai lima orang anak.

Kemunculan terakhir Gerson Poyk di depan publik ketika peluncuran buku kumpulan puisinya berjudul Dari Rote ke Iowa di Galeri Cipta 2, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 25 Juni 2016. Acara peluncuran buku ini digelar sekaligus untuk merayakan Ulang Tahun Gerson Poyk ke-85.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya